19. Do you mind?

229 28 4
                                    

"Ayo ke Great Hall!" ajak Bell antusias seperti biasa.

Wajah kusut tak karuan, tubuhnya bersandar di sofa single ruang rekreasi. Kondisi Alena terbilang memprihatinkan seharian ini. "Tidak, kalian saja," balasnya datar.

"Kau yakin? Mau ku bawakan sesuatu?" tawar Mandy meyakinkan.

"Terserah Mandy, jangan sampai memberatkan."

"Baiklah, kami pergi dulu."

Sepergian mereka meninggalkan Alena di ruang rekreasi masih sama murung nya sejak kemarin malam. Seperti tak punya aura semangat hidup yang biasa ditampakkan Lisa ketika tengah menahan kantuk.

Langkah-langkah gontai nya jadi pemandangan menyakitkan mata seharian ini. Tapi seorang Mandy pun tak sanggup sekedar berkomentar, ia lebih ingin memaklumi melihat kondisi temannya sekarat gairah.

Buku-buku di perpustakaan Ravenclaw pun tak lagi menarik dimatanya. Alena tidak berminat mengetahui sejarah apapun saat seharusnya tentang itu adalah yang paling menarik dari sebuah buku.

Alena melangkahkan kakinya keluar asrama, masih sama gontai nya. Langit malam ini cerah, bintang bintang bertaburan. Malam yang tepat untuk pelajaran Astronomi nanti.

Hah..masih ada kelas malam ini.

Pemandangan dari jembatan menara Ravenclaw tak pernah mengecewakan hati. Kadang ingin sekali Alena mengusulkan agar pelajaran Astronomi diadakan disini saja, sehingga mereka tak perlu jauh jauh ke menara Astronomi dulu ditengah malam dengan sisa sisa kesadaran yang ada.

Biasanya Lisa adalah yang paling beban setiap pelajaran Astronomi.

Ah, Alena jadi merindukannya. Sudah dua hari ini Al tak lagi mendengar bacotan nya.

Alena menatap sekitar. Seharusnya jembatan sekarang sedang sepi karena jadwal makan malam. Hanya ada lima orang disekitar sini sejauh penglihatannya. Termasuk Lisa Turpin
tak jauh dari tempatnya berdiri.

Hal ini tidak wajar tentu saja. Lisa paling jarang melewati jadwal makan, atau setidaknya ia akan ke dapur mengambil jatahnya.

Alena lalu berjalan mendekatinya, ikut berdiri disebelahnya.

"Kau masih marah?" tanya Al membuka percakapan. Oh ayolah, mereka sudah dua hari tak saling bicara.

Lisa menoleh sekilas. "Tidak," katanya kembali menatap langit.

Alena menghela napas lega. Setidaknya mood mereka sama-sama sedang baik.

"Maafkan aku."

Lisa menoleh lagi, kali ini agak lebih lama. "Untuk apa?" tanya nya.

"Semuanya," jawab Al. Matanya masih menerawang rasi bintang kini beralih pada iris coklat Lisa.

Ia melanjutkan, "Aku merasa salah, tentu saja- maksudku kalian begitu mencemaskanku kemarin dan yang kulakukan hanya mencari pelarian atas masalahku-"

"Setiap orang pasti punya masalah, Alena" Kini Lisa sepenuhnya menatap Al. "Aku hanya tidak mengerti keadaanmu. Kau kacau sekali semalam itu. Aku belum pernah dengar kalian benar-benar bertengkar selama setahun ini kau di Hogwarts".

"Dan akupun ingin kau bisa segera menceritakannya saat kau siap. Aku tak mau mendesak mu bercerita walau aku sangat ingin tahu," lanjut Lisa menatap dalam dalam manik hazel yang memancarkan aura gelap. Dirundung kesedihan, sejak semalam.

Alena tersenyum simpul. Bicara Lisa terlalu dewasa baginya, ia seperti tak mengenal Lisa saat ini. Meski diam diam Al mengucap syukur.

"Aku akan menceritakannya, pasti. Tapi bisakah kau berjanji dulu jangan pernah coba coba mendorongku saat aku tengah berbicara?"

It's me,not another | slow-upTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang