22 🍒 keluarga yang bagaimana

4K 717 68
                                    

"Mama mau keluar kota tiga hari. Besok pagi berangkat."

Sebaris kalimat yang dilontarkan Irene itu sontak membuat gerakan tangan Karina yang mengaduk sup jagungnya berhenti. Wajah kecilnya mendongak, memandang sang mama dengan tatapan terkejut sekaligus penuh tuntutan. "Kemana? Kenapa Mama baru bilang ke Karina sekarang?"

"Ke Malang," jawab Irene. "Mama juga baru tau tadi sore karena harus gantiin kolega Mama yang ayahnya siang ini meninggal."

"Terus Rina sama siapa?" sendok di tangan Karina diletakkan di meja, sup jagung kini terlupakan.

"Kak Ye--"

"--Ma, Kak Yeri gak mungkin diijinin papanya buat nginep di sini," selaan Karina berhasil membuat Irene mengatupkan bibirnya. "Jadi Rina sama siapa? Sendiri?"

Sebenarnya ditinggal Irene keluar kota bukanlah masalah besar bagi Karina. Sewaktu di Paris, di umurnya yang ketujuh belas tahun, Karina pernah ditinggalkan sendirian selama empat hari kala Irene harus berangkat ke Dijon untuk bekerja. Tetapi, tentu saja sekarang keadaannya berbeda. Meskipun Karina berani hidup tanpa Irene selama tiga hari ke depan, bagaimana jika sesuatu terjadi pada dirinya atau pada mamanya dalam perjalanan? Karina tidak punya siapa-siapa di sini selain Irene dan Yeri, dengan catatan bahwa kakaknya saat ini adalah pengecualian karena sirkumstansi di dalam keluarga mereka.

"Karina mau ikut Mama?"

"Gak bisa. Lusa Rina harus presentasi kelompok atau nilai langsung C kalau absen."

"Mama juga gak mungkin batalin keberangkatan ini, Sayang," ujar Irene. "Jadi gapapa ya, Karina sendiri dulu selama tiga hari ke depan? Nanti makan bisa delivery, ke kampus juga pakai ojek online. Udah belajar kan, sama Hema cara pakainya?"

Karina mengiyakan perkataan Irene dalam diam seraya kembali melanjutkan aktivitas makannya yang sempat tertunda. Tentu saja temannya itu sudah mengajarkannya cara menggunakan aplikasi hijau yang siap melayani pengguna 24 jam. Hema pula lah yang mengunduh aplikasi tersebut di ponselnya tanpa diminta. Praktik pertama Karina sebagai pengguna aplikasi iitu adalah dengan memesan mobil yang mengantarkan dirinya dan Hema dari kampus ke Starbucks yang berjarak lima kilometer dari kampus. Cowok itu bahkan mentraktir Karina almond croissant sebagai hadiah karena sudah berhasil melakukan order pertamanya tanpa halangan yang berarti.

"D'accord," sahut Karina, menuntaskan setengah gelas air putih guna melancarkan pencernaannya. "Semoga tiga hari ke depan semuanya baik-baik aja."

🍒🍒🍒

Seperti mantra pembawa sial, perkataan Karina di meja makan berbuah masam. She jinxed it. Belum genap dua hari Irene ke Malang, Karina sudah dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya: gedung apartemennya dipenuhi oleh belasan orang yang membawa mikrofon beserta kamera.

Belum sempat memproses apa yang terjadi, dengan posisi masih berada di dalam mobil ojek online yang dia tumpangi dari kampus, ponsel Karina tiba-tiba berbunyi sangat nyaring.

Keningnya mengernyit ketika melihat satu kontak yang terasa sangat mustahil menghubunginya mengingat dia merasa mereka tidak mempunyai urusan lagi sejak terakhir kali bertemu.

"Karina, kamu di mana sekarang? Sama mama kamu?"

"Di-di depan apartemen. Mama lagi kerja di Malang." entah kenapa dia tiba-tiba merasa gugup. Wajah para reporter--siapa lagi yang membawa mikrofon dan kamera selain reporter, kan?--yang sinari oleh lampu penerangan gedung setinggi dua puluh tujuh lantai membuat Karina mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil.

"Syukurlah kamu enggak di dalam," suara di seberang sana kembali terdengar. "Ayah asumsikan mereka belum ngeliat kamu karena sekarang kamu masih bisa jawab Ayah dengan lancar. Iya, kan?"

[✔] JuicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang