Pagi yang berbeda

531 44 3
                                    

Pagi hari yang cerah, Kirana sudah terbangun dan berada di dapur bersama dengan Danish. Dia sedang memasak sesuatu untuk sarapan putranya.

Meskipun rumah Alex besar dan megah, pria itu tidak mempekerjakan pelayan yang menginap di rumah. Hanya ada satu orang wanita paruh baya yang membantu Alex, namanya Bik Mirna. Dia datang untuk membersihkan rumah Alex, dari pagi pukul sepuluh sampai sore hari. Setelah pekerjaannya selesai, Bik Mirna akan pulang ke rumahnya.

Danish yang sejak tadi duduk di kursi meja makan, memangku tangannya dengan bosan, menatap punggung Kirana yang sedang sibuk meracik bahan makanan.

"Huft. Bosan." gumam Danish kecil. Namun matanya seketika berbinar ketika melihat Alex berjalan menuruni tangga. Kamar Alex memang terletak di lantai atas.

"Papa Alex." seru Danish riang. Tubuh Kirana langsung menegang mendengarnya. Namun dia segera menguasai diri, mencoba untuk bersikap biasa.

"Halo, Boy." sahut Alex dengan senyuman yang tulus. Pria itu menarik kursi di samping Danish dan duduk di sana. Pandangannya langsung tertuju pada Kirana yang sedang menata piring berisi makanan. Senyum Alex seketika mengembang melihat pemandangan itu.

Setelah makanan siap, Kirana segera membawanya ke meja makan di mana Alex dan Danish duduk bersebelahan. Siapa saja yang melihat mereka berdua pasti sudah bisa menebak kalau mereka adalah ayah dan anak. Kemiripan di antara mereka, tak bisa diragukan lagi.

"Yeii nasi goreng seafood." seru Danish senang.

Setelah memberikan piring berisi makanan untuk Danish, Kirana juga memberikannya pada Alex. Namun, menu yang untuk pria itu berbeda. Bukan nasi goreng seafood seperti menu Danish dan Kirana.

Untuk sesaat Alex tertegun. Namun sedetik kemudian, bibirnya melengkung tipis.

Kirana masih ingat, kalau aku punya riwayat alergi seafood.

"Thanks." ucap Alex tulus.

"Hemm." Kirana hanya bergumam singkat, sambil menyantap makanan di depannya. Suasana di antara mereka berdua terlihat canggung. Kirana lebih banyak diam, sambil sesekali menimpali celotehan Danish.

Sedangkan Alex, sibuk dengan pikirannya sendiri. Membayangkan dirinya bisa duduk dalam satu meja yang sama seperti ini setiap harinya, sungguh sangat menyenangkan untuknya.

Selama ini ia selalu makan di meja ini seorang diri. Kedua orang tua Alex sejak dulu adalah orang yang sibuk. Bahkan saat kecil, bisa di hitung berapa kali Alex makan bersama keluarganya.

Lahir menjadi anak tunggal dalam keluarga Dieter, membuatnya kesepian. Meskipun hidupnya berlimpah materi, Alex tidak merasakan kebahagiaan. Bahkan pernikahannya bersama Putri pun sudah di atur oleh keluarganya. Alasan Alex begitu terpikat dengan Kirana adalah, karena sosok hangat wanita itu yang mampu membuatnya nyaman.

Sekarang kedua orang tua Alex berada di luar negeri. Alex tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Ada atau tidak adanya mereka, bagi Alex tak ada bedanya.

Alex kembali menatap Danish yang tersenyum riang, sambil mengunyah makanannya dengan lahap. Entah kenapa hatinya menghangat melihat pemandangan itu

Setelah sarapan bersama selesai. Alex segera memanggil Zidane, untuk menemani Danish di ruangan khusus bermain, yang telah disediakan olehnya.
Sementara Kirana, kembali sibuk membersihkan piring-piring kotor dan mencucinya di wastafel.

"Kamu tidak perlu melakukan itu, karena sebentar lagi akan menjadi Nyonya Dieter." ujar Alex sambil bersandar di lemari es, menatap Kirana dengan tatapan tajam.

Kirana menghela napas dan menata piring yang sudah bersih di dalam rak, kemudian balas menatap Alex.

"Aku belum bilang setuju untuk menikah denganmu." sahutnya ketus dengan wajah cemberut.

"Kamu masih mencintaiku Kirana." kata Alex dengan rasa percaya diri yang tinggi. Kirana memutar bola matanya, kemudian beranjak pergi melewati Alex.

Namun langkahnya harus terhenti, ketika Alex menahan tangannya dengan kencang.
"Apa? aku harus kerja. Lalu Danish juga harus sekolah."

"Berhenti bekerja dengan Vano." titah Alex, yang membuat Kirana tertawa.

"Setelah memaksaku untuk tinggal di sini, kamu juga akan memaksaku untuk berhenti kerja? lucu sekali." tukas Kirana.

"Dengar Kirana. Aku bisa memenuhi semua kebutuhan kamu, meskipun kamu tidak bekerja lagi."

Sebagian wanita mungkin akan senang mendengar seorang pria berkata seperti itu, tetapi tidak untuk Kirana. Dia tidak ingin bergantung pada orang lain. Terutama Alex yang selalu sombong dengan membanggakan kekayaan yang dia miliki.

"Kamu tidak pernah berubah. Selalu saja memaksa orang dengan menggunakan uangmu." Kirana mendesis marah. Harga dirinya merasa tercoreng. Sejak kemarin, ia mencoba untuk bersabar dan menuruti permintaan Alex untuk tinggal di rumah ini. semua itu karena permintaan Danish yang sudah tahu kalau Alex adalah papa kandungnya.

Alex terdiam. Sebenarnya ia sama sekali tidak berniat untuk merendahkan Kirana, apalagi menyinggung perasaan wanita itu. Rasa cintanya pada Kirana yang membuatnya begitu khawatir. Alex hanya tidak ingin Kirana kembali bersama Vano, karena hubungan mereka berdua sudah hampir menikah, jika saja Alex tidak menghalanginya dengan cara memberitahukan status Kirana pada ibu Vano.

"Ma--..." ucapan Alex terhenti.

"Apa?"

"Aku hanya tidak ingin kamu dekat dengan Vano." lanjut Alex.

"Sudahlah." Kirana melepaskan apron dari tubuhnya. Lalu berjalan melewati Alex, menuju ruang bermain, untuk mengajak Danish pergi ke sekolah.

"Kiran tunggu. Oke kamu boleh pergi. Biar aku antar."

Kirana berhenti melangkah dan menghela napas panjang. "Baiklah." dia berpikir, tak masalah diantar oleh Alex. Daripada tidak diperbolehkan pergi sama sekali.

Ada hal penting yang harus Kirana lakukan saat ini. Doa ingin menemui Vano dan mengatakan semuanya pada pria itu.
Setelah beberapa hari mengabaikan pesannya, Kirana merasa sangat bersalah

Semalaman Kirana sibuk berpikir, tentang langkah apa yang harus ia lakukan. Dan akhirnya... ia sudah memutuskan sesuatu. Hari ini adalah penentuannya.

Kirana hanya bisa berharap, semoga saja keputusan yang dia buat adalah yang terbaik untuk semuanya.

***

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang