Selamat membaca gaes ....
Anne mengangguk-angguk melihat Sang Ibu yang sedang memasak. Dengan luwesnya Sang Ibu menjelaskan cara memasaknya. Apalah daya Anne tidak memiliki niat untuk mendalami dunia memasak. Ia hanya mendengarkan dengan baik meski tidak tersampaikan ke otak dengan benar. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak dua bulan lalu di mana Anne sudah sadar dari pingsannya.
"Jangan angguk-angguk saja! Ayo praktik 'kan sekarang!" titah Sang Ibu yang mendapat wajah kaget dari Anne.
"Ah.. Ibu. Dari pada itu, Aku punya hal yang lebih penting. Ada buku baru di Toko Tuan Josh. Bolehkah Aku ke sana Bu?" harap Anne memberika wajah termanisnya.
"Tidak!" tolak Sang Ibu tegas.
Anne bangkit dari duduknya dan berjalan tanpa niat ke arah bilik dapur. Ia mengenakan apron dan memulai mengaduk adonan sesuai instruksi Sang Ibu. Anne memasang wajah cemberut, mengaduk asal, dan berakhir dengan omelan ibunya.
"Bagaimana bisa seorang gadis tidak pandai memasak? Apa Kau akan jadi wanita manja yang mengandalkan pelayan?" cecar sang Ibu.
Anne menyingkir. Ia bukannya tidak bisa memasak, hanya saja berbeda jenis. Ia tidak bisa memasak segala jenis kue. Tapi masakan untuk menu sehari-hari, tentu saja Ia ahli. Hidup sendiri selama bertahun-tahun membawanya harus mandiri. Tapi kue bukan ranahnya.
"Kenapa Kau mengomel sedari tadi Countess?" sebuah suara dari belakang Anne menginstrupsi omelan Sang Ibu.
"Ayah!" pekik Anne manja dan langsung bergelayut di lengannya.
Tuan Earl, Ayah dari Anne pulang sebelum waktunya makan siang. Tidak seperti biasanya, mungkin saja ada hal penting yang perlu di urusnya.
"Ck! Kau selalu memanjakannya terlebih sejak Anne pingsan. Dia harus bisa menguasai satu hal. Dan memasak hal yang harus dikuasai wanita," keluh Sang Ibu.
"Ibu, Aku masih muda. Banyak hal yang harus Aku lakukan selain berkutat di bilik dapur. Benarkan Ayah?" elak Anne dan meminta pembenaran dari Sang Ayah.
Sang Ibu memutar bola matanya jengah. Perdebatan hari itu berakhir dengan pembelaan Sang Ayah.
"Astaga! Sepertinya Aku akan mati tanpa menimang cucu," sindiran keras dari Ibu untuk Anne yang berhasil mendapat pembelaan dari Sang Ayah.
Anne kesal. Ia keluar dari dapur dan memilih pergi untuk membaca. Pembahasan tentang pernikahan adalah hal yang harus Anne hindari. Ia tidak habis pikir di usianya yang masih muda tidak habisnya orang tuanya menyudutkan tentang pernikahan. Ini termasuk pernikahan dini, dan Anne menolak mentah-mentah.
Anne memandang kuda bersurai emas bercampur perak yang ada di halaman rumahnya. Kuda yang sangat cantik. Anne menatap penuh minat dan perlahan tangannya terjulur untuk mengelus bulu-bulunya.
"Halus," gumam Anne merasakan kelembutan dari bulu kuda.
"Aku akan minta Kak Morgan mengajariku berkuda," celetuk Anne tanpa pikir panjang. Kenapa Ia tidak terpikirkan sejak lama? Kalau Anne bisa berkuda, Ia bisa bebas mencari hal yang selama ini belum terjawab. Dari pada mengandalkan kereta kuda yang butuh izin dari orang tuanya. Dan tentunya sulit karena harus memberikan alasan logis.
"Aku bisa mengajarimu berkuda," timpal seseorang membuat Anne berjengit kaget.
Wajah Anne terlihat sangat kaget sampai tidak sadar kakinya menginjak ranting dan kehilangan keseimbangan. Sebelum itu terjadi, Pangeran menarik tangannya hingga Anne tidak terjatuh.
Anne semakin dibuat terkejut karena jarak mereka tidak lebih dari sejengkal. Anne bisa melihat dengan jelas mata emas Pangeran yang meneduhkan. Wajah tampannya terlukis sempurna serta deru napasnya menerpa wajah Anne.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECOND MISSION
Historical FictionHelen adalah detective muda di kantor polisi Munghai. Dia mendapat hadiah sebuah novel berlatar kerajaan dari sahabatnya, Mia. Dan Ia berjanji akan menyelesaikan bacaannya semasa liburan kerjanya karena telah menuntaskan misi. Helen mengumpat Pria t...