18. Tangled thread

179 29 0
                                    

"Jadi apa yang membuatmu betah disini, Na?" Fleur kembali menyeruput cangkir teh nya. Cangkir yang ia bawa pribadi dari kereta terbang mereka kemarin.

Mungkin kehidupan di Hogwarts terlalu mengejutkan sehingga ia sanggup repot repot membawa cangkir pribadi dari asrama Ravenclaw ke dapur yang letaknya dibelakang asrama Hufflepuff, hanya untuk menyeruput teh di sore hari.

Alena menatap cheesecake yang tinggal seperempat lagi, ia pun tak tahu pasti alasannya mampu bertahan sejauh ini.

"Temannya kurasa? Aku punya banyak teman disini," katanya pelan. Alena memainkan garpu diatas piring.

"Kau juga punya banyak teman di Beauxbatons dan kau tampak lebih bahagia. Alena, aku belum pernah melihat dirimu murung begini selama dua tahun kau bersekolah disana." Fleur menatap dalam, mencari alasan ekspresi tak biasa yang ia tampakkan.

Meskipun moodnya hancur berantakan, Alena paling tidak akan menunjukkan wajah sangarnya. Bukan malah murung begini. Hal itulah yang membuat Fleur Delacour berhasil khawatir.

"Aku pun tak punya alasan khusus, Fleur. Belakangan ini banyak hal hal membuat ku kepikiran, meski tahu tidak begitu penting." Alena masih memandang kosong. Bayangan Draco tak bisa padam dari benaknya.

Fleur mengenggam tangan Al meremas nya pelan. "Kau bisa kembali ke Beauxbatons bila tidak bahagia disini"

Entahlah Fleur sedang bercanda atau bersungguh-sungguh mengatakannya. Tapi Alena berhasil menyunggingkan senyum lebar pertama kali sore ini.

"Seandainya bisa," ucap Al menatap Fleur. Dia memang sungguh-sungguh mengatakannya.

"Aku bisa bicara dengan madam Maxine jika-"

"No Fleur," sela Al. "Tidak perlu repot repot. Aku bisa datang sendiri jika memang ingin. Lagipula kalian ada disini sepanjang tahun, kurasa tak perlu buru-buru."

Fleur menghela napas berat, ia kembali mengusap tangan Al. "Setahun tanpamu disana rasanya sepi. Aku pikir kami akan terbiasa setelah beberapa pekan tapi nyatanya tidak sama sekali."

Alena meringis pelan. Begitu banyak yang mencintainya disana, namun ia justru berkunjung saat istana itu tak berpenghuni. Yaa Alena hanya melepas rindu pada tempat yang membesarkannya, bukan pada teman teman yang menyayanginya. Liburan nya ke Prancis kemarin terasa kurang memuaskan.

"Sudah kau baca surat surat yang kubawa? Itu dari mereka yang tak bisa ikut."

Alena kembali menarik sudut bibirnya, "mana bisa ku habiskan seminggu penuh hanya untuk membaca surat. Kau bawa banyak sekali, teman sekamar ku hampir berpikir kau membawa pakaian di tas itu."

Mengingat bagaimana Fleur menyeret sekantong surat untuknya hari itu. Alena sempat kebingungan akan membalas yang mana dulu.

Sementara itu Mandy dan Isabel kini sudah berada didepan Great Hall. Makan malam sudah dimulai, namun mereka masih belum menemukan Alena.

"Sekarang bagaimana?" tanya Bell. Mandy berkacak pinggang mengawasi lorong.

"Kita ambil makanan di dapur saja. Akan buang buang waktu jika kita mengambil jubah dulu ke asrama, lagipula aku lelah."

Isabel mengangguk setuju. Belum separuh jalan dilalui mereka berpapasan dengan Lisa dan Su Li.

"Kau membawa jubah kami?" Mata Bell berbinar melihat jubah mereka tergantung sempurna di lengan Lisa.

"Aku kan teman yang baik" Lisa menyombong sedikit mengangkat dagunya lebih tinggi.

"Ya ya nona Turpin dan aku juga tahu kau sedang kelaparan saat ini. Jadi jangan sia-siakan waktumu untuk membual," balas Mandy.

It's me,not another | slow-upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang