HIRAETH - 23

2 3 0
                                    

"Asya? Udah pulang— Loh? Kenapa?"

Rakan terperanjat melihat Asya yang berjalan melewati pintu dengan mata sembab dan langkah kaki yang lemah. Ada apa dengan adiknya? Mengapa air mata dari kedua mata gadis kecilnya itu tak kunjung berhenti?

Rakan mendekat, memegang kedua bahu Asya. Menatap lekat manik mata coklat gelap yang sama dengannya itu. Gadis itu nampak tak bersemangat. Oh Tuhan, apa yang terjadi pada adiknya kali ini?

Rakan semakin kaget tatkala menyadari perban di kening adiknya. Apa yang terjadi saat dirinya pergi? Bagaimana luka dan tangis menjadi pemandangan pertama saat ia kembali bertemu dengan adiknya itu?

Sungguh saat ini Rakan sangat khawatir, dadanya seakan terasa sesak menyadari bahwa dirinya lalai dalam menjaga sang adik. Tak lama kemudian Regan dan Lenny masuk membuat perhatian Rakan teralihkan.

Rakan menatap kedua wajah itu, salah satunya wajah yang nampak asing di hadapannya. Namun daripada mengetahui siapa sosok wajah baru yang tak lain adalah Regan tersebut, Rakan lebih ingin mengetahui apa yang terjadi dengan adiknya.

"Lenny, Asya kenapa?" Ucap Rakan setengah berteriak, suaranya terdengar parau menahan tangis. Ya, Rakan ingin menangis saat ini juga melihat kondisi adiknya yang terbilang sangat menyedihkan. Namun, mengingat Rakan adalah satu-satunya kakak yang dimiliki Asya ia harus tetap tegar dan berusaha menguatkan adiknya itu, bukan?

Lenny menatap Rakan hendak menjelaskan, namun sebelum itu tangisnya pecah. Ia merasa tidak berguna sebagai seorang sahabat. Lenny hanya mampu menundukkan kepalanya sambil mengucapkan kata maaf berulang kali.

Rakan menatap sendu gadis yang merupakan sahabat dari adiknya tersebut. Matanya beralih menatap ke arah Regan, seakan-akan tatapannya ingin menanyakan hal yang serupa seperti yang ia tanyakan pada Lenny tadi.

Regan menjelaskan semuanya, mulai dari bagaimana Nelitha dan Tanara membully Asya hingga memotong rambut gadis itu, juga bagaimana Jidan berkhianat, hingga apa yang dikatakan Pak Yanto tadi siang. Regan menceritakan semua kejadian itu dengan rinci tanpa melewati bagian apapun.

Rakan meringis dalam hati saat mendengar cerita yang dituturkan oleh Regan. Bagaimana orang-orang itu memperlakukan adiknya dengan begitu buruk?

Regan memejamkan matanya, rahangnya mengeras, dengan susah payah kini dirinya menahan emosi yang dipastikan dapat meluap sewaktu-waktu.

"Asya," Panggilnya lembut dengan tatapan mata sayu pada sang adik. Asya membalas tatapan itu, menatap netra gelap milik sang kakak. Tenang, Asya dapat merasakan itu saat sang kakak perlahan mendekap erat tubuhnya. Seakan-akan seluruh lara dalam jiwanya melebur bersamaan dengan tangan sang kakak yang melingkari tubuhnya.

Asya menangis semakin kencang. Seluruh sesak dalam dadanya ia keluarkan dalam bentuk tangis. "Sayang. Sayang tenang, yah? Kakak ada disini. Kakak udah pulang, sayang. Asya nggak perlu khawatir, kakak bakal selesaikan semuanya." Ucap Rakan menenangkan yang dapat terdengar jelas ditelinga Asya. Asya mengangguk, semua keluarganya jauh di benua sana, dan kini ia bersyukur sang kakak kembali untuk menyelesaikan semuanya.

Rakan melepaskan dekapannya saat suara tangis Asya mulai mereda. Diusapnya bulir-bulir air mata tangis di pipi Asya. Rakan menangkup kedua pipi Asya, membuat kedua netra keduanya bertemu kembali. Rakan memandang Asya seolah-olah meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja setelah ini.

"Kita bakal buat mereka jera, okay? Kita lakuin sama-sama."

***

Seorang pria memasuki halaman sekolah dengan langkah tegapnya. Tiap sorot mata memandangnya dengan tatapan kagum. Tubuh tegap, wajah tampan yang seakan tidak nyata. Tidak lupa pakaian yang dikenakan pria itu saat ini semakin menambah daya tarik tersendiri juga membuat jiwanya seakan lebih muda dari usia sebenarnya.

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang