Anne menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Setelah menerima teguran dari orang tuanya akan sikapnya yang tidak sopan menampar Pangeran. Anne hanya ingin sendiri. Mulutnya lancang membeberkan rahasia besar tentang dirinya. Tapi sudah terlanjur. Nasi telah menjadi bubur akan sulit menjadi nasi lagi 'kan? Bahkan itu kemungkinan yang tidak pantas menjadi mungkin.
Anne sudah mendapat balasan surat dari Pangeran. Ia tersenyum getir ketika kalimat 'akan memikirkan ulang pertunangan'.
"Apa Aku harus mengubah rencana?" monolog Anne seraya membuka buku catatannya. Buku yang sudah lama tidak Ia pegang. Buku pertama yang Ia pakai setelah sadar sebagai Anne.
Alasan klise menerima lamaran dari Pangeran adalah untuk memancing pelaku sebenarnya. Tapi rasanya si pelaku pun sudah mendengar berita pertengkaran mereka. Ini pasti menjadi kesempatan emas untuk mereka.
"Baiklah Aku harus mengubah rencananya," putusnya dan mencoret-coret buku yang dipegangnya. Berusaha mencari cara untuk menangkap pelaku dengan bukti yang kuat.
"Harga dirinya pasti tinggi. Dan orang-orang besar dibaliknya pasti banyak. Pun Raja tidak akan mudah percaya karena keluarga mereka sangat membantu perekonomian negeri ini. Tapi setelah Aku dekat dengan Pangeran pergerakan mereka belum dimulai. Mereka tidak mungkin menyerah," celoteh Anne seraya sibuk mencoret-coret di atas bukunya.
"Tai kalau Aku mundur apa mereka berhenti menyerang 'ku? Karena tujuan mereka adalah menjadikan putrinya pasangan Pangeran. Dan Pangeran adalah pewaris tahta tunggal. Suatu saat akan mewarisi semua yang ada di negeri ini. Dengan kata lain Pangeran akan menjadi Raja masa depan," celotehnya lagi.
CEKLEK!
Anne gelagapan dan buru-buru menyimpan bukunya di bawah bantal. Matanya menunjukkan keterkejutan meski bibirnya menyungging senyum manisnya.
"Kakak ...," gumam Anne dengan ulasan senyum paksanya. Hampir saja bukunya ketahuan dan Ia harus menjelaskan ribuan kata pada saudaranya.
"Apa yang sedang Kau lakukan?" tanya Morgan dengan tatapan selidiknya.
"Tidak ada," kilah Anne seraya menepuk sisi ranjangnya yang kosong. Menyuruh saudaranya untuk duduk dan mengobrol santai di senja itu.
"Kau sudah berdamai dengan Pangeran?" Tanya Morgan dan menjatuhkan bokongnya di ranjang Anne. Ia duduk di pinggir ranjang menghadap Anne yang masih duduk bersandar.
"Hmm, entahlah. Hari ini Kami hanya berkirim surat dan Aku menyampaikan untuk menenangkan diri masing-masing," jawab Anne santai.
"Sebenarnya hal apa yang memicu pertengkaran Kalian? Selama ini Kakak melihat hubungan kalian baik-baik saja bahkan Pangeran hampir setiap hari ingin melihatmu," tanya Morgan penasaran.
"Ini urusan sepasang kekasih, Kak. Kau carilah kekasih dan rasakan sendiri. Jangan mengorek informasi tentang hubunngan ku!" tolak Anne mentah-mentah.
Morgan terkekeh. Ia tidak sadar tindakannya terlalu ikut campur. Meski Anne adalah adiknya, tetap saja itu hubungan antar kekasih.
"Pangeran akan memikirkan ulang pertunangan Kami," celetuk Anne menceritakan isi suratnya. Tentu saja Ia tidak menunjukkan surat itu. Karena di dalamnya ada nama Helen yang akan menimbulkan pertanyaan besar.
"Apa? Lalu Kau tidak apa? Tap-," tanya Morgan terkejut.
"Aku tidak apa, Kak," balas Anne tenang.
"Tapi undangan pesta pertunangan bahkan sudah disebar!" pekik Morgan tidak percaya. Apa pertengkaran mereka begitu besar sampai berhubungan dengan acara pertunangannya? Bahkan orang-orang mulai memburu pakaian terbaik untuk menghadiri pesta pertunangan Pangeran.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECOND MISSION
Historical FictionHelen adalah detective muda di kantor polisi Munghai. Dia mendapat hadiah sebuah novel berlatar kerajaan dari sahabatnya, Mia. Dan Ia berjanji akan menyelesaikan bacaannya semasa liburan kerjanya karena telah menuntaskan misi. Helen mengumpat Pria t...