Pertemuan tak terduga

527 52 4
                                    

Kirana mengusap air matanya, karena sepanjang perjalanan di dalam taksi tadi ia terus menangis, mengingat pertengkarannya dengan Vano di cafe tadi.
Mengetahui bagaimana pandangan Vano padanya, membuat hati Kirana perih.

Sungguh ia tidak menyangka kalau Vano bisa berubah secepat itu. Dimana Vano yang pengertian dan lembut selama ini?
Masih teringat di benak Kirana, bagaimana awal pertemuan mereka dulu di desa.

Vano pria tampan dan berwajah ramah, yang membawanya kembali ke kota ini. Memberikan keyakinan padanya untuk menggapai cita-cita sebagai desaigner yang dulu tertunda.

Harusnya aku tahu resikonya jika kembali ke Kota ini. Tapi... Aku nggak tahu kalau Alex sudah bercerai dengan Putri. Ku pikir semua akan baik-baik saja karena dia sudah menikah. Nyatanya....

Mobil taksi yang Kirana tumpangi sudah sampai di sebuah taman kanak-kanak, di mana Danish bersekolah. Kirana menyemangati dirinya sendiri, agar putranya tidak tahu tentang perasaannya hari ini.

"Terima kasih ya, Pak." ucap Kirana setelah turun  dan membayar jasa taksi yang ia tumpangi.

Suasana sekolah Danish masih terlihat sepi, mungkin karena Kirana terlalu cepat datang, padahal jam pulang sekolah masih sekitar tiga puluh menit lagi.
Hanya satu tempat ini yang langsung muncul di benak Kirana, ia tidak ingin kembali ke butik setelah insiden di cafe tadi. Pulang ke rumah Alex, lebih tidak ingin lagi... membayangkan akan bertemu berdua saja dengan pria itu, membuatnya takut.

Kalau boleh memilih, Kirana lebih baik pulang ke kampung halaman dan hidup bersama ibunya di sana. Seperti dulu... tetapi nasi telah menjadi bubur. Kirana juga tidak ingin ibunya khawatir jika melihat ia kembali bersama Danish.

Ibu Halimah dan Pak Adi baru saja menikah dan Kirana tidak ingin membebani mereka dengan permasalahan ini.

"Mama..." suara anak kecil yang riang membuat Kirana menoleh. Rupanya cukup lama ia termenung di sini, sampai tidak sadar kalau putranya sudah keluar dari kelas.

"Hai, Sayang. Mama datang jemput kamu."

Danish tersenyum lebar dengan mata yang berbinar. "Iya, Ma."

"Hemm, gimana kalau kita jalan-jalan dulu."

"Yeii, Danish mau makan ice cream." sahut Danish gembira.

"Boleh tapi kita makan siang dulu ya."

"Ekhem..."

Suara deheman seorang pria membuat tubuh Kirana kaku. Ia sangat mengenal suara itu. Suara yang berat dan khas, dari seorang pria masa lalunya, yang belakangan ini terus mengganggu dirinya. Siapa lagi kalau bukan Alex Dieter!

"Papa." Danish bersorak senang, lalu berlari ke arah Alex.

Melihat pemandangan itu, hati Kirana tersentuh. Sejak lahir, Danish tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Meskipun ada rasa benci pada diri Alex, tetapi ia juga merasa sedikit lega, karena Alex menerima dan mengasihi Danish sebagai putra kandungnya.
Hanya dalam beberapa hari, Danish terlihat begitu dekat dengan Alex.

Sambil menggendong Danish, Alex menatap Kirana dengan ekspresi datar. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik meninggalkan Kirana.

"Loh, kenapa aku ditinggal?" pikir Kirana. Ia pun berjalan cepat mengikuti langkah Alex di belakang.

Sampai di mobil, Alex tetap tidak berkata apa pun pada Kirana. Ia hanya membawa masuk Danish ke dalam mobil, dan mau tidak mau Kirana pun mengikutinya, masuk ke dalam mobil tersebut.

Dengan telaten, Alex memakaikan sabuk pengaman di kursi Danish. Sementara Kirana, duduk seorang diri di kursi tengah.

Meskipun heran dengan sikap Alex yang dingin dan tak biasa, Kirana tetap diam. Sepenuh hati, ia berusaha menekan rasa penasarannya.

Mobil pun melaju menyusuri jalan, di ramaikan oleh celoteh riang Danish yang tengah bercerita pada Alex tentang kejadian-kejadian di sekolah.

"Danish, kamu mau makan apa siang ini?" tanya Alex setelahnya.

"Hemm, Danish mau makan ayam goreng."

"Oke. Dikabulkan!"

"Kalau Danish minta sesuatu lagi dikabulkan?" tanya Danish lagi.

"Apa itu?"

Danish kemudian memberikan isyarat pada Alex agar sedikit mendekatinya. Lalu ia berbisik di telinga Alex sambil melirik ke arah Kirana yang duduk di belakang.

"Gimana?"

Melalui kaca spion depan, Alex terlihat menatap Kirana. Pandangan keduanya pun bertemu, karena kebetulan Kirana juga sedang melihat ke sana. Buru-buru Kirana membuang wajah ke arah lain. Wajahnya terlihat memerah, membuat senyum di bibir Alex muncul. Sangat tipis dan samar hampir tidak terlihat.

"Baiklah. Papa setuju."

Kedua pria berbeda usia itu pun saling ber-tos ria, mengabaikan Kirana yang hanya diam cemberut, dengan perasaan yang tidak karuan.

****

Mereka sampai di sebuah resto cepat saji yang diminta oleh Danish. Ekspresi Danish luar biasa senang saat itu. Ia memesan makanan favoritnya, yaitu ayam goreng crispy dan satu buah burger deluxe. Sementara Kirana, tidak memesan apa pun selain minuman soda dengan whipe cream di atasnya.

"Kenapa nggak makan?" tanya Alex.

Kirana menjawab dengan menggelengkan kepala, "Aku nggak lapar."

"Oh ya? pasti kenyang makan di cafe tadi."

Sontak Kirana terkejut dan langsung menatap wajah Alex yang kini sedang tersenyum sinis padanya.

Bingo!

Aku tidak makan di cafe, tapi... aku memang pergi ke cafe bersama Vano tadi, lalu bagaimana Alex bisa tahu..? batin Kirana bingung.

"Kenapa? aku benar?" tanya Alex lagi dengan ekspresi mengejek.

Kirana masih diam, tak menjawab sepatah kata apa pun, sampai Alex mendekatkan dirinya lalu berbisik di telinga wanita itu.

"Aku selalu tahu apa yang kamu lakukan, liebe. Bahkan saat kamu pergi dengan pria lain." bisik Alex, membuat Kirana merinding. Jadi inikah sebabnya, Alex sejak tadi bersikap dingin?

Dia tahu aku pergi bersama Vano. Lalu.. Dia marah?

"Apa kamu mengawasiku?" tanya Kirana dengan nada tak suka.

"Bisa dibilang begitu." jawab Alex santai.

"Dasar penguntit." gumam Kirana.

"Aku bahkan bisa berbuat lebih dari itu, jika ada yang mengganggu calon istriku." Alex kembali berbisik dengan intonasi suara yang berat dan tajam.

Kirana hanya memutar bola matanya dengan malas. Calon istri?
Siapa yang dia sebut calon istri? dasar pemaksa!

Namun Kirana lebih memilih untuk mengabaikan Alex dan bicara dengan Danish yang sedang sibuk makan setangkup burger. Mulutnya sampai belepotan terkena saus dan mayonaise.
Dengan telaten, Kirana membersihkan wajah Danish menggunakan tisu basah yang selalu tersedia di dalam tasnya.

Semua perlakuan Kirana yang lembut itu, tak luput dari perhatian Alex. Dalan hatinya, ia berjanji akan kembali mendapatkan Kirana dan menyuntingnya sebagai istri, dengan bonus seorang anak laki-laki yang tampan dan pintar seperti dirinya.

Perawakan Danish dan Alex memang bagaikan pinang di belah dua. Dari mulai rambut, warna kulit, warna bola mata, serta bentuk wajah, semuanya mirip dengan Alex.
Termasuk dengan sifat dan perilakunya.

"Alex?"

Terdengar suara seorang wanita yang memanggil di belakang Kirana. Serempak mereka menoleh. Dan Kirana begitu terkejut ketika melihat siapa wanita itu.

Putri.

Kirana merasa seperti mengalami dejavu. Bedanya, di waktu itu dia bertemu dengan Putri saat sedang makan bersama Vano. Dan sekarang?
Mereka kembali bertemu, tetapi saat ini Kirana sedang makan bersama Alex dan juga putranya.

Tubuh Kirana seketika menegang. Apalagi saat ini Putri sedang menatapnya secara intens. Wanita itu juga menatap ke arah Danish yang posisi duduknya berada di samping Kirana.

"Kalian...?"

****

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang