Chapter 27 - Ketua OSIS

220 48 22
                                    

Author's Note:

Timeline chapter ini merupakan timeline setelah Case 3 - Kuyang dari cerita Opera Berdarah. Bagi yang belum membaca Case 3 - Kuyang, kemungkinan akan menemukan kesulitan dalam memahami latar belakang plotnya. Namun, meskipun demikian, chapter ini tetap dapat dinikmati meskipun belum membaca cerita Opera Berdarah.

Selamat membaca!

----------------------------------------------------------------------------


Kalian salah kalau mengira empat hari tidak masuk sekolah akan berujung semangat—setidaknya begitu yang terjadi pada Adyth. Matanya masih setengah membuka saat masuk pintu gerbang, menguap lebar, lunglai berjalan seperti manusia tanpa motivasi. Sudah sekuat tenaga dia akting sebetulnya tadi, pura-pura lemas seolah demam agar ibunya mengizinkan dia bolos satu hari lagi. Ah, bukannya afirmasi, ibunya malah menyiramkan satu gayung air tepat ke wajah si Beruang Cokelat.

Namun, Adyth langsung cerah begitu melihat Naufal tengah berdiri beberapa langkah di depan, menghadap papan pengumuman besar yang memang disediakan di sana sebagai sarana informasi utama semua siswa. "Ada informasi menarik, kawan?" Sapa Adyth sambil berjalan.

Naufal menoleh sejenak, tanpa menjawab kemudian dia kembali menatap ke papan. Oh, paham betul Adyth, kalau sikapnya begitu berarti kepalanya sedang menganalisa sesuatu. Ikut dia membaca dan—buruk betul, kawan, ternyata memang masalah besar.

Papan itu hanya memuat satu berita saja: undangan serah terima jabatan Ketua OSIS yang akan dilaksanakan sepulang sekolah nanti. Foto barisan Pejabat Teras OSIS menghias di bagian atas, Tasya berdiri paling tengah dengan senyum indah seperti biasa. Bukan—bukan wajah kekasihnya yang membuat Naufal terpaku, melainkan apa yang tertulis sedikit ke arah bawah, ke arah dua foto perempuan bakal calon ketua OSIS yang sedang memperebutkan kursi. Ya, foto Vero dan Yani—yang sekarang penuh dengan tulisan kasar penuh ejekan. Entah diperintah orangnya langsung atau karena ulah pendukung, apa yang tertera benar-benar tidak enak dibaca.

"Oh, shit—kukira masalah keduanya sudah selesai," keluh keluar dari mulut Adyth.

"Begitu sifat manusia, kan? Egois dan selalu ingin menang, padahal hanya bersembunyi dari balik punggung untuk ikutan senang. Aku khawatir acara nanti siang akan berbuah masalah, Dyth. Ricuh di kantin hanya permulaan. Kalau tidak ada yang bisa menenangkan, menang pun tidak ada artinya kalau kau hanya dihormati setengah dari seisi sekolah."

"Aku tidak tahu kalau kau begitu peduli pada murid-murid sekolah ini, Fal."

"Mereka sedang sakit, Dyth, dan aku senang betul kalau diberi kesempatan untuk bisa menyembuhkan otak mereka sekaligus," Naufal tersenyum sembari mengulurkan tasnya. "Bilang pada Bu Nana kalau aku dipanggil ke ruang OSIS. Kalau rencanaku bisa dipakai, aku akan kembali ke kelas sebelum jam pelajaran ketiga dimulai."

Seandainya yang saat itu dihadapi Naufal adalah Aji, pastilah sudah banyak pertanyaan yang keluar. Beruntung ini Adyth, yang hanya mengangguk kemudian menguap, yang tidak banyak bertanya karena tahu kalau sang kapten punya caranya sendiri.

✵✵✵

Serah terima jabatan OSIS biasanya hanya dihadiri oleh perwakilan masing-masing kelas, sehingga pelaksanaannya hanya menggunakan ruang rapat guru. Berlangsung khidmat, selesai dengan cepat. Kecuali tahun lalu, saat Tasya menang telak dari lawannya. Lebih dari setengah murid Vinhale menyerbu ruang rapat karena ingin menjadi saksi langsung malaikat penolong mereka terpilih sebagai murid nomor satu di Vinhale. Mau tidak mau kegiatan dipindahkan ke gedung olahraga agar dapat mengakomodasi semua orang yang ingin melihat jalannya acara.

Catatan Hitam Putih Kehidupan (Story Series of Six Elves)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang