Sinar jingga kembali datang, mewarnai langit sebelum gelap menyerang. Di bawah langit yang sama, aku dan kamu duduk di kursi tua, menyaksikan matahari meredup sebelum akhirnya tenggelam di telan gelapnya malam.
Kita tertawa, saat matahari itu sudah hilang sepenuhnya. Lantas orang-orang yang ada di sekitar, menatap aneh. Mereka mengerutkan kening, menganggap kita gila, tertawa hanya karena melihat matahari tenggelam. Apa yang menggelikan? Pikir mereka.
"Kau tahu apa yang lucu dari matahari itu?" Kau bertanya di sela-sela tawa mu yang renyah. Sinar lampu kuning temaram kini menyorot wajahmu yang rupawan. Menunjuk langit yang mulai menggelap dari atas gedung tinggi ini.
Aku mengangguk mantap, lantas menjawab di sela tawaku. "Ya aku mengerti, aku sangat tahu apa yang lucu dari matahari terbenam," jawab ku menatap hangat wajah mu.
Dada ku berdebar, semakin menggila saat tatapan hangat mu menyelimuti ku. Juga, senyum manis yang tak dapat ku lihat setiap hari itu.
Kita bertatap muka dalam waktu beberapa detik, beradu pandang ingin menyelami mata masing-masing, sebelum akhirnya kita memalingkan wajah, kembali melihat langit malam.
"Matahari selalu saja pergi, tapi juga selalu datang kembali untuk menghangatkan bumi," ucap kita kompak dengan mata menerawang jauh.
Aku lalu terkekeh geli. "Seperti kita," ucapku sambil tersenyum manis melihat mu.
"Ya,seperti kita," ucap mu setuju, mengangguk lalu menatap bola mataku yang berbinar.
"Selalu berpisah tapi tak dapat di pisahkan, selalu bersama tapi tak dapat selalu bersama." Lagi-lagi kita mengucapkan kata yang sama secara serempak. Saling memandang, dengan tatapan dan arti kata yang hanya kita dan Tuhan yang tahu.
~Ridada~
Halo Fren!?
I hope u like it
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
aku dan aksara {Sajak Puisi, Prosa}
Poetry[Antologi puisi, prosa] Berisi rangkaian kata acak, abstrak dan gak jelas. Ketika mulut tak dapat bersuara, hati tak bisa berbicara maka aksara menjadi solusinya. Aku saranin kalau mau baca, menggunakan font paling kecil dan juga latar warna hitam R...