HIRAETH - Epilog

9 1 0
                                    

2 Tahun kemudian di London,

Setahun setelah ia memutuskan tinggal kembali di London bersama keluarganya, terdengar kabar bahwa Jidan memutuskan hubungan pertunangannya. Ntah apa alasan pria itu. Yang pasti berita tersebut sempat menjadi berita hangat di kalangan para alumni. 

Dan kini, pada malam ketika sebuah notifikasi memecahkan keheningan yang ada. Asya mengambil ponsel genggamannya yang ia letakkan di atas nakas samping tempat tidur.

Cukup membaca username yang tertera saja Asya dapat mengetahui siapa pengirim pesan tersebut.

J • Now
I miss you.

Asya menghembuskan nafas panjang, beralih menatap keindahan kota di balik jendela apartemennya. Suara lirih Asya terdengar menembus keheningan, "Andai kamu kembali lebih cepat, Kak Jidan." Semuanya sudah terlambat untuk Jidan kembali padanya. 

Asya terdiam kembali, tak lama dapat dirasakannya sebuah lengan besar memeluk pinggang kecilnya dari belakang, memberikan kehangatan pada tubuh mungilnya itu. "I love you, Asya."

Senyum mengembang dari bibir Asya, tak ada yang perlu dikhawatirkan selama pria itu berada disini. Pria yang menemaninya selama 8 bulan lamanya.

Memang benar, tak ada yang abadi di dunia, begitupun dengan duka yang menyelimuti jiwa Asya selama ini. Jiwa yang terluka karena merindukan sosok Jidan perlahan membaik.

"I love you too, Regan." Asya menggenggam erat tangan Regan. 

Menikah dengan Regan adalah suatu hal yang tidak pernah terbayangkan oleh Asya sebelumnya. Mengingat bagaimana sempurnanya pria itu, juga dalamnya perasaan Asya pada Jidan. 

Namun setelah berbulan-bulan berusaha Regan berhasil mengobati luka hati Asya, menggantinya dengan sebuah perasaan baru yang jauh lebih indah. 

Regan tidak banyak bicara memang, pria itu akan langsung melakukan sesuatu yang menurutnya terbaik. Tak banyak janji yang keluar dari bibir pria itu, tapi lebih banyak tindakan yang menunjukkan betapa serius perasaan Regan padanya.

Asya bersyukur memiliki pria itu sebagai pendampingnya kini. Selain karena semua yang dijabarkan tadi, Regan juga sangat sabar menunggu melupakan semua trauma yang dialaminya. Regan yang menemaninya saat bayangan menakutkan itu terbayang dalam pikiran. 

***

Sedangkan itu di sisi lain London,

Seorang pria tua berjalan mendekati saat Jidan baru saja selesai membawakan lagu Talking to the Moon oleh Bruno Mars di sebuah cafe pinggiran kota.

"Apa yang membawamu ke London?" Tanya pria tua dengan rambut yang mulai memutih. 

Jidan menyisir rambutnya yang mulai memanjang dengan tangan, lalu menyesap nikotinnya dalam-dalam. Membiarkan zat adiktif tersebut mengisi setiap ruang dalam dadanya. "Rasa penyesalan atas pengkhianatan."

"Kamu mengkhianati seseorang?" Jidan mengangguk.

Pria itu terlihat menatap lekat ke arah Jidan, memperhatikan penampilan Jidan dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Pasti dia seorang yang kamu cintai?" Jidan terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut.

***

Hari berlalu dengan begitu cepat. Bahkan tanpa terasa dua tahun sudah Jidan menjalani hidupnya dengan berjuta rasa rindu juga penyesalan. 

Jidan masih mengingat Asya, meski tak pernah diketahui pasti apakah Asya juga mengingatnya. 

Berita pernikahan Asya menjadi suatu yang menghebohkan bagi para alumni, begitupun bagi Jidan. Dia sudah berbahagia, ujar Jidan dalam benaknya.

Setidaknya mendengar berita itu membuat jiwa Jidan lebih damai. Ia merasa gadis itu mulai memaafkan masa lalunya juga kesalahan Jidan terhadapnya.

Lalu bagaimana dengan Jidan? Apa yang dilakukannya selama dua tahun ini? Jidan berkelana, menyusuri setiap tempat yang belum pernah disinggahi olehnya. Membuat kenangan baru dengan tempat dan orang yang baru juga tentunya.

Jidan banyak mendengar cerita dari orang-orang yang dikenalnya selama dua tahun itu. Topik bullying menjadi salah satu yang menarik perhatiannya meski terkadang setelah membahasnya rasa bersalah kembali dirasakan. 

Dan kini Jidan kembali ke kota asalnya, tempat dimana dirinya dan Asya bertemu. Rasa rindu membawanya ke tempat-tempat yang pernah dilaluinya bersama Asya. 

Jidan duduk di tempat yang sama saat dirinya berjanji akan selalu membuat Asya bahagia, taman kota. Jidan memejamkan matanya, menikmati udara yang memenuhi ruang dalam dadanya. 

Tempat ini tak pernah berubah, masih indah dan asri seperti dulu. Yang berubah hanyalah Jidan datang kesini seorang diri tanpa Asya. 

Jidan menengadah, menatap langit yang mulai memerah pada sore hari itu dengan dahi mengerut. Sayup-sayup dapat ia dengar suara tangis di sekitarnya. Tangis yang terdengar amat menyakitkan.

Jidan menoleh, mendapati seorang gadis tengah menundukkan kepalanya dengan kedua lutut tertekuk. Bau amis keluar dari tubuh gadis itu. Jidan dengan jelas dapat melihat sisa-sisa telur mentah yang berada di rambut si gadis. 

Dilihat dari seragamnya sepertinya gadis itu berasal dari SMA yang sama seperti yang ditempati Jidan dulu. Dengan ragu Jidan mendekati gadis yang duduk tak jauh darinya tersebut. 

Kondisi rambut, pakaian, sepatu dan tangisnya membuat Jidan mengingat Asya. "Hei? Kamu gapapa?" Jidan bertanya dengan nada khawatir membuat gadis itu menghentikan tangisannya secara tiba-tiba dan beralih menatap Jidan. 

Gadis itu terlihat was-was, mungkin karena Jidan adalah orang asing baginya. "Jangan takut. Saya cuman khawatir kamu kenapa-napa," Ujar Jidan lembut seraya mendudukkan tubuhnya tepat disamping gadis itu tanpa menghiraukan bau amis yang kian menyengat. "Kamu boleh cerita soal apapun." Sambung Jidan, tatapannya fokus menatap dua angsa yang tengah berenang di danau. 

Merasa Jidan bukan orang yang berbahaya, gadis itu mulai menceritakan tentang dirinya. Berawal dari namanya, Asya. Sedikit mengejutkan bagi Jidan namun pria itu memilih bungkam dan tetap berusaha mendengarkan cerita gadis yang bernama Asya itu.

Gadis yang malang, kedua orang tuanya berpisah, ia hidup bersama sang mama yang sangat sibuk dengan pekerjaan demi bisa menafkahi dirinya. Hingga tanpa disadari Asya tumbuh dengan rasa kesepian. Teman-teman di sekolah membullynya, menjadikannya bahan olokan oleh karena sifat pendiam dan dirinya yang berasal dari keluarga kurang mampu. 

Jidan terenyuh, Asya yang ini dengan Asya yang dikenalnya sama-sama pernah mendapat perlakuan tidak mengenakkan selama masa sekolah. Bedanya, Asya yang baru dikenalnya ini kurang beruntung. Jika Asya yang dicintainya memiliki keluarga juga teman yang mendukungnya, maka Asya yang baru dikenalnya tak memiliki siapapun. Ia seorang diri menahan sakit dan perlakuan keji dari teman-temannya. 

Jidan tersenyum lebar, membuat Asya menghentikan ceritanya dan menatap heran kepada pria baik yang baru dikenalnya itu. Jidan menoleh, kembali memberikan tatapan lembut juga hangat pada Asya.

"Kita berjuang bareng-bareng, yah? Saya yakin kamu bisa keluar dari masalah ini." Kali ini Jidan tidak hanya berjanji pada gadis itu, tapi juga berjanji pada dirinya sendiri. Tidak akan pernah ia biarkan seorang mengalami apa yang dirasakan mantan kekasihnya dulu. Jidan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. 

HIRAETH - The End

Hiraeth, kata yang umum diucapkan oleh orang-orang Welsh. Memiliki arti yang sangat indah, yakni kerinduan atau nostalgia, kerinduan atau keinginan yang tulus, dan rasa penyesalan.

Bagi sebagian orang, kata ini merujuk pada rasa kehilangan sesuatu atau kerinduan terhadap rumah.

Kisah antara Jidan dan Asya berakhir, namun tidak dengan kehidupan keduanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang