Chapter 16: Memori ; Kim Seokjin & Kim Namjoon

413 74 12
                                    

Sorry For Typo
.
.
Selamat membaca.
.
.

Di dalam sebuah kamar, empat tempat tidur berjejer tak ber-pemilik – di masing-masing kepala tempat tidur terukir nama pemilik terdahulu, tempat tidur berukiran ‘TaeTae’ yang kini di tempati Jaesuk juga kosong berantakan, namun erangan kesakitan t...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dalam sebuah kamar, empat tempat tidur berjejer tak ber-pemilik – di masing-masing kepala tempat tidur terukir nama pemilik terdahulu, tempat tidur berukiran ‘TaeTae’ yang kini di tempati Jaesuk juga kosong berantakan, namun erangan kesakitan terus terdengar dalam kamar.

Semakin lama erangan semakin pilu terdengar, di lantai dekat tempat tidur yang ia tepati, Jaesuk terus berguling ke sana ke mari dengan mulut terus mengeluarkan suara erangan kesakitan. Badannya sudah di basahi oleh peluh, seragam sekolah yang belum sempat di ganti –sudah lepek dan sangat kucel.

Entah sudah berapa pula helai rambut terlepas dari kepalanya oleh tangan yang masih setia mencengkeram dan menarik kasar.

Namun, sakit itu belum juga reda, malah bertambah sakit seiring kenangan yang seakan menunggu giliran untuk menyerbu masuk ke dalam kepalannya.

“Ku mohon hentikan. Ini sakit sekali.”

“Argggg..” bahkan jejak air mata di sudut mata tak kunjung mengering, pertanda cairan bening itu terus keluar dari matanya menahan sakit yang begitu amat.

Jauh dari asrama murid laki-laki, dalam ruang perpustakaan Namjoon mencoba menenggelamkan diri pada buku di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jauh dari asrama murid laki-laki, dalam ruang perpustakaan Namjoon mencoba menenggelamkan diri pada buku di hadapannya. Perpustakaan menjadi tempat pilihan Namjoon untuk menenangkan pikiran, menjadikan buku-buku sebagai pelarian. Berharap kalimat per kalimat tertulis rapi pada kertas  mampu mengalihkan pikiran pada seseorang, nyatanya tidak.

Begitu pun dengan Jin yang duduk sebelah Namjoon, mencoba masuk ke dunia dreamland, menggunakan buku pilihan Namjoon sebagai ganjalan kepala di atas meja. Mencoba menyusuri dunia dreamland di tengah kesunyian perpustakaan begitu sulit bagi Jin sekarang. Biasanya melakukan adegan ini tidak sulit, malah hanya butuh beberapa detik saja.

Satu bingkai dengan dua adegan berbeda. Namjoon mencoba tenggelam dengan buku di tangannya. Jin mencoba hanyut di dunia dreamland menjadikan buku sebagai bantal.

“Haahh..” Jin menghela nafas kasar, membuka mata dan tentu saja langsung di suguhi adegan Namjoon tengah fokus membaca.

“Joonie.”

The Tower Magic Of Shadow (Sequel) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang