HIRAETH - 05

11 7 1
                                    

Pagi yang cerah ketika dua orang gadis tengah berjalan menyusuri lorong sekolah menuju kelasnya. Gadis berambut panjang bernama Lenny berjalan dengan terkantuk-kantuk, sedang gadis cantik di sampingnya yaitu Asya tengah berjalan dengan wajah datar tanpa ekspresi. 

Setelah melewati beberapa ruang kelas keduanya sampai pada ruang kelas mereka. Tanpa ragu keduanya berjalan ke arah meja tepat biasa mereka duduk. 

Namun ada yang berbeda dengan meja mereka kali ini, lebih tepatnya meja Asya. Sebuah buket bunga sederhana dengan beberapa tangkai bunga mawar dan juga hiasan bunga baby breath terletak tepat di atas meja coklatnya. 

Kedua gadis itu mengernyit heran. Karena biasanya yang berada di atas meja Asya adalah coretan berupa makian juga tumpukan sampah. Namun kali ini berbeda, meja itu tampak bersih bahkan indah dengan buket bunga di atasnya. 

Asya mendekatkan wajahnya ke arah buket bunga itu, mencium wewangian yang tercipta oleh warna-warni yang indah di hadapannya itu. Harum, bisik Asya dalam hati dengan sebuah senyuman manis tercipta di sudut bibirnya.

Lenny yang sedari tadi berdiri di sampingnya ikut tersenyum, senang melihat sebuah senyuman muncul kembali di wajah cantik sahabatnya.

Sedang dua orang diluar kelas tengah mengamati keduanya dengan tatapan tak suka. Mereka adalah dua orang gadis yang bertemu di cafe kemarin, Tanara dan Alena. 

"Lo nggak salah taruh barang kan, Nar?" Tanya Alena dengan sorot mata mendelik tajam ke arah Tanara. Tanara yang merasa tidak melakukan kesalahan apapun menggeleng cepat. "Gua nggak sama sekali naruh bunga disitu, Len. Gua nggak tau kenapa bunga itu disana." 

Alena memejamkan matanya frustasi. Sialan, umpatnya dalam hati ketika menyadari bahwa rencana mereka gagal. 

Yang direncanakan keduanya adalah menaruh beberapa tumpukan sampah dan menulis umpatan serta cacian di atas meja Asya. Namun kini sampah maupun tulisan itu hilang entah kemana dan berganti buket bunga yang nampak indah. 

Tepat di kejauhan tampak Jidan tengah berdiri diantara tanaman-tanaman menatap gadis-gadis itu. Kedua alisnya bertaut, sedang jemari di tangan kirinya tengah menjepit sebatang rokok.

Lelaki yang telah menjadikan rokok sebagai bagian penting dari hidupnya beberapa tahun belakangan itu tengah berfikir keras. Di satu sisi ia merasa bangga karena telah menyingkirkan sampah juga tulisan-tulisan kotor di atas, disisi lain ia bingung dengan kemunculan buket bunga itu. Siapa yang menyukai Asya selain dirinya? Pertanyaan itu terus-menerus terbesit di benaknya. Menjadikannya gusar seharian. 

Sedang lelaki lain tengah terkekeh kecil melihat Asya menyukai bunga pemberiannya. 

***

Bel istirahat berbunyi, menandakan waktu pembelajaran akan berhenti untuk sementara. Murid-murid segera berlarian keluar kelas menuju kantin untuk melepaskan dahaga dan rasa lapar yang sedari tadi menyiksa mereka. 

Dan di hadapan Asya dan Lenny saat ini tengah berdiri beberapa orang gadis yang tak lain adalah Alena, Tanara dan beberapa orang teman mereka. 

Lenny yang duduk disamping Asya berdecak kesal menatap tajam ke arah wajah-wajah gadis dihadapannya. "Mau apa lagi, sih?" Gadis-gadis yang berjumlah lima orang itu tidak menghiraukan perkataan Lenny dan tetap menatap wajah Asya. 

"Lo dapet dari mana bunga ini, hah?!" Alena mengambil buket bunga mawar itu membuangnya ke tanah lalu menginjak-injaknya dengan ekspresi wajah yang nampak kesal. "Jangan bilang dari Jidan. Berapa kali harus gua bilang? Jauhin Jidan!" Sambungnya dengan nada menggebu-gebu dan dada yang naik turun tak beraturan berusaha menahan diri untuk tidak menjambak rambut Asya.

Asya terdiam, jujur saja dirinya tengah berusaha keras untuk tidak menangis dan menunjukkan kepanikannya saat itu. 

"Nggak tau. Aku nggak tau itu dari siapa, Len. Aku–" Alena menggebrak meja Asya, memotong perkataan gadis dihadapannya itu. "Lo bohong, kan? Jawab! Dari siapa, hah?!"

Lenny yang sedari tadi menyimak kini berusaha berdiri, hendak mendorong Alena untuk menjauhkan gadis itu dari sahabatnya. Namun langkahnya terhenti ketika teman-teman Alena mencegahnya berdiri dan menahannya untuk duduk di kursinya.

Dari belakang, seorang gadis yang tak lain adalah Tanara menjambak pelan rambut Asya. Asya meringis pelan merasakan rambutnya dijambak. Tanara mendekatkan bibirnya ke arah telinga Asya, membisikkan sesuatu. 

"Jauhin sepupu gua, Asya." Ucapnya sambil menambahkan kekuatan jambakan rambut Asya kata demi kata.

Tanara berniat untuk berkata kembali namun sebuah suara menghentikan niatnya itu. "Tanara…" Tanara mendongak, menatap ke arah lelaki yang memanggilnya tadi. Beni, lelaki yang merupakan kekasihnya itu tengah berdiri di samping pintu.

Tanara melepaskan jambakannya pada rambut Asya ketika perlahan Beni melangkahkan kakinya mendekati dirinya. Bersamaan dengan itu, Alena dan ketiga temannya mundur memberikan ruang untuk Beni mendekati Tanara. 

Namun yang terjadi diluar pemikiran mereka. Bukannya melangkah mendekati Tanara yang merupakan kekasihnya, Beni justru mendekati Asya. Mencondongkan tubuhnya mendekati Asya, membuat pandangan mata keduanya sejajar. 

"Are you okay?" Asya mengangguk dengan ragu. Sebuah senyum manis terbit dari bibir Beni. Membuat Tanara semakin kepanasan dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Tanara menarik lengan Beni dengan kasar, berusaha menjauhkan kekasihnya itu dari Asya. Tanara menatap Beni tajam, yang dibalas tatapan datar oleh Beni.

"Kamu ngapain?!" Tanara bertanya dengan nada tinggi. Emosinya kini meluap-luap seakan sebentar lagi ia akan meledak.

"Kamu belain gadis ini? Iya?!" Tanara menunjuk-nunjuk Asya. Ia merasa semakin gila setelah melihat Beni mengangguk tanpa ragu.  

"Len, bawa Asya pergi, gih." Ucap Beni enteng kepada Lenny, yang dibalas anggukan oleh gadis itu. Dengan cepat ia membawa tubuh Asya menjauh dari orang-orang itu.

Sedang Tanara masih menatap wajah Beni dengan tatapan yang mengisyaratkan rasa kesal, kecewa dan heran secara bersamaan. Beni kembali balas menatap wajahnya, kali ini laki-laki itu membelai lembut rambut Tanara. Berusaha menenangkan gadisnya yang tengah dirundung rasa kesal itu.

"Kalau mau buat Asya hancur nggak gini caranya, sayang. Siapapun yang lihat bisa aja ngaduin kamu ke kepala sekolah." Bisik Beni tepat didepan wajah Tanara. Tanara mengernyit bingung. Apakah Beni mendukung perbuatannya?

"Aku punya cara buat hancurin Asya tanpa buat kamu kelihatan bersalah. Mau tau?" Tanara mengangguk mendengar perkataan Beni. Perlahan Beni mendekatkan bibirnya ke arah telinga Tanara, membisikkan rencana busuknya untuk menyakiti Asya jauh lebih dalam.

Tanara tersenyum lebar kemudian tertawa. Ia tidak salah memilih lelaki untuk menjadi pasangannya. Beni sangat pintar membuat sebuah rencana yang ia yakini akan berhasil. 

***

Dikantin, Lenny tengah menenangkan Asya. Berusaha membuat sahabatnya itu tidak merasa ketakutan. Sedang gadis bernama Asya yang tengah duduk di sampingnya hanya mengucapkan sebuah kalimat secara berulang, "Aku salah apa, Len? Kenapa mereka jahatin aku terus?" 

Lenny mengelus lembut pundak sahabatnya itu. "Kamu gadis yang sempurna, Sya. Itu ngebuat mereka iri sama kamu. Jangan didengerin lagi, yah? Semuanya bakal membaik, kok. Aku janji bakal temenin kamu." Asya menggaguk kemudian meminum sebotol air dihadapannya. Semuanya akan membaik, ia yakin akan hal itu. 

***

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang