2. 0 - London
•••••
Hari ini Qiana dan Elrick sudah kembali masuk kerja seperti biasanya, setelah mengantar Qiana ke kantornya, tidak, tapi sampai ruangannya barulah Elrick lekas pergi ke kantornya. Sebenarnya ia ingin bersama di kantor Qiana, namun karna ada pekerjaan yang harus ia lakukan jadi mau tak mau ia harus ke kantornya.
"Masing ingat kantor tuan?" ejek Darren, sang sekretaris yang sudah duduk di kursi kerjanya. Iya harus karna sekarang sudah pukul 08:34 yang artinya Elrick juga telat. Biasanya bosnya ini tak pernah terlambat pergi ke kantor. Tapi liatlah sekarang.
Elrick tak mengubris ejekan temannya itu, ia segera masuk ke ruangannya.
"Cepat bawa jadwalku" Elrick berkata setelah sambungan telpon kantor masuk ke telpon sang sekretaris. Setelah itu ia memutuskannya.
Tak lama Darren masuk, "Ini tuan" keduanya kembali berbicara formal. Darren berdiri didepan bosnya selama Elrick memeriksa jadwal.
Elrick menerima i-pad yang berisi jadwalnya selama seminggu kedepan. Ia mengerutkan keningnya.
"Kenapa sebanyak ini? Dan apa ini, dua hari ke London?" tanya Elrick tak percaya. Ia tak bisa pergi, 2 hari terlalu lama tanpa bertemu Qiana dan Sannya.
"Tuan, biasanya anda tidak pernah mempermasalahkan seberapa padat jadwal anda. Bukannya anda senang jika jadwal anda padat?" bukannya menjawab, Darren malah bertanya. Disini Darren lah yang bingung. Selama kurang lebih 5 tahun bekerja dengan Elrick, ia tak pernah menerima protes ini sebelumnya. Justru Elrick akan menambah kesibukannya dengan membuat jadwal mendadak dengan rekan bisnisnya.
"Kau bisa menggantikanku, aku tak bisa ke London" itu adalah perintah.
"Kenapa tuan, proyek ini sangat penting untuk perusahaan Richardson Company karena akan meraup keuntungan yang besar" tampak Elrick mengusap wajahnya gusar. "Apa ini tentang Mrs. Parker dan putrinya?" tanya Darren hati-hati.
Elrick tak mengangguk dan tak menggeleng, dan pastinya asumsi Darren itu benar.
"Tuan, anda tidak bisa menggabungkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Ayolah ini cuma dua hari bukan dua bulan, Mrs. Parker juga tak akan menghilang" nasehat Darren. Tapi justru itu membuat Elrick menatapnya tajam.
"Keluarlah aku akan memikirkannya" usir Elrick membalikkan kursinya mengadap jendela besar yang berpemandangan jalan padat kota tempat kelahirannya.
Elrick sesungguh juga bingung dengan sikapnya akhir-akhir ini. Ia memang benar menginginkan Qiana, tapi ia tak tau perasaan ini lebih dari mendambakan, ia ingin segera mengikat Qiana supaya menjadi miliknya seorang.
Pria itu menghela nafas, entah seberapa berat cobaannya. Ia membuka dokumen yang ada diatas meja dan mencoba fokus dengan proposal-proposal yang diberikan Darren tadi
•••••
Sedangkan di kantornya Qiana tampak fokus dengan dokumen-dokumen yang diberikan sekretarisnya tadi. Ia terus fokus sampai tak sadar jika sudah waktunya jam makan siang.
Tok tok tok
"Masuk" jawab Qiana tanpa menoleh kearah pintu.
"Kamu masih bekerja?" tanya seseorang yang ada didepan pintu, Qiano, kakak kedua Qiana.
"Kakak, ya seperti itulah" Qiana bangkit dan memeluk kakak satu-satunya ini. Ia dan Qiano jarang bertemu karna pria ini lebih senang menghabiskan waktu sendiri di apartemen setelah kepergian Qiandra, kakak pertama mereka.
"Aku merindukannya" ujar Qiana masih memeluk kakaknya. Qiano tau apa yang dimaksud adiknya, ia juga rindu dengan orang itu.
"Dia selalu ada dihati kita" hanya itu kata penyemangat yang diberikan Qiano kepada Qiana.
"Queen tidak ikut denganmu?" keduanya melepas pelukan dan berjalan menuju sofa dengan Qiano yang merangkul adiknya.
"Tidak, aku menyuruhnya untuk bermain di rumah. Sebulan ini ia terus ikut aku ke kantor" Qiano terkekeh karna ia tau penyebabnya. Elrick, pria yang digosipkan mempunyai hubungan dengan adik tersayangnya.
"Elrick benar-benar memonopoli kalian" jawab Qiano. Ia duduk berdampingan dengan adiknya.
"Kalian membicarakanku?" Elrick, entah kapan pria itu sudah didepan pintunya yang tak tertutup rapat.
"Kau kesini lagi Elrick?" tanya Qiano, tiada hari tanpa Elrick di kantor adiknya.
Elrick tak menjawab karna Qiano sudah pasti tau jawabannya. Ia melangkah masuk dan duduk di sofa single disamping Qiano.
"Kau sungguh tak sopan dengan calon kakak iparmu" dengus Qiano karna pria itu mengabaikan pertanyaannya. Ya meskipun jawabannya ia sudah tau.
"Ada apa?" tanya Qiana menghentikan topik mereka. Ia melihat raut wajah Elrick yang kurang bersahabat.
"Well, sepertinya aku harus pergi" Qiano bangkit setelah mengecup pipi adiknya dan menepuk sekilas bahu pria itu. Tak ingin mengganggu pembicaraan mereka.
Setelah Qiano pergi, Elrick bangkit duduk disamping Qiana. Ia memeluk wanitanya tanpa berkata.
"Ada apa?" tanya Qiana lagi karna pria ini hanya terdiam sedari tadi.
"Malam ini aku harus terbang ke London" jujur Elrick, ada nada tak ikhlas disana.
Qiana terkekeh, "Ya pergilah. Itu tentang pekerjaan bukan" ia kira Elrick sedih karena apa.
"Kamu tidak menahanku untuk tak pergi? Jika kamu menahanku aku tak akan pergi" ujar Elrick menatap mata Qiana.
"Kenapa aku harus menahanmu, ini tentang pekerjaan, kau harus pergi" entah apa yang membuat Elrick berat untuk pergi ke London.
"Kamu tidak merindukanku?" tanya Elrick kesal. Ia pasti akan merindukan wanitanya sedangkan Qiana hanya bersikap santai. Apa wanita ini tak mencintainya?
"Of course. Memangnya berapa lama kamu disana?" tanya Qiana supaya pria dewasa ini tak merajuk.
"Dua hari. Lama sekali" keluh Elrick. Dan lagi, Qiana terkekeh mendengarnya.
"Itu hanya sebentar, aku pernah ke Chicago selama dua minggu" cerita Qiana.
"Akan lama tanpa ada kamu dan Queen" balas Elrick, "Bisakah kalian ikut denganku?" tanya Elrick akhirnya.
Qiana menggelengkan kepalanya, "Aku juga punya pekerjaan disini"
"Bagaimana jika aku merindukanmu dan Queen"
"Kamu bisa menelpon kami sesekali, saat waktumu luang. Jadi segera selesaikan pekerjaanmu dan kembalilah dengan cepat kesini" bujuk Qiana.
"Baiklah" Elrick menjawab dengan sedih.
"Apa sikapmu juga seperti ini dengan wanita lain?" jika dipikir-pikir Qiana tak rela jika wanita lain merasakan keposesifan Elrick, menggemaskan.
"Tidak, ini hanya berlaku denganmu" Elrick menjawabnya sambil menyusupkan wajahnya keceruk leher Qiana. Ia akan merindukan aroma Qiana selama di London. Sungguh lebay sekali.
"Aku lapar" ucapan Qiana menghentikan aktifitas pria itu yang hampir menyusupkan tangannya kedalam baju kemeja ketat Qiana.
Pria itu menghela nafas, "Ayo kita makan siang" Elrick menggenggam tangan Qiana dan membawanya keluar kantor. Hampir saja ia akan membawa Qiana ke ranjang wanita itu.
Keduanya sedang berada di restoran bintang lima yang tak jauh dari kantor Qiana. Mereka menghabiskan makan siang sambil sesekali berbicara.
"Qiana" ujar seseorang yang membuat keduanya menoleh kearah pria yang sedang berjalan kearah mereka.
TBC
Semoga syuka ya sist, jangan lupa vote sama comment. Insyallah nanti malam up lagi❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Call You Daddy?
RomanceAbout Qiana Ethelyne Parker and Elrick Richardson. Berawal dari pertemuan Elrick Richardson dan gadis kecil bernama Sannya Queen Parker yang merupakan putri Qiana Ethelyne Parker. Elrick sangat tidak suka dengan anak-anak kecil karena sangat menggan...