Vanya menatapi langit yg sudah gelap. Ia pulang kerja larut lagi. Pekerjaan Vanya sebenarnya sudah selesai dari sore. Tapi Vanya terjebak hujan di perjalanan pulang, sehingga terpaksa berteduh di halte. Vanya tak mengira jika hujan deras itu akan berlangsung selama ini. Vanya sebenarnya sudah berpikir untuk menerobos hujan sejak awal. Tapi Vanya terus berharap jika hujan akan segera mereda sebentar lagi.
Namun apa yg ia harapkan ternyata sia-sia. Kenyataannya hingga malam pun, hujan itu masih saja turun dengan derasnya.
Pandangan Vanya tertutup saat sesuatu menimpa kepalanya. Vanya menyikap benda itu yg ternyata sebuah jacket kulit hitam. Saat Vanya menoleh, ia langsung bertemu dengan pandangan Ken yg menatapnya nyalang.
"Lo batu banget sih ! Dibilangin jangan pulang malem, kenapa masih gak nurut ? Apa kejadian kemaren masih belum bikin lo jera ?!"
Sesaat Vanya tercekat. Ia mengerjap beberapa kali.
Ken ini, aneh. Kadang ia bersikap tengil, rese, tapi mendadak acuh dan cuek pada Vanya. Lalu tanpa diduga datang dan memberi perhatian, terus ditinggal setelah dihempaskan.
"Mau kamu apa sih Ken ?" pertanyaan itu terucap begitu saja dari mulut Vanya. Saat sadar, Vanya buru-buru mengatupkan mulutnya kembali.
Ken menukik alisnya, menatap bingung mendengar pertanyaan Vanya.
"Maksud kamu ?""Lupain aja !" ucap Vanya cepat-cepat.
Namun Ken merasa tak puas. Ia menarik tangan Vanya. Memaksa cewek itu untuk menghadap padanya. Pandangan mereka kembali bertemu.
"Jelasin, bukannya ngelak Vanya ! Maksud pertanyaan kamu barusan itu apa ?"Vanya terlihat gamang. Ia ragu-ragu mengatakan hal itu pada Ken. Tapi ia juga sebenarnya sangat penasaran kenapa Ken acap kali berubah sikap secara tiba-tiba.
Pandangan mereka beradu.
"Aku, aku bingung sama kamu"
"Bingung kenapa ?"
"Kamu sering berubah mendadak. Dari baik, tiba-tiba aja acuh. Dari acuh tiba-tiba care. Kamu bikin aku pusing. Sebenarnya maksud kamu itu apa berubah-ubah kayak gitu ?"
Ken menahan senyum geli nya mendengar Vanya mengomel menyuarakan kekesalannya. Tapi lanjutan ucapan cewek itu membuat Ken tertegun.
"Jangan asal main tarik ulur perasaan orang !"
"Apa ?"
"Hah ?!" Vanya mengerjap bingung
"Apa ? Tadi maksud kamu apa barusan ?" tanya Ken
"Apa sih ?" Vanya tak mengerti
Ken melengos, ia gemas dengan tingkah Vanya saat ini. Bisa-bisanya menggantung Ken dalam keadaan penasaran berat.
"Tadi terakhir kamu ngomong apa barusan ?"
Vanya termenung, berusaha mengingat setiap kalimat yg dia lontarkan.
"Jangan-asal-main-tarik-ulur-perasaan-orang ?!" Ken mengulang apa yg sudah Vanya katakan.
Vanya tertegun, ia mengucapkan kalimat itu tanpa sadar. Benar, semuanya spontan. Meluncur begitu saja dari mulutnya.
Ada apa dengan dirinya sekarang. Kenapa Vanya jadi sering keceplosan seperti ini sih.
Ken menyeringai, "Vanya, kamu baper sama aku ?"
"Nggak" elak Vanya cepat
Tidak mungkin dia mengaku. Meski tahu Ken tidak akan semudah itu percaya padanya.
"Masa ?"
"Beneran, aku bukan orang yg gampang baper" balas Vanya, ia menatap Ken sengit. Berusaha membuat Ken percaya jika memang dirinya tidak mudah luluh begitu saja.
Tapi Ken tak mengubah ekspresinya. Ia tetap saja menyeringai pada Vanya.
"Coba buktiin !" tantang KenVanya mengernyit bingung,
"Gimana buktiinnya ?"Ken tak menjawab, malah tersenyum penuh arti pada Vanya. Cowok itu berbisik, "Awas baper !"
Cuph
Kejadian yg cukup cepat. Bahkan Vanya masih butuh beberapa detik untuk dapat mencerna apa yg baru saja terjadi.
Ken, menciumnya ?
"KEEENNN !!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (tak) Berbeda
Teen FictionVanya awalnya tidak menyukai Ken, karena cowok itu sering menggodanya. Namun perlahan perasaan Vanya mulai berubah. Di saat dirinya menaruh hati pada Ken, Vanya malah ditampar oleh kenyataan yang membuatnya meragu. "Vanya gak pantes dapet cowok mant...