Prolog

912 64 6
                                    

(Warning, prolog ini mengandung spoiler berat dari novel Six Elves : Misteri Tambang Easterham. If you are not into it, you are welcome to skip to next chapter)


Siapa yang tidak merindukan Desember? Libur sekolah, diskon tempat bermain, festival musik dan olahraga, malah rilis film-film keren pun erat kaitannya dengan Desember. Kau punya waktu luang, menghabiskan waktu dengan teman atau berangkat piknik bersama keluarga. Ya, Desember ibarat surga, kecuali bagi Six Elves, geng enam remaja nakal yang harus tetap ke sekolah untuk menghadiri kelas ekstra, tebusan keras atas tingginya angka bolos mereka.

Murid nakal sering dikaitkan dengan sifat bodoh dan malas, padahal kenyataannya belum tentu. Kadang malah nakal itu timbul lantaran terlalu cerdas. Bolos, misalnya. Six Elves--enam sekawan ini--bolos bukan karena malas, tetapi karena menurut mereka ada hal yang jauh lebih menarik di luar kelas. Mereka cenderung kepo dengan kejadian apapun yang di luar normal, mulai dari masalah interaksi sosial sampai hal-hal kompleks macam tindakan kriminal.

Sifat kelewat kepo ini tak jarang menyeret Six Elves dalam masalah. Berkelahi jadi lumrah, kadang yang dilawan bukan sesama siswa, melainkan preman pasar atau jagoan terminal. Jangan kira enam sekawan ini takut dengan hukuman guru, karena boro-boro ruang BP sekolah, keluar masuk ruang SATRESKRIM sebagai saksi pun mereka sudah biasa.

Ya, mereka berenam terhitung kaya akan pengalaman hidup meskipun umur masih tujuh belas. Satu yang paling membekas, kejadian buruk yang menimpa mereka sehabis tamat menyelesaikan kelas ekstra di bulan Desember. 

Sekolah mereka yang saat itu sedang menyiapkan Festival Hantu--acara tahunan Pemerintah Daerah--heboh luar biasa gara-gara penemuan mayat dengan perut berlubang di bagian belakang sekolah. Six Elves yang menjadi saksi tunggal jelas tak mau begitu saja tutup mata. Diam-diam mereka melakukan penyelidikan dan berujung pada penemuan mayat kedua tanpa kepala.

Keberhasilan dalam penggalian latar belakang korban membawa mereka pada motif sesungguhnya dari pelaku. Bukan dendam atau cemburu, melainkan Tambang Ruby berusia ratusan tahun terletak persis sekian kilometer di bawah kota yang menjadi incaran pelaku. Lima set peledak ditanam di sana, siap meledakkan tambang beserta kota dan seisinya.

Six Elves diburu oleh waktu, hanya satu jam sisa yang mereka punya setelah dapat informasi dari salah satu pelaku. Bermodal nekat dan keberanian, mereka menerobos masuk ke dalam tambang. Tidak mudah tentu, nyawa mereka hampir melayang. Sungguh sebuah keajaiban ketika tubuh mereka masih utuh keluar tambang bersama peledak yang berhasil dijinakkan.

Kini, kejadian itu sudah satu bulan berlalu. Enam sekawan ini kembali ke kehidupan mereka yang biasa, sekolah dan bergaul layaknya remaja, sibuk menorehkan catatan hitam putih kehidupan di buku masing-masing. Ya, meskipun petualangan telah selesai, ada kisah lain yang tetap menarik untuk diikuti. Kisah-kisah ringan tentang keseharian enam remaja nakal yang akan membuatmu makin menikmati arti dari kehidupan. 

Penasaran? Selamat membaca ya!


Catatan Hitam Putih Kehidupan (Story Series of Six Elves)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang