Beri sedikit waktu

484 41 0
                                    

Beberapa hari setelah kejadian di restoran, hubungan Kirana dan Vano semakin merenggang, itu karena wanita itu selalu menghindar jika bertemu dengan Vano.

Bahkan sudah beberapa hari ini Kirana tidak berangkat ke butik. Dia menghabiskan waktunya di rumah bersama Danish. Memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Kirana sedang mencari tempat tinggal.baru, karena rumah tempatnya tinggal sekarang adalah inventaris dari Vano. Dia tidak ingin semakin dianggap benalu oleh keluarga Vano.

Ting. Tong.

Suara bel berbunyi. Kirana yang sedang berkutat di dapur, melepaskan apron dan beranjak menuju pintu depan. Melewati Danish yang sedang asyik bermain robot-robotan di ruang TV.

Begitu pintu terbuka, sosok Vano muncul di sana. Dengan membawa dua kotak pizza di tangan.

"Hai."

Kirana bergeming. Tidak langsung membiarkan Vano masuk. Sampai Danish tiba-tiba berlari dari belakang.

"Papa Vano datang... Wah papa bawa apa?"

"Halo, Sayang. Papa bawa pizza kesukaan Danish."

Wajah Danish terlihat bahagia. Dia mendongak menatap Kirana yang sejak tadi masih diam tak bicara.

"Mama, kok Papa Vano dibiarin aja. Gak disuruh masuk." protes Danish.

Kirana pun memaksakan senyumnya, lalu mempersilakan Vano untuk masuk ke dalam. Dalam hitungan detik, Vano dan Danish sudah asyik mengobrol di ruang TV, sambil menikmati pizza yang dibawa oleh Vano.

Kirana tidak ikut bergabung, ia memilih pergi ke dapur untuk melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Memasak sayur sop untuk menu makan siang Danish nanti. Kirana mulai memotong-motong sayuran dan mencuci daging yang sudah dipotong kecil-kecil. Dia terlihat fokus, sampai tidak menyadari saat Vano datang dan menatap dirinya dari belakang.

Vano bersandar di samping kulkas, memperhatikan gerak-gerik Kirana, yang terlihat lincah dalam meracik makanan. Vano sadar, kalau Kirana sedang menghindarinya, setelah kejadian beberapa hari lalu di restoran. Bahkan Kirana sampai tidak masuk bekerja. Namun, ia tidak ingin kehilangan wanita itu. Vano akan tetap berusaha untuk meyakinkan ibunya, agar bisa menerima Kirana.

"Aduh." pekik Kirana pelan.

Mendengar itu, Vano pun bergegas menghampirinya.

"Kirana, ada apa?"

Kirana tentu saja terkejut, ketika menyadari Vano ada di dapur sejak tadi.
"Aku gak apa. Cuma kepercikan kuah sayur sedikit."

Vano dengan sigap meraih tangan Kirana, lalu menuntunnya ke arah wastafel. Dia segera menyalakan keran air, dan mengucurkannya di atas tangan Kirana.

"Jangan dibiarkan, nanti tangan kamu melepuh dan berbekas." ucap Vano.

Kirana hanya diam, menatap tangan kanannya yang sedikit memerah. Semua perhatian Vano semakin membuatnya sakit. Kirana tidak ingin dirinya terlalu berharap, setelah mendapatkan penolakan dan penghinaan dari Marwah.

Sudut mata Kirana sudah berair, ia segera mengusapnya dengan satu tangan yang bebas. Vano menyadari hal itu. Setelah mematikan keran air, pria itu menatap Kirana, mengusap pipi wanita yang ia cintai itu dengan lembut. Bulir-bulir air mata pun mulai turun membasahi wajah Kirana.

"Maaf." ucap Vano lirih.

Kirana menggelengkan kepalanya perlahan. Meski hatinya terasa sakit, ia mencoba untuk tegar.
"Aku akan segera pindah dari sini." ucapannya membuat kedua mata Vano terbelalak.

"Kirana, aku mencintai kamu. Tolong jangan seperti ini. Tidak bisakah kita berjuang bersama?"

"Maaf, Vano. Aku tidak bisa memperjuangkannya. Aku tidak ingin Danish mendapatkan penghinaan lebih dari ini."

Vano mendesah lemah. Dia tahu, kalau ibunya sudah sangat keterlaluan. Bahkan sampai mengatakan Danish sebagai anak haram.  Jadi, wajar jika Kirana akan marah seperti ini.

"Kasih aku waktu, Van.. untuk kembali menata hati. Aku pernah terluka dulu. Lalu saat ini aku kembali terluka. Entahlah apa aku bisa membuka hati kembali sekarang." kata Kirana lagi
"Aku akan pindah rumah. Dan mengundurkan diri dari butik."

Vano langsung memotong ucapan Kirana. Dia berkata kalau Kirana bisa tetap bekerja di butik itu, bahkan menempati rumah ini.

"Kamu harus profesional. Aku nggak akan ganggu pekerjaan kamu di butik. Tetaplah bekerja seperti biasa. Butikku sangat membutuhkanmu." ujar Vano.

Meskipun berat, Vano akhirnya menyetujui permintaan Kirana, untuk memberikannya waktu sendiri. Agar bisa memikirkan kelanjutan hubungan mereka nanti. Vano hanya bisa berharap, Kirana akan memberikannya kesempatan, dan mau berjuang bersama untuk mendapatkan restu dari Marwah.

***
Di sisi lain,

Alex Dieter sedang menerima laporan dari Zidan.  Kabar yang dibawa oleh Zidan sangat mengejutkan, sekaligus membuat perasaannya senang.

Alex seketika tertawa, ketika Zidan mengatakan kalau Marwah terang-terangan menolak Kirana sebagai menantu. Rencananya berhasil. Dia tertawa tanpa henti, sampai mengeluarkan air mata.

Sedangkan Zidan, hanya menatap Alex dengan datar. Suatu hal yang baru bagi Zidan, melihat Alex tertawa seperti itu.

"Kerja bagus, Zidan." ucap Alex.

Ya... Alex adalah dalang dari penolakan Marwah.  Bukan hal yang sulit bagi Alex untuk mencari bukti kalau Kirana belum pernah menikah. Dia yang memberitahu pada Marwah, tentang status Kirana dan Danish.

Dengan sekali jentikan jari, keadaan langsung berbalik. Marwah yang awalnya senang karena Vano akhirnya mau menjalin hubungan serius dengan seorang wanita, kini berubah pikiran membenci Kirana.
Dia menganggap Kirana wanita tidak benar, yang bisa hamil di luar nikah.

Keluarga Vano sangat terhormat di Kota-nya. Tentu Marwah tidak ingin nama baiknya tercemar dengan menikahkan Vano dan Kirana. Jadi... Alex memanfaatkan hal itu, untuk membuat mereka berpisah.

"Lihat saja, Zidan. Aku yakin dia akan datang sendiri padaku."

"Ya, Tuan."

Kirana... Pada akhirnya, kamu hanya akan kembali padaku. Lihat saja nanti..

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang