"Woi cupu" Gadis yang merasa terpanggil itupun menoleh."Saya kak?" Tanya nya sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya lo, sini buruan anji*g lama bgt." Bentak salah satu dari mereka bertiga.
"A-ada apa ya kak?" Cicit siswi itu yang sudah ketakutan.
"Gue mau lo tumpahin es ini ke jalang yang disana. Cepetan. Gaada penolakan." Mona, masih belum jera menganggu Ara.
"T-tapi ka--
"Mona udah bilang gaada penolakan!Lo budeg?Udah pergi sana!" Bentak Sinta.
"Hati-hati ya jangan kesandung. Ntar malah kamu yang basah." Ujar Audrey yang membuat kedua teman nya menepuk kening kesal.
Gadis itupun berjalan kearah Ara yang sedang makan dikantin, dan dengan sengaja menyandung kaki nya sendiri.
Byurr...
Minuman dingin berwarna merah itu membuat seragam Ara basah. Ia pun dengan reflek berdiri.
"Heh lo kalau jalan liat-liat dong!" Sentak Raisa dengan menunjuk gadis itu.
"A-aduh m-maaf kak, aku ga sengaja." Ringis Gadis tersebut sambil menunduk dan langsung lari.
"Lah si anjrit main kabur aje tu bocah." Amelia mencibir sambil membantu Ara mengelap sisa minuman yang masih menetes.
"Duh duh duh kasian banget ya si anak manja baju basah. Sebentar lagi nangis ni ngadu ke abang nya HHAHAHAHA." Sahut Mona yang tiba-tiba datang denga dua dayang nya.
"Oh jadi ini biang keladi nya?" Raisa mencibir dan maju mendekat kearah Mona.
"Belum kapok juga mpok sama yang kemarin?" Tanya Raisa dengan sarkas yang membuat sang empu mengepalkan tangannya hingga kuku nya berwarna putih.
"Heh lo jadi adik kelas gausah sok deh." Sahut Sinta sambil mendorong pundak Raisa yang membuat sang empu ingin membalas namun dicegah Ara.
"Udah sa, mel. Inget kita ga boleh kasar sama binatang." Sarkas Ara yang langsung pergi diikuti kedua sahabatnya.
"Tunggu aja lu jalang!" Seru Mona menggeram yang membuat Amelia menoleh kebelakang namun tetap berjalan dengan mundur.
"Neriakin diri sendiri bu?"
_____
"Untung aja bang Ferrel bawa hoodie ra." Ujar Amelia yang saat ini posisi mereka sedang di toilet.
"Iya mel." Singkat Ara
"Kalau aja tadi Ara ga nyegah, udah gue abisin tu para nenek sihir." Ujar Raisa sambil memperagakan meninju-ninju diudara.
"Dih sok banget lo, ikut taekwondo aja cuma sampai sabuk kuning." Ledek Amelia yang membuat Raisa kesal.
"Anjirr lo bener juga. Ada untung nya Ara nyegah gue tadi." Mereka pun tertawa dan kembali ke kelas.
Pelajaran berjalan seperti biasa, saat jam pulang sekolah Raisa harus ikut rapat pembahasan pensi. Awalnya Raisa kira cuma sebentar namun karena mereka juga sekalian pergi membeli bahan dan alat yang diperlukan untuk dekor, mereka menjadi pulang larut. Setelah belanja tadi, mereka kembali ke sekolah untuk meletakkan belanjaan tersebut.
Alhasil sekarang tinggal Raisa sendiri yang menunggu taksi di halte depan sekolah. Jam diponsel nya sudah menunjukkan pukul 22.13 malam. Raisa sedikit parno ketika teringat scene di film horror yang sering ia tonton.
Dari jauh Raisa melihat dua orang pria yang berjalan sempoyongan kearah nya. Pikiran Raisa sudah melayang entah kemana saat melihat dengan samar pria itu memegang botol ditangan mereka. Dengan gemetar dan sembarang ia menelfon seseorang dengan ponsel nya.
Suara dering berbunyi hingga tiga kali yang membuat Raisa semakin ketakutan. Saat mendengar jawaban dari seberang sana, tanpa sadar Raisa meneteskan airmata dan terisak.
"R-rio hiks g-gue takut h-hiks." Isak Raisa yang membuat Rio, panik seketika.
"Sa?Lo kenapa?Lo dimana sekarang?Sa?Sasa udah jangan nangis bilang ke gue lo dimana sekarang." Seru Rio yang sudah sangat panik mendengar isakan Raisa dan tanpa sadar memanggil Raisa dengan nama panggilan nya sewaktu kecil.
Raisa semakin terisak mendengar itu yang bergumam kata 'sekolah'. Rio yang sudah siap langsung menancap gas ke sekolah yang memang tak terlalu jauh dari rumahnya.
"R-rio buruan hiks mereka makin deket." Bisik Raisa agar kedua pria tersebut tidak mendengar suara nya.
Rio semakin menggeram ketika mendengar kata 'mereka'. Ia menginstruksi Raisa untuk tidak mematikkan telfon nya.
Saat kedua pria itu sudah tinggal tiga langkah dari Raisa, ia menurunkan handphone nya ke bawah dan menyembunyikannya.
"Eh ada adek manis. Ngapain masih disini malem-malem. Hehehe." Ujar salah satu dari pria itu sambil mencoba memegang dagu Raisa yang langsung ditepis nya.
"Ga boleh kasar gitu cantik, ayo main sama om. Om janji kok ga bakal kasar." Mereka berdua tertawa sambil menarik tangan Raisa.Raisa hanya menangis sambil berteriak.
"Pergi hiks lo anjing!Bangsat hiks!Gue bukan cewe ga hik bener!Gue anak bae-bae hiks!Pergi lo akik-akik!Pergii hiksss!!" Teriak Raisa yang membuat Rio mendengar itu memukul setir nya geram.Saat Raisa diseret tiba-tiba terlihat sorot lampu motor dan sura klakson yang berniat menabrak kedua pria itu. Mereka pun menghindar dan alhasil karena keadaan mereka yang setengah sadar membuat mereka ambruk.
Itu Rio, Ia langsung turun dari motornya dan berlari kearah Raisa. Raisa semakin terisak melihat Rio yang berada didepan nya. Pandangannya menjadi kabur karena airmata yang terus mengalir. Rio yang geram langsung membabi buta kedua pria tersebut dan balik lagi ke Raisa.
Ia langsung merengkuh badan gadis didepan nya itu. Sambil mencoba menenangkan dan mengusap kepala gadis itu dengan lembut.
"Udah ya tenang, gue disini. Gaada yang berani macem-macem sama lo." Tutur kata Rio sangat pelan dan halus yang membuat hati Raisa terenyuh.
Setelah lumayan tenang Rio pun mengajak Raisa pulang.
"Kita pulang ya, udah malem. Pasti umi khawatir." 'Kita' baru kali ini Raisa mendengar kata itu keluar dari mulut Rio.
Raisa malu karena sudah menangis didepan Rio hanya mengangguk. Sedangkan Rio tersenyum simpul sambil mengusap puncuk kepala Raisa. Mereka pun pulang dan menelurusi jalanan yang sudah sangat sepi dan hanya terdengar deruman motor yang berlalu lalang.
***
Hewwo!
KAMU SEDANG MEMBACA
RARA
Teen Fiction••• Mempunyai tiga abang yang sangat menyayangi nya membuat Rara sangat bahagia. Ia kira semua laki-laki akan menyayangi nya seperti mereka bertiga. Namun ternyata hipotesis nya selama ini salah. ••• "Gue udah muak sama percintaan." Ujar Ara dengan...