MALAM PERTAMA

942 41 0
                                    

Kepala Aluna mendusel-ndusel di dada Oliver. Mencari-cari kenyamanan bagi kepalanya bersandar. Alkohol yang menguasai sungguh membutakan kedua mata Aluna. Perempuan cantik tak menyadari sosok pria ternyaman itu selalu menjadi lawan adu mulutnya, selalu menunjukkan kegarangan seorang Aluna.

"Hm... nyaman banget. Pria tampan, please jangan tinggalkan aku. Hanya kau saat ini yang baik kepadaku." Aluna meracau tak jelas.

Sentuhan tangan Aluna semakin menjelajah ke bawah, menuruni pinggang Oliver dengan gerakan menggoda. Tangan Aluna meremas pinggul Oliver, mendorong tubuh pria tampan itu untuk semakin merapatkan ke tubuhnya.

Sekujur tubuh Oliver menegang. Kedua mata terbelalak mendapati wanita yang ia kenal galak begitu bebas menyentuh tubuhnya. Oliver hanya tak menyangka mendapati Aluna dengan sisi yang berbeda.

Mimpi apa Oliver kemarin malam sampai bisa seintim itu dengan Aluna?

Tak mau menjadi munafik, Oliver memilih pasrah menjadi tempat pelabuhan ternyaman Aluna. Urusan nanti jika Aluna tersadar dalam kubangan alkohol. Toh, semua Aluna yang memulainya, bukan Oliver.

"Jangan pergi. Peluk aku seperti ini," gumam Aluna lemah.

"Saya tidak akan meninggalkan anda. Saya akan memeluk anda terus seperti ini." Oliver menyahuti dengan makna mendalam.

Berharap setelah tersadar bisa tetap memeluk Aluna walau mustahil bagi otak nalarnya.

"Saya akan mengantarkan anda ke rumah anda. Bisa beritahu saya di mana rumah anda?" tanya Oliver begitu penasaran.

"Aku tak mau ditinggalkan," gumam Aluna tak jelas, tak memberi jawaban atas pertanyaan Oliver.

"Nona Aluna, di mana rumah anda? Saya akan mengantar anda pulang." Oliver kembali mengulangi pertanyaan.

"Please, jangan jadi orang jahat seperti fucekboy itu." Lagi-lagi Aluna melantur.

Pintu lift terbuka pada lantai yang dituju. Tubuh tertahan dengan niatan tak lagi menggebu pada niatan semula membuat otak memerintah pada telunjuk kanan untuk menyentuh tombol penutup lift.

Handphone ios di dalam saku jas segera dikeluarkan. Jemari yang menggenggam handphone ios itu bergerak cepat menuju menu recent calls lalu menempelkan di sisi telinga kiri.

"Lucas. Segera pesankan aku satu kamar di hotel yang sama. Aku tunggu lima menit dari sekarang. Untuk urusan Rika, kau bereskan segera,"-Oliver menatap Aluna yang tertidur dalam pelukannya-"aku tak akan menemuinya lagi. Kau mengerti maksudku, kan?"

Lucas, sang sekretaris pribadi langsung menganggukan kepala tanpa bisa terlihat oleh Oliver setelah mendengar jelas titahnya.

"Baik, Pak. Akan saya laksanakan," jawab sekretaris pribadi Oliver itu dengan lugas.

***

"Aduh! Perutku agak sakit setelah menahan sejak tadi," keluh Jessi sambil berlalu dari toilet dengan menyentuh perutnya.

Wanita bertubuh proposional melangkahkan kaki menuju meja bartender, tempat di mana Jessi meninggalkan sahabatnya yang mabuk dikuasai oleh alkohol.

Kedua mata Jessi terbelalak. Wanita itu kaget lalu mempercepat langkah ketika tak lagi mendapati Aluna di meja bartender.

"Mas! Teman saya yang tadi mabuk di mana, ya?" tanya Jessi panik ada bartender.

"Maaf! Saya tadi sibuk, jadi saya enggak merhatiin." Bartender itu berucap jujur lalu kembali pada pekerjaan.

"Mampus aku! Aluna ke mana? Aduh! Dengan begonya aku malah ninggalin Aluna sendirian!" Jessi yang panik dan frustasi menyalahkan diri sendiri.

Sahabat Aluna ini langsung bergegas meninggalkan lounge itu untuk bisa mengejar Aluna. Berharap langkah kedua kaki bisa menyusul dan menemukan Aluna yang dalam keadaan baik.

Romantic TrapsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang