HIRAETH - 07

5 5 2
                                    

Dua hari berlalu begitu cepat. Pagi ini adalah hari pertama untuk lomba futsal antar kelas. Seperti biasanya Asya datang ke sekolah paling awal ketika murid yang datang masih belum banyak.

Hari ini ia berangkat seorang diri. Lenny sudah pulang kemarin sore setelah kondisi Asya semakin membaik.

Belum sempat dirinya duduk di kursi sekolahnya, perhatiannya teralihkan pada sebuah kertas putih dan buket bunga mawar di atas meja. Jika hanya buket bunga mawar mungkin akan membuatnya heran karena ia telah mengetahui siapa pengirim buket tersebut.

Namun untuk kertas putih itu ia merasa heran, siapa yang mengirimkan dia surat? Apakah isinya tak lain adalah ujaran kebencian lagi?

Tak ingin terus menerka-nerka apa isi dari surat tersebut, segeralah dibuka lembaran kertas yang terlipat itu.

'Your innocence and how adorable you are, makes me addicted to falling in love.' – J.

Setelah membacanya kedua alis Asya bertaut. Segeralah ia menatap sekitarnya mencari keberadaan seorang yang mungkin saja mengirimkan surat itu. Namun nihil, tak ada seorang pun yang ia dapati. Ia benar seorang diri.

Asya kembali menundukkan kepalanya. Rasa penasarannya memuncak ingin mengetahui siapa sosok J dibalik surat tersebut.

***

6.53,

Nampak seorang gadis dengan rambut panjang terurai berlari menuju kelasnya yang mulai ramai, ia nampak terburu-buru karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

Dengan nafas tersengal-sengal ia duduk di kursi sebelah kanan Asya. Siapa lagi gadis itu jika bukan Lenny. Netra gelapnya menatap Asya yang tengah kebingungan.

"Hello, Lady Lenny in here. Heh, lo kenapa, Sya?"

Mendengar suara cempreng nan nyaring itu Asya tersadar dari lamunannya kemudian menoleh, menatap sahabat cantiknya itu. Disodorkannya secarik surat tadi. Lenny tanpa basa-basi mengambil kertas putih yang disodorkan padanya, lalu membacanya dengan mimik wajah serius.

"Wahh! J.. J saha, Sya? Hmm apa mungkin Joko anak IPS 1 pacarnya wulan? Atau mungkin pak Jamal satpam sekolah?!" Suara nyaring itu menggelegar ke seluruh bagian kelas sehingga keduanya menjadi pusat perhatian di kelasnya saat itu juga. Asya menutupi mulut sahabatnya itu.

"Lenny jangan teriak kenapa, sih? Malu tau," Seru Asya dengan nada kesal namun hanya dijawab kekehan oleh lawan bicaranya.

"Lagian ya kali pak Jamal suka sama gue. Inget dia udah punya dua bini." Mendengar Asya menggerutu Lenny hanya mengangguk kecil. Ia juga mendengar kabar pernikahan kedua satpam sekolahnya itu yang berlangsung dua bulan lalu.

Tak lama Lenny menggenggam tangan Asya, lalu menatapnya serius. Netra keduanya bertemu. Asya juga menatapnya tak kalah serius, ingin tahu lebih apa yang ingin disampaikan oleh Lenny.

"Bisa jadi, lo mau dijadiin bini ketiganya, Sya,"

Sontak setelah mendengar perkataan Lenny, Asya menganga lebar dengan mata berkedip secara berulang-ulang. Tanpa ragu ia jitak kepala gadis di hadapannya itu. Bisa-bisanya Lenny berfikiran demikian.

Lenny mengaduh dengan wajah tanpa dosa dan bibir yang dikerucutkan. Namun tak lama kemudian ia kembali menatap Asya dengan raut wajah serius.

"Gua punya cara biar kita bisa tau siapa pengirim surat itu," Asya menoleh, menatap Lenny dengan tatapan ragu. "Nggak kali ini serius, gua janji."

Pasrah dengan sahabatnya itu, Asya akhirnya mendekatkan kupingnya ke arah Lenny. Membiarkan gadis itu membisikkan rencananya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, Lenny dengan segera membisikkan rencananya yang menurutnya sangat bagus.

Setelah mendengar rencana Lenny, Asya menatap sahabatnya itu. Tangan kanannya menepuk pundak Lenny pelan dengan ekspresi wajah bangga dan senyum lebar. Tak lupa kepala Asya yang sedari tadi mengangguk-angguk. Asya baru tahu sahabatnya itu bisa berfikir dengan sangat pintar.

***

Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat. Tanpa Asya sadari besok adalah final untuk lomba futsal.

Seperti hari-hari sebelumnya, surat dengan inisial J sebagai pengirimnya terus menerus berada di atas meja Asya setiap paginya. Dengan isi yang sama tentunya.

Asya terduduk dengan wajah menengadah ke atas, menatap langit-langit kelasnya. Seperti dia benar-benar harus mengikuti saran Lenny jika ingin mengetahui siapa orang berinisial J tersebut.

***

ㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ    *❛⌗ˆּ๋᳝ۣٞׄHIRAETH°⸙̸⃘۪۪੭ ❜* - Flashback On ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

6.34,

Udara dingin menerpa tubuh mungilnya. Ini mungkin terlalu pagi untuk Asya datang ke sekolah. Tapi mau bagaimana lagi, ini cara satu-satunya untuk mengetahui siapa pria berinisial J tersebut.

Asya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia mendengus kesal. Lenny pasti belum datang, ucapnya dalam hati sambil menghentakkan kakinya ke tanah.

Tak lama, seorang gadis turun dari mobil mewahnya dengan rambut terbungkus handuk kecil. Karena terburu-buru ia tidak sempat mengeringkan rambutnya. Siapa lagi gadis itu jika bukan Lenny?

"Gila, Sya. Demi lo gue rela bangun pagi," Celoteh Lenny padahal dia sendiri yang memberikan ide tersebut. Gadis itu nampak mengantuk bahkan berkali-kali mengucek matanya.

Tanpa menunggu lama Asya menarik tangan Lenny, berjalan menyusuri lorong sekolah, menembus keheningan yang ada. Jika terlambat ia khawatir seorang berinisial J itu tidak akan mereka temui.

Hingga akhirnya keduanya sampai di depan kelas. Dan nampak dari luar, seorang lelaki bertubuh tegap tengah berdiri tepat di samping kursi Asya, meletakkan secarik kertas diatasnya. Tangan kiri lelaki itu tengah menenteng sebuah kresek hitam yang diyakini sampah-sampah yang biasa ditaruh pembenci Asya pada meja gadis itu.

Asya mendekati laki-laki itu dengan perlahan tanpa mengeluarkan suara apapun, meninggalkan sahabatnya yang melihat dari luar kelas. Dengan ragu ia menepuk pundak pria tersebut, membuat empunya terperanjat dan sontak saja menoleh ke arah Asya. Menampilkan wajah tampan nan rupawannya.

Dan kini terpampang jelas wajah lelaki itu dihadapan Asya dan Lenny. Kedua gadis itu mau tak mau menganga.

Bahkan Lenny yang sebelumnya mengantuk kini merasa segar bugar dan langsung mendekati lelaki dan wanita dihadapannya itu.

"Kak Jidan?! Waww!" Seru Lenny heboh dengan tangan kanan menutupi mulutnya. Sedangkan tangan kirinya sedari tadi menepuk-nepuk pundak Asya.

"Kakak suka sama Asya? Serius?!" Lenny kembali mengeluarkan suara cemprengnya.

Jidan terpaku di tempatnya. Bingung harus merespon bagaimana pertanyaan Lenny barusan.

"Jadi yang selama ini bersihin meja juga taruh surat itu kakak?" Kali ini Asya yang bersuara, membuat Jidan yang sedari tadi hanya terdiam kemudian menoleh pada gadis itu. Menatap gadis cantik yang selalu mengintai isi kepalanya itu.

Jidan mengangguk mantap sambil mengulum senyuman terbaiknya. Dengan lembut ia tarik tangan kanan Asya. Digenggamnya lembut tangan itu. Jidan menatap netra milik Asya. Membuat jantung Asya berdegup kencang, pipinya pun bersemu kemerahan layaknya kepiting rebus.

"Iya, Sya. Aku yang lakuin itu semua. Dan iya, aku suka sama kamu, Sya. Aku jatuh cinta sama kamu. Bukan sebatas rasa kasihan."

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang