Part 3

1.8K 141 3
                                    

Kirana terperangah melihat rumah yang kini akan dia tinggali bersama dengan Danish.

"Pak Vano, ini serius saya tinggal di sini?"

"Panggil aja Vano!"

Kirana tersenyum kikuk, dia benar-benar merasa tidak enak dengan kebaikan Vano.
Kemarin, setelah acara pernikahan Halimah, Vano datang menjemput mereka, bahkan sekarang memberikan tempat tinggal yang sangat layak untuk di tempati.

"Mama, rumahnya bagus ya. Nanti kita tinggal di sini?" tanya Danish antusias.

"Iya, kamu suka?" Vano menekuk lututnya, agar sejajar dengan Danish.

Mata indah Danish berbinar, rambutnya yang berwarna coklat bersinar tertimpa cahaya matahari yang semakin menyengat di siang hari.

"Apa di dalam juga ada AC, om?" tanya Danish lagi.

"Tentu, kamu mau lihat? ayo ikut, om!." Vano menggandeng tangan Danish, mengajaknya masuk ke dalam.

Ada yang mengganjal di hati Kirana, ia tidak ingin menerima ini semua. Bahkan dirinya saja belum bekerja, kenapa Vano bisa sebaik ini padanya dan Danish?
Kirana mengikuti langkah mereka sambil meremas ujung bajunya dengan cemas.

"Pak, boleh saya bicara?" tanya Kirana, begitu berada di belakang Vano.

"Ah iya, ayo ikut saya."

Setelah melihat Danish sedang asyik berlarian kesana-kemari, Kirana mengikuti Vano. Duduk di kursi sofa yang sudah tersedia di ruang tamu. Kirana meneguk saliva.
Bahkan rumah ini pun sudah di penuhi dengan furniture dan barang-barang lainnya.

"Pak, maaf apa ini gak terlalu berlebihan? saya belum mulai bekerja. Tapi sudah menerima ini semua. Kalau untuk tempat tinggal saya dan Danish bisa tidur di kontrakan biasa kok, Pak."

"Kirana ini rumah punya sepupu saya, dia orang yang sangat kaya. Dan rumah ini tidak ada yang tempati. Saya juga sudah ijin sama dia buat pakai rumah ini. Kamu tenang aja ya. Kebetulan lagi, letak rumah ini dekat dengan butik."

"Oh begitu ya, Pak. Jadi saya gak perlu bayar sewa juga tinggal di sini?"

Vano tergelak mendengar pertanyaan polos Kirana.
"Gak lah, ini fasilitas buat kamu. Oya, kapan kamu siap bekerja. Untuk masalah Danish, kamu bisa ajak dia juga."

Kirana terdiam, wajahnya mengerut memikirkan sesuatu.
"Sepertinya besok saya harus cari sekolah Danish dulu, Pak."

"Oh begitu, mau saya antar?"

Kirana menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tidak ingin kembali merepotkan Vano.

"Mama.... kamarnya ada dua. Danish taruh baju di kamar yang paling besar ya." kata Danish sambil melongokan wajahnya ke ruang tamu.

Kirana tersenyum mengiyakan. Walaupun di hatinya merasa tidak enak, tapi Kirana tidak ingin mematahkan kesenangan putranya saat ini.

"Kalau begitu, terima kasih sekali lagi, Pak. Tapi saya akan tetap membayar sewanya setelah bekerja nanti."

Vanno menghela napas, dia tahu tipe wanita seperti Kirana tidak bisa di paksa. Akhirnya Vanno mengangguk menyetujui ucapan Kirana.

"Kalau begitu, silakan kamu istirahat dulu. Saya harus pergi. Kalau ada apa-apa bisa hubungi saya."

"Baik, Pak." sahut Kirana seraya tersenyum. Dia mengantar kepergian Vanno sampai ke pintu depan.

Dalam hati ia bersyukur masih bisa menemukan orang yang sangat baik seperti Pak Adi dan Vanno. Setidaknya dia kini percaya, kalau kehidupan yang ia jalani tidak sepenuhnya gelap dan suram.

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang