DWELLING
.
.
.
Tetsuya melamun lagi, dan lagi. Otaknya masih terngiang akan perjumpaannya dengan Naoka beberapa hari silam. Sudah tujuh tahun berlalu, dan masih sepahit ini ternyata efeknya. Begitu menyakitkan, tapi Tetsuya tidak bisa berbuat apa-apa.
Padahal, dia pikir, Tetsuya sudah selesai dengan perasaannya. Meski dia kerap memimpikan Akashi atau terkadang ada penyesalan yang menghampiri, namun itu tidak lebih dari masa lalu yang membayangi.
Namun ternyata, ketika dihadapkan dengan sebuah kenyataan bahwa Akashi.. telah sepenuhnya move on dari Tetsuya, ternyata lebih menyakitkan dari apa yang Tetsuya kira.
Tidak ada yang salah, tidak ada penghianatan. Itu bahkan wajar. Mereka sudah berpisah. Bahkan, jika beberapa bulan setelah perceraian Akashi menjalin hubungan dengan orang baru, itu juga wajar. Problemnya sendiri lah yang harus Tetsuya singkirkan.
Mereka bukan siapa-siapa sekarang.
Ikatan telah lama putus dan karam.
Hati tidak rela, namun itu masalah Tetsuya. Hak Akashi untuk mengisi kembali hatinya dengan siapa saja. Hak Akashi untuk menjalin hubungan dengan seorang yang dia cinta. Juga, hak Akashi untuk memiliki anak hasil cinta mereka.
Tetsuya tidak berhak berbicara, apalagi untuk memberi pendapat menentang atas keputusan Akashi untuk hidupnya.
Ayo, ikhlas Tetsuya. Ikhlaslah!
Tetsuya menenggelamkan wajahnya pada meja. Lalu menangis sejadi-jadinya tanpa suara. Dia tak ingin Gakushuu dan Karma mendengar tangisannya. Sungguh payah. Dia sudah dewasa, bahkan sudah punya dua anak yang beranjak remaja. Namun, patah hati seperti layaknya anak SMA.
Dia berjanji, ini adalah air mata terakhirnya. Sudah tidak pantas Tetsuya bertindak demikian, terlihat begitu lemah dan terasa tidak dewasa.
Rasa sesak masih saja meraungi dada. Rasanya, Tetsuya ingin berlari pada Akashi dan berkata bahwa Tetsuya tidak rela. Dia ingin berkata bahwa dia masih mencintainya!
Tapi untuk apa? Tetsuya menemukan dirinya menertawakan dirinya sendiri.
Payah, sungguh payah. Pantas Akashi memilih move on darinya. Memang Tetsuya punya apa untuk tetap mengikat Akashi kepadanya?
Lagipula, jika dia melakukannya, hanya akan menyakiti banyak orang. Juga hatinya, Akashi dan Naoka serta terlebih lagi, anak yang ada dalam kandungan Naoka. Anak itu tidak pantas mendapati kedua orangtuanya berpisah.
Gakushuu dan Karma sudah jadi korban, jadi jangan sampai itu bertambah.
Dia harus menyuntik mati hatinya. Agar bisa ikhlas menerima, agar mampu melepas sepenuhnya.
Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya, menghapus semua kontak Akashi yang ada disana. Dan mungkin mem-bloknya untuk sementara, sampai dia sudah lega.
Katakanlah itu itu sangat tidak dewasa, tapi Tetsuya tidak tahu harus berbuat apa.
Akashi adalah cinta pertama, dan mereka sampai di jenjang pernikahan meski berakhir sebuah perceraian. Praktis, hanya Akashi lah yang pernah menjalin hubungan dengannya. Jadi Tetsuya tidak banyak memiliki pengalaman, terutama cara mengatasi patah hati yang begitu parah.
Terlalu lama menangis dalam diam, membuat Tetsuya lelah. Dia tertidur dengan setetes air mata terjatuh dari sudut matanya.
Lagipula, Tetsuya memiliki Gakushuu dan Karma. Dia memiliki dua buah hati yang sudah memenuhi hatinya. Toh, Tuhan sudah baik sekali mengembalikan kedua anaknya kembali dalam pelukan Tetsuya.
Itu sudah cukup. Jangan meminta lebih, Tetsuya. Serakah hanya akan merenggut segalanya.
Dengan pemikiran itu, Tetsuya benar-benar lelap dalam tidurnya, seraya kembali memanjatkan doa.
Semoga, semoga kalian bahagia.
---
Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Original Story by Gigi
An Akakuro Fanfiction
Family & Romance; Male pregnant; Out of character
---
‘Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi. The number-’
‘Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Coba-’
Dia kembali menekan nomor yang masih dihafalnya diluar kepala, namun panggilan-panggilan itu berakhir sama.
Akashi terlihat gusar saat panggilannya untuk yang kesekian kembali lagi tidak tersambung. Beberapa hari ini, setelah dia tahu Tetsuya keluar dari rumah sakit, dia berusaha menghubungi mantan istrinya, namun sama sekali tidak ada jawaban.
Hanya ada suara operator yang memberikan tanda bahwa nomor Tetsuya sudah tidak aktif. Kenapa? Apa Tetsuya baik-baik saja?
Setidaknya, jika panggilan tidak terjawab, tidakkah pesan-pesannya sampai?
Dia sudah berpuluh kali menelpon, juga mengirimkan pesan, namun semua kembali tanpa jawaban. Awalnya Akashi berpikir bahwa mungkin Tetsuya masih masa recovery, jadi tidak sempat memegang ponsel.
Namun, ini sudah seminggu berlalu, tapi tidak ada tanggapan apapun. Dia bahkan curiga bahwa pesan atau panggilannya tidak sampai.
Akashi bisa saja menemui Tetsuya langsung dirumahnya, namun berkenankah Tetsuya menerima kehadirannya disana?
Dan ketika dia mencoba menghubungi kedua anaknya, dengan kurang ajar Gakushuu dan Karma malah menolak panggilan-panggilan yang dia berikan.
Memang, setelah konfrontasi yang mereka bertiga lakukan, Akashi belum menghubungi anaknya untuk meredakan rasa marahnya terlebih dahulu, namun sekarang mereka berdua malah semakin menjengkelkan.
Akashi menekan logo panggil pada kontak Gakushuu lalu menunggu sebentar. Awas saja jika berani mematikannya lagi, dia benar-benar akan membuat perhitungan. Bahkan jika harus berhadapan dengan Tetsuya.. err, Akashi yakin Tetsuya akan mendukungnya untuk memberi disiplin pada Gakushuu dan Karma.
‘Ya?’ Akashi menekan rasa jengkelnya begitu suara anaknya terdengar ogah-ogahan dalam menjawab panggilan, “Kenapa telepon ayah tidak diangkat?”
‘Jika ayah hanya inginn menanyakan itu, tutup teleponnya,’ Kali ini suara Karma terdengar.
Akashi menghela nafas, otaknya mengingat bahwa kedua anaknya yang menjengkelkan ini adalah darah dagingnya sendiri, juga buah cintanya dengan Tetsuya.
“Oke, jangan ditutup.” Akashi mengalah, “Ibumu.. apa baik-baik saja?”
‘Jika ayah peduli, kenapa tidak menelepon langsung? Orang dewasa memang merepotkan.’ Karma menyahut dan dibenarkan Gakushuu, ‘Memang merepotkan.’
“Ayah sedang tidak ingin berdebat, jadi jawab dengan benar. Aku sudah mencoba menghubungi ibu kalian berkali-kali namun nomornya tidak aktif.”
‘Tidak mungkin. Ibu bahkan baru saja update status WA.’ Ujar Gakushuu yang membuat Akashi terdiam.
Padahal jelas-jelas dia mencoba menghubungi, namun tidak tersambung. Begitupun WA Tetsuya juga hanya centang satu. Akashi menggelengkan kepala, bukan itu masalahnya.
“Tapi, Tetsuya baik-baik saja, kan?” Sungguh, Akashi tidak bisa mengenyahkan rasa khawatirnya. Dibanding dengan entah nomornya sudah dihapus Tetsuya atau bagaimana, keadaan Tetsuya menjadi fokusnya.
Gakushuu menjawab, ‘Baik tidaknya, itu mungkin bukan urusan ayah.’
Karma bersuara lagi, ‘Wah, ibu pasti memblokir ayah. Jangan-jangan ibu siap melepas masa janda.’ Suara Karma terdengar semangat, ‘Oh, apakah ini karena aku bertanya tentang paman Shintaro kemarin?’
“Jangan sembarangan!” Suara Akashi menghentak, entah mengapa memikirkan ucapan singkat Karma membuat Akashi marah, “Dan jawab pertanyaan ayah.”
‘Mengapa?’
“Apanya yang mengapa?”
‘Ayah sudah punya yang lain, mengapa ibu tidak bisa?’
Pertanyaan dari Gakushuu membuat Akashi terdiam. Bukan karena dia tidak bisa menyangkal, namun apakah bijak untuk membuka masalahnya pada Gakushuu dan Karma?
Akashi menghela nafas, dia memilih mengabaikan pertanyaan Gakushuu karena ada yang lebih penting untuk dia tanyakan, “Jawab pertanyaan ayah, apakah ibumu baik-baik saja?”
To be continue.
AN :
MAKANYA LU JENGUK SENDIRI 😤
KERAMASIN JUGA NIH🔪🔪
Padahal ya, akutuh awalnya pen sampai chap 10 aja gitu, tapi ini udah 14 dan konflik belom selesai
Stay safe, ditunggu jejaknya dan terimakasih sudah membaca!
Sign,
Gigi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DWELLING
FanficKarena sejauh apapun pergi, rumah adalah tempat untuk kembali. Mampukah semuanya berkumpul lagi? atau malah Akashi dan Tetsuya ditakdirkan memiliki tujuan sendiri-sendiri? Lalu bagaimana dengan Karma dan Gakushuu yang masih tidak mau ini terjadi? S...