Kau datang, meminta izin untuk tinggal di hati ku yang kau sebut rumah.
Membujuk, inginkan sebuah kunci agar terbuka.
Tapi, aku ragu.
Sebab, banyak yang hanya singgah
Lalu pergi tanpa dapat di cegah.Tapi kau meyakini
Bahwasanya, kamu tak seperti mereka.
"Aku berbeda," katamu.
"Aku akan selalu ada dan merawat rumah itu."Dengan bujuk rayu, akhirnya luluh juga si puan ini.
Lantas mengambil kunci dan memberikannya pada tuan
Dengan pesan,
"Jangan pernah pergi, tetap lah di rumah ini."Kau mengangguk,
Membuka pintu dengan izinku. Menempatinya dengan damai.Lambat laun, hati puan merasa nyaman dengan adanya si tuan. Tapi tidak dengan mu yang ternyata bosan.
Ah, di sinilah relung rasa di pangkas paksa.
Kau pergi, merobek dindingnya untuk melarikan diri.Tak acuh pada si puan yang meraung-raung minta pulang.
Jangankan pulang, untuk mendengar saja, kau segan.Puan menyesal,
Sesal karena membiarkan tuan mengambil alih rumah satu-satunya, bahkan sampai merusak meninggalkan sesak.Kini rumah itu, tak siap lagi tuk di tinggali.
Lantaran tak ingin tersakiti kembali.
Puan bahkan terlalu takut untuk membuka hati.Pada,
mereka yang benar-benar peduli.~Ridada~
Hai Fren! Jika suka, silakan tekan bintang di pojok kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
aku dan aksara {Sajak Puisi, Prosa}
Poetry[Antologi puisi, prosa] Berisi rangkaian kata acak, abstrak dan gak jelas. Ketika mulut tak dapat bersuara, hati tak bisa berbicara maka aksara menjadi solusinya. Aku saranin kalau mau baca, menggunakan font paling kecil dan juga latar warna hitam R...