Semua orang pantas bahagia
"Saya minta maaf atas segala tindakan lantang ini. Tapi bisakah saya mengeluarkan sedikit pendapat atas dasar saya berani naik ke atas panggung saat ini? Saya juga anak dari seorang Petani dan saya menolak keras ucapan Kakak. Saya tidak peduli jika hal ini hanya sebuah prank atau sejenisnya. Menurut saya hal ini sudah sangat berlebihan."
Hening. Hanya itu yang bisa Ayu saksikan. Beribu orang di lapangan ini, hanya suara Alesha dari balik Microfon yang mampu menghentikan setiap kegiatan mereka.
Ya, Alesha lantang maju ke atas panggung hanya untuk mengutarakan keresahannya. Maju dengan segala umpatan yang terselip di balik mulut. Dengar, Alesha tak sanggup lagi. Jangankan telinga, hidungnya saja tidak bisa lagi ia lihat, yang Alesha inginkan saat ini hanyalah mengutarakan semua pendapatnya. Biarlah sekarang ia menjadi artis dadakan atau nanti jadi bahan bulian karena sudah merusak acara.
Sekarang semua mata tertuju padanya.
"Kak, saya sangat menghormati anda sebagai ketua pelaksana acara ini, juga semua Kakak-kakak yang memeriahkan acara besar kita sekarang. Tak lupa pada semua dosen maupun tamu undangan. Saya sangat menghargai hadirin sekalian dan saya sendiri menunggu hari ini tiba. Namun sayang sekali, ternyata seseorang berhasil membuat saya merasa tersayat atas ucapannya."
Alesha, jangan tanya mengapa suara gadis itu menjadi titik balik. Dengan berani, ia menarik Microfon dari tangan seorang Kakak tingkat, tak tahu siapa orang itu karena dalam pikiran Alesha hanyalah sebuah ucapan, ucapan dan ucapan kemarahan.
"Serendah itukah seorang petani dimata Kakak?" Sekali lagi, Alesha mengeluarkan suara, ia menatap nanar lelaki dengan paras tampan. Kating yang berhasil membuat Alesha menangis dalam hati. Membunuh tanpa menyentuh, itulah yang ia lakukan pada mental Alesha setelah semua yang ia katakan.
"Saya tahu ucapan itu--Ralat--- SAYA TAHU HINAAN ITU BUKAN UNTUK SAYA tapi Kakak harus tahu kalau saya merasa direndahkan.
Kak, saya juga anak dari seorang petani. Mungkin anak petani lainnya juga akan merasa tersindir mendengar ucapan Kakak tadi. Tapi mungkin tak ada anak petani di Universitas ini selain saya dan gadis yang baru saja Kakak hina. Terbukti dari tawa mereka yang menggelegar seakan-akan semua ini hanyalah komedi.""Bau banget ya kamu, ga ada wangi-wanginya. Kayak--- bau lumpur para Petani hahah.....!!"
"Bapak kamu petani, ya?"
"Pantas, kamu bau badan. Jangan lupa beli parfum biar gak bau lumpur."
"Wah kamu Jurusan Pertanian anak? Pantas saja. Indentik dengan yang namanya tanah, lumpur, dan keringat?"
Kata-kata itu masih terekam jelas ditelinga Alesha. Satu tangannya mengepal, menatap lamat lelaki yang sama sekali tidak merasa bersalah dengan ucapannya.
"Kakak dengar sendiri dia bilang kalau dia tidak sengaja dalam keterlambatan ini. Saya tahu peraturan acara ini, saya juga tahu bahwa ia memang salah karena sudah terlambat. Namun jangan jadikan alasan itu sebagai bentuk hinaan, Kak. Tolong mengerti konteks lelucon dan hinaan. Dua hal itu berbeda."
"Kenapa saya berani mengatakan bahwa ucapan Kakak tadi adalah bentuk hinaan alih-alih sebuah prank yang akhirnya biasa saja seolah tak terjadi apa-apa? Asal Kakak tahu, ucapan Kakak bukan hanya menghina gadis ini dalam kondisi fisik. Sadar tak sadar, Kakak juga menghina para Petani termasuk saya. ANAK PETANI YANG BERGABUNG DALAM JURUSAN PERTANIAN."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dokter & Buk Tani
Teen FictionAbian si mahasiswa Jurusan Kedokteran tidak pernah tahu bahwa akhir cintanya dengan Maury adalah awal dari pertemuan cinta yang paling menakjubkan yang pernah dia rasakan dengan seorang gadis tomboy Jurusan Pertanian yang sangat tergila-gila padanya...