Kedatangan Kirana bersama Alex ke butik, menyita perhatian beberapa pegawai di sana. Mereka saling berbisik sinis menatap ke arah Kirana.
"Nanti aku jemput." ucap Alex setelah Kirana keluar dari mobilnya.
"Nggak perlu. Aku bisa naik mobil online." jawab Kirana ketus.
"Jangan kemana-mana. Aku jemput setelah jam kerjamu selesai." Alex mengulangi ucapannya, membuat Kirana merengut sebal.
Dia tidak bisa mendengarkan pendapat orang lain!
Kemudian mobil Alex melaju dan menghilang dari pandangan. Kirana pun memutar tubuhnya, ingin beranjak masuk ke dalam butik.
Namun tubuhnya seolah membeku di tempat, ketika melihat sosok Vano berdiri tegap di depan pintu masuk butik, sedang menatapnya dengan tajam. Kirana tahu.. kalau Vano pasti melihatnya turun dari mobil Alex tadi.
Kirana berusaha tersenyum dan menyapa Vano dengan canggung, "Hai... selamat pagi."
Tak ada jawaban dari Vano. Pria itu masih menatap Kirana dengan dingin. Aura di sekitar mereka pun terasa panas. Mulai terdengar bisik-bisik yang berasal dari karyawan butik di dalam, membuat Kirana merasa tidak nyaman.
"Ikut aku." Vano menarik tangan Kirana dan menggiringnya untuk masuk ke dalam mobil. Sedangkan Kirana, hanya bisa pasrah mengikuti pria itu. Toh memang sudah waktunya mereka bicara.
****
Di sebuah cafeKirana dan Vano duduk dalam diam. Suasana terlihat mencekam di antara mereka. Kirana tahu, kalau saat ini Vano sangat marah.
Terbukti sejak tadi, pria itu tidak bicara. Hanya terus menatapnya dengan dingin dan datar.Ini pertama kalinya bagi Kirana, melihat ekspresi marah di wajah Vano. Biasanya... wajah itu akan tersenyum ramah dan memandangnya dengan penuh kelembutan. Kirana benar-benar merasa bersalah.
"Van..." wanita berumur dua puluh lima tahun itu, mulai membuka mulutnya.
"Jadi karena dia?" sela Vano.
Kirana mendongak, menatap wajah Vano yang kini mulai melunak. Namun matanya menyiratkan luka.
"Karena dia, kamu pergi dari rumah itu? kamu ingin bersamanya?" ucap Vano lagi dengan nada lirih.
"Bukan begitu. Aku hanya merasa harus pergi. Aku nggak mau merepotkan kamu lagi, Van."
Vano menghela napas, kemudian menyentuh tangan Kirana. "Apa kamu ingin kita tetap berakhir?"
Kirana terdiam. Dia sama sekali tidak ingin menyakiti hati Vano. Pria itu sangat baik. Meskipun dalam hati Kirana belum ada rasa cinta untuk Vano, tetapi Kirana ingin mencobanya. Pada awalnya dia berpikir begitu.
Seiring berjalannya waktu, Kirana yakin cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya jika mereka sudah menikah.Namun, melihat ketidaksukaan ibu Vano padanya, membuat Kirana ragu dan ingin mundur. Apalagi ibu Vano sudah menghina Danish dengan sebutan anak haram. Hati Kirana sakit. Jika memang harus menikah, Kirana ingin pria itu beserta keluarganya, bisa menerima Danish dengan baik, karena baginya... Danish adalah segalanya.
"Maaf, Vano. Sepertinya aku harus kembali dengan Alex." ucap Kirana pelan.
Vano melotot kaget mendengarnya. Dia semakin mengeratkan genggaman di tangan Kirana.
"Ada apa? kamu diancam olehnya? bilang sama aku."Kirana menggeleng pelan, meskipun kenyataannya benar. Dia tidak ingin Vano tahu dan urusannya akan semakin runyam. Vano pasti akan mendatangi Alex jika tahu kenyataan itu.
"Danish sudah tahu kalau Alex adalah papa kandungnya. Mereka bahkan sudah sangat dekat."
Mendengar alasan Kirana, Vano tertawa sumbang. Ia bahkan melepaskan genggaman tangannya pada Kirana.
"Aku tahu. Karena dia kaya raya? Danish tentu akan menjadi pewaris keluarga Dieter." ujar Vano sinis.
"Vano!" Kirana mendelik dan berseru marah. Perkataan Vano seperti sengaja menyindirnya. Dia bukan wanita seperti itu.
"Kenapa? aku benar kan?"
"Apa maksud kamu!"
Vano tersenyum miring, lalu menyondongkan tubuhnya ke depan. Menatap Kirana lurus tepat ke dalam matanya. Entah kenapa, Kirana merasa ada yang berbeda dengan Vano. Pandangan pria itu terlihat menakutkan.
"Hanya butuh waktu beberapa hari, kamu bisa berbalik ke sisi Alex, meninggalkanku begitu saja." ujar Vano, masih dengan sikap dinginnya.
"Aku mencarimu kemana-mana, khawatir dengan keadaanmu dan Danish. Tapi apa yang ku lihat tadi pagi? kamu justru sengaja datang bersama Alex. Mantan pacarmu tercinta. Bukan begitu?"
Kirana menggelengkan kepalanya, dengan mata yang mulai memanas. Ia tidak seburuk itu. Bukan harta yang diinginkan Kirana.
"Lalu apa? kamu akan bilang padaku, kalau masih ada cinta di dalam hatimu untuk mantan pacarmu? oh atau aku bisa menyebutnya selingkuhanmu dulu? bukanlah kalian menjalin hubungan terlarang di belakang Putri?" lanjut Vano dengan senyuman mengejek.
Mulut Kirana terbuka, ia benar-benar tercengang dengan ucapan Vano yang sangat menyakitkan hatinya. Padahal alasannya untuk kembali bersama Alex adalah, agar pria otoriter itu tidak membawa Danish pergi ke Jerman.
Kedua mata Kirana sudah menggenang, menahan tangis. Kepalanya tertunduk ke bawah.
Apa selama ini dia telah salah menilai Vano?
Belum sembuh luka penghinaan yang dia dapat dari Ibu Vano, kini harus ditambah lagi dengan ucapan Vano yang menyakitkan.Vano bilang selingkuhan?
Kirana tertawa kecil. Lalu mengangkat wajahnya untuk menatap Vano.
"Kamu lupa? Ibumu yang tidak menginginkanku! Apa aku perlu ingatkan lagi, tentang perkataan ibumu padaku kemarin?""Ibuku? huh. Itu cuma alasan kamu saja kan... Kalau kamu memang mencintaiku, kamu bersedia berjuang di sampingku untuk meyakinkan ibu. Bukan malah menyerah begitu saja." sahut Vano dengan napas yang memburu karena emosi. Dia menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
"Setelah tahu Alex dan Putri sudah bercerai, kamu senang kan? kamu bisa kembali padanya merajut kisah lama yang belum usai. Aku rasa ibuku hanya alasanmu saja untuk pergi meninggalkanku. Mungkin benar kata Putri, kalau kamu adalah wanita penggo---."
Byur.
Perkataan Vano langsung terhenti, ketika segelas minuman lemon dingin membasahi wajahnya. Kedua mata Vano terpejam, demi meredam semua amarahnya saat ini. Dingin... tetapi tidak sedingin hatinya saat ini.
Kirana... dengan tangan yang bergetar telah menyiram wajah Vano dengan minuman lemon dingin, yang baru ia cicipi sedikit. Walaupun ucapan Vano terpotong, tapi Kirana tahu apa yang akan pria itu katakan.
Wanita penggoda. Serendah itukah, aku di matamu, Vano...
Air mata yang sejak tadi berusaha Kirana tahan, akhirnya luruh juga. Hatinya sakit!
Mendengar semua ucapan Vano yang sinis dan menyakitkan. Kemarin ibunya... lalu sekarang Vano."Terima kasih atas semuanya." ucap Kirana dengan raut wajah terluka.
Setelah itu Kirana menyambar tas kecil miliknya, lalu beranjak pergi meninggalkan Vano yang masih bergeming di tempatnya.Beberapa pasang mata kini melirik ke arah Vano yang masih duduk dengan kondisi yang menyedihkan. Dia pun meraih tisu, lalu mengusap wajah serta bagian depan kemeja yang ia kenakan dengan tisu.
Setelah meletakan dua lembar uang berwarna merah di atas meja, Vano pun bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari cafe tersebut, di ikuti dengan tatapan aneh pengunjung cafe.
Begitu sampai di luar, Vano masih bisa melihat sosok Kirana, yang baru saja masuk ke dalam taksi berwarna biru. Pria itu hanya diam menatap kepergian Kirana, tanpa ada maksud untuk mengejarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KIRANA
Romance"Beberapa orang merasa beruntung karena di pertemukan dengan seseorang oleh waktu, meski tidak dapat di persatukan oleh keadaan." _Alex Dieter_ 🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸 Kirana seorang gadis cantik, yang harus berjuang seorang diri untuk melahirkan dan membe...