Part 10

1.8K 134 6
                                    

Minggu pagi..

Kirana baru saja selesai menyiram beberapa tanaman di dalam pot yang berjejer indah. Walaupun rumah ini bukan miliknya, tapi ia merawatnya dengan baik.

"Mama, ada yang datang tuh." ucap Danish. Anak kecil itu menunggu sang mama, sambil bermain di halaman rumah.

Kirana mengernyit bingung, begitu melihat dua orang pria berpakaian seragam kurir, turun dari mobil pick up. Dan keduanya membawa kardus berukuran besar- besar. Tidak jauh di belakang, terlihat Alex juga turun dari mobil mewahnya. Memakai kemeja hitam dan kaca mata hitam, dengan rambut coklat yang mengkilap terkena sinar matahari.

"Ada apa ini?" tanya Kirana, seraya menghampiri mereka.

"Kalian silakan taruh kedua kotak itu ke dalam rumah." titah Alex tanpa mempedulikan pertanyaan Kirana.

"Pak Alex apa maksudnya semua ini?"

Alex tersenyum miring, kemudian berlalu menghampiri Danish yang berdiri  bingung.

"Halo jagoan! coba lihat isi kotak di dalam. Isinya adalah mainan untuk kamu." bisik Alex.

Mata Danish berbinar dan kebahagiaan terpancar dari wajahnya.
"Benar, Om? horeee...." Danish berlari masuk ke dalam rumah, untuk memeriksa mainan barunya.

Setelah kedua kurir yang mengantarkan paket pergi, Kirana kembali mencecar Alex dengan berbagai macam pertanyaan.

"Kenapa kamu lakukan ini! Danish gak membutuhkan semua itu."

"Mama.. lihat deh. Ada mainan gundam yang Danish mau." Danish tiba-tiba keluar, dengan memegang sebuah robot besar di tangan kanannya.

"Danish suka?" tanya Alex.

"Iya, Om. Suka banget. Makasih ya." sahut Danish dengan nada Riang

Kirana memalingkan wajah. Kedua lelaki di hadapannya itu memang beda usia, namun perawakan mereka sangat mirip. Siapa saja pasti dapat menebak kalau mereka adalah ayah dan anak.

Dengan perasaan yang tak menentu, Kirana berjalan memasuki rumah. Dia memasuki dapur, dan menangis di sana.

Apa sebenarnya mau Alex?

"Kenapa mau nangis aja harus sembunyi di sini sih?" tegur Alex sinis.

Kirana menoleh, ia tidak tahu kalau Alex mengikutinya, sejak masuk ke dalam rumah tadi.

"Apa mau kamu?"

"Kenapa? aku hanya ingin memberikan hadiah untuk Danish."

Mata Kirana memicing, menatap tajam ke arah Alex. Pria berhati dingin ini tidak mungkin berbuat baik, jika tidak ada maunya. Kirana sangat memahami itu.

"Kalau begitu pergi sana, urusanmu udah selesai kan."

Alex terkekeh, "Dengan anaknya sudah, tapi ibunya belum." Alex berjalan mendekat, hingga tidak ada jarak di antara mereka.

"Alex lebih baik kamu menjauh. Atau aku akan menghubungi Putri, kalau suaminya ada di sini."

Tiba-tiba Alex tertawa, ia merasa sangat lucu. Kirana menyebut nama Putri. Apa dia tidak tahu?

"Hei, apa kamu gak tahu? aku sudah bercerai dengan Putri."

Mata Kirana melebar sempurna. Informasi ini sama sekali belum pernah ia dengar. Semenjak kejadian di villa beberapa tahun yang lalu, dia memang belum pernah bertemu lagi dengan Putri.

"Kamu... bohong kan?"

"Aku serius. Kami sudah bercerai setahun yang lalu." sahut Alex santai, ia mengukung Kirana dengan kedua tangannya di tembok, hingga wanita muda di hadapannya itu tidak dapat kabur kemana-mana.

"Aku tidak peduli. Minggir."

Alex tersenyum kecil, dia mengusap wajah Kirana dengan jari-jari tangannya.

"Batalkan pernikahan dengan Vano, atau aku akan mengambil Danish. Dia anakku kan?"

Mulut Kirana terbuka, sesuatu yang ia takutkan terjadi. Alex sudah mengetahui, kalau Danish adalah anaknya.
Dan... satu kecupan mendarat di bibir Kirana yang terbuka.
Singkat, namun berhasil membuat darah Kirana berdesir.

"Masih terasa manis seperti dulu. Aku suka." ucap Alex dengan ekspresi yang menyebalkan.
"Kamu tahu kan, tidak ada yang tidak mungkin buat seorang Alex. Jadi, turuti dengan baik. Atau aku akan mengambil Danish dan membawa dia ke Jerman."

"Gak! kamu gak bisa lakukan itu. Danish anakku." dengan sekuat tenaga, Kirana mendorong Alex untuk menjauh dari tubuhnya. Dia tidak sudi di sentuh oleh pria jahat.

Alex hanya terkekeh pelan, "Ayolah Kirana. Danish itu hasil perbuatan kita berdua. Jadi dia anakku juga kan..."

"Kamu benar-benar menjijikkan, Alex. Selalu mengancam aku sejak dulu."

"Menjijikan... lalu apa lagi? pria menjijikan ini juga satu-satunya pria yang kamu cintai kan? huh?"

"Jangan mimpi."

Kirana benar-benar marah sekarang. Dia selalu kalah jika berhadapan dengan Alex. Laki-laki itu selalu ada cara untuk membuatnya tidak berkutik.
Kirana menyesal. Seandainya saja ia tidak kembali ke Kota ini, maka dia akan tetap hidup damai di desa, tanpa perlu terjebak lagi dengan Alex.
Sungguh dia sangat menyesali semua itu. Andai dia tidak menerima tawaran Pak Adi beberapa bulan yang lalu... semua ini pasti tidak akan terjadi.

🌸🌸🌸

Makan malam romantis yang sudah di rencanakan Vano sepertinya tidak berjalan lancar. Kirana sama sekali tidak fokus, ia hanya diam sambil terus menatap piringnya tanpa selera.
Danish tidak ikut, sengaja di titipkan pada pengasuh malam ini. Karena ada suatu hal yang ingin Vano bicarakan berdua saja dengan Kirana.

"Kirana.. apa ada masalah?" tanya Vano lembut.

Kirana mendongak, menatap wajah pria tampan dan lembut yang  ada di hadapannya. Sungguh dia merasa tidak tega jika harus menyakiti Vano. Tapi di sisi lain, ia juga tidak ingin kehilangan Danish.
Jerman?
Dengan membayangkannya saja, Kirana sudah bergidik ngeri.
Negeri yang sama sekali tidak ia tahu. Hanya dapat di lihat olehnya melalui peta.

Kirana menggeleng lemah, "Aku gak apa-apa."

Tangan Vano terulur, menggenggam tangan Kirana di atas meja.

"Minggu ini, ibuku akan datang. Dia ingin bertemu sama kamu."

"Oh iya?"

"Hemm. Kamu gak keberatan kan bertemu sama ibu."

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa. Kirana benar-benar bingung.. jalannya bercabang saat ini. Dan dia harus kembali memilih...

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang