I Know You

3.5K 444 1
                                    

Anne terpaku. Napasnya tertahan. Sikap Pangeran yang tiba-tiba manis membuatnya tidak bisa bicara seketika. Pangeran menatapnya penuh cinta. Tenggelam pada mata yang menangkan.

"Aku mencintaimu, Anne. Jangan puji pria lain di depanku. Aku ... cemburu," ungkap Pangeran menyampaikan isi hatinya.

-----

Anne tenggelam dalam pernyataan Pangeran yang kesekian kalinya. Ia dengar dengan gamblang bahwa Pangeran mencintainya. Anne dengar dengan baik. Tapi tidak semudah itu Ia akan membalas pernyataan cintanya meski sudah menerima lamaran. Anne menarik tangannya canggung. Membenarkan posisi duduknya dan mengalihkan pandangannya. 

"Hmm, Aku... Aku harus ke ruang medis sekarang," ucap Anne dan berdiri dari duduknya. Ia pun menyerahkan bingkisan itu ke pangkuan Pangeran yang menatapnya geli.

"Tolong berikan pada Yang Mulia Raja dan Ratu. Countess menitip salam dan ucapan terima kasih," ucap Anne kemudian membungkuk hormat. 

"Saya permisi," kata Anne dan benar-benar pergi meninggalkan Pangeran bersama bingkisan kuenya.

Pangeran menghela napas berat mengantar kepergian Anne dengan tatapannya. Pangeran selalu menunggu. Menunggu balasan pernyataan cinta dari bibir Anne. Meski sudah menerima lamarannya tapi 'tak satupun kesempatan Anne membalas pernyataan cintanya.

'Mungkin Kau butuh waktu banyak untuk mengatakan itu Anne?' batin Pangeran dan melihat Anne berbelok ke arah koridor lain. 

Seseorang bersembunyi sedari tadi di bilik pohon dekat mereka. Menyaksikan kemesraan Pangeran dan Anne sedari awal. Tangannya mengepal kuat-kuat menahan emosinya agar tidak meluap. Rasanya sangat ingin memukul wajah cantik Anne hingga tidak pantas bersanding dengan Pangeran. Secuil senyum terbit mendapati ide menarik untuk menyingkirkan Anne. 

"Permainan baru saja di mulai, Lady Anne," gumamnya kemudian berlalu pergi.

-----

"Anda sangat teratur meminum obatnya jadi hasil kesembuhan lebih cepat," kata Sang Dokter setelah selesai pemeriksaan Anne.

Anne hanya mengangguk dan mengulas senyum sopannya. Ia pun merasa senang karena tidak ada hal serius yang bersarang di dirinya.

"Kalau saja semua pasien seperti Anda. Mungkin Saya tidak akan cepat menua," kata Sang Dokter lagi diakhiri kekehannya. 

Anne memahami bagaima Pria paruh baya di depannya menahan emosi saat berhadapan dengan pasien. Terutama pasien keluarga Raja. 

"Semoga Anda berumur panjang, Dokter," doa Anne kemudian berdiri dari duduknya. Ia menerima cairan obat yang harus diminumnya. Cairan itu berguna untuk menambah imun tubuh.

"Terima kasih sudah merawatku dengan baik, Dokter," kata Anne diakhiri salam hormatnya pada Dokter. 

"Itu sudah tugasku. Hati-hati di perjalanan pulang Lady," balas Sang Dokter dan Anne keluar dari ruang medisnya.

Langkahnya ringan menyusuri koridor yang tadi di lewatinya. Kini tidak ada hal lain lagi yang perlu Ia lakukan. Waktunya pulang dan menimkati rumah dengan bebas. Sesekali Anne mengulas senyum pada pelayan-pelayan yang melewatinya. Sekedar menyapa dan melanjutkan jalan. Sampai di pertigaan koridor sebelum sampai ke tempat kereta kudanya, Anne berhenti. Seseorang menghadangnya dengan ulasan senyum ramah yang menakutkan.

"Salam Tuan Marquess," ucap Anne memberi salam pada bangsawan Marquess.

"Lady Anne. Ini pertemuan pertama kita 'bukan?" tanya Tuan Marquess dengan wibawanya. Anne mengangguk sopan layaknya bangsawan lain. Ia harus bersikap seperti itu agar bangsawan lain tidak mudah meremehkannya.

"Benar Tuan. Dan Anda Ayah dari Lady Margaretha," balas Anne sopan.

"Ternyata Anda bisa mengenali ayah dari Lady Margaretha," ucap Tuan Marquess basa-basi.

"Bagaimana Saya tidak bisa mengenalnya? Pengaruh Anda sangat terkenal tentu saja Lady Margaretha menjadi sorotan semua mata. Apalagi anak Tuan sangat cantik," puji Anne sembari mengulas senyum palsunya.

"Terima kasih atas pujiannya, Lady Anne. Ngomong-ngomong ini pertemuan pertama kita. Aku mendengar banyak berita tentang Anda di istana," kata Tuan Marquess. Kini matanya menyorot dingin pada Anne meski bibirnya membentuk senyum sedari tadi.

"Ya ampun! Saya rasa cukup terkenal di sini. Jangan mudah percaya tentang berita-berita itu," kata Anne merasa lelah dengan sandiwara manisnya.

"Tentu saja. Lebih baik bertanya langsung pada orangnya. Kita tidak bisa percaya begitu saja dengan berita yang belum jelas. Bukankah begitu, Lady?"

Anne mengangguk menyetujuinya. Kemudian senyum Anne luntur ketika Tuan Marquess melontarkan pertanyaan.

"Termasuk berita tentang kedekatan Anda dengan Pangeran. Saya rasa hanya rasa tanggung jawab keluarga kerajaan karena Anda mendapat serangan di istana. Karena orang-orang sudah mengetahui dengan jelas kalau kandidat pasangan Pangeran adalah Lady Margaretha. Bukankah begitu, Lady?"

Anne maju selangkah lebih dekat dengan tatapan dinginnya. Menatap Tuan Marquess yang mencoba menggoyahkan hati Anne. Sayang sekali, Anne tidak terpancing. Ia hanya menyayangkan Tuan Marquess tidak mengetahui isi hati sebenarnya.

"Tentu saja. Tapi cinta tidak bisa dipaksakan, Tuan. Bagaimana bisa Kau memaksa seorang anak untuk memenuhi ambisi orang tuanya. Bisakah Saya sebut orang tua itu adalah kriminal?" ujar Anne secara tidak langsung menekan sisi emosionalnya Tuan Marquess.

"Kalau orang tua menderita. Apa anaknya layak untuk menderita juga?" ujar Anne melontarkan pertanyaan. Ia pun maju lebih dekat hingga berada tepat di samping Tuan Marquess.

"Tuan Marquess ..., Kau dalang yang menyerangku 'kan? Kau akan kesulitan menghadapiku," kata Anne penuh misterius.

TAP! TAP! TAP!

Anne melanjutkan langkahnya dengan anggun. Ia memberikan senyum sinisnya ketika meninggalkan Tuan Marquess yang terpaku. Menyapu koridor yang dilewatinya dengan aura kuat yang Anne pancarkan. Sedangkan Tuan Marquess mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rahangnya berderak dan siap meledak. Tapi tidak bisa, karena saat ini berada di area istana.

Meski status bangsawannya lebih rendah dari Marquess. Anne tidak bisa diam saja ketika pelaku yang diketahuinya terang-terangan berbicara. Mendorong anaknya sendiri ke jurang demi kata ambisi. Berapa banyak orang tua yang tidak sadar menyakiti anaknya sendiri? Berlindung dibalik kata sayang padahal perlahan menjemput kematian.

Dan Anne bersyukur hidup di keluarga yang membebaskan berekspresi. Meski hanya satu masalah yang saat ini melandanya. 'Kau harus menikah!' begitulah kata Sang Ibu yang selalu menjadi permasalahan bagi Anne.

Anne berhenti melangkah di tempat kereta kudanya berada. Ia hendak menyudahi kegiatannya dan ingin segera kembali ke rumah. Tapi seseorang tengah berdiri bersandar di kereta kudanya. Seakan menunggu Sang Pemilik datang dan menyapanya.

"Pangeran ...," panggil Anne setelah memastikan Pria yang berdiri itu adalah Pangeran.

"Kau sudah selesai?" tanya Pangeran kini berdiri tegak seraya menatap Anne dengan lembut. Anne mengangguk dan menunggu perktaan Pangeran selanjutnya.

"Ayo Kita kencan!" pinta Pangeran dan langsung menggenggam tangannya.

THE SECOND MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang