Ch 3

2.4K 186 3
                                    

Ken tidak bisa tidak tertarik untuk memperhatikan siswi yg menjadi sekertaris di kelasnya itu. Beberapa kali berganti kelas. Beberapa kali berganti guru. Vanya menjadi orang yg paling banyak menjawab saat guru mereka melontarkan pertanyaan.

Bagaimana saat cewek itu mengangkat tangan dengan senyum ceria nya. Menjawab dengan semangat riang, amat terlihat menggemaskan di mata Ken.

Jangan salahkan dirinya, jika ia menaruh perasaan pada gadis itu. Bahkan disaat mereka baru pertama kali bertemu.

"Ya benar sekali" seru pak Amar semringah.

Melihat anak muridnya yg satu ini. Membuat semangatnya ikut membara seperti senyum yg gadis itu tunjukkan setiap ia menjawab pertanyaannya tanpa salah.

Gadis itu kembali membangkitkan gairah nya sebagai seorang guru, setelah sekian lama harus menahan kebal di hati setiap kali dirinya tidak dihargai oleh murid-muridnya, setiap ia berdiri mengajar dikelas.

Kebanyakan dari mereka yg masuk ke sekolah itu adalah mereka yg menginginkan ijazah kesetaraan SMA demi mendapat kemudahan dalam segala kepentingan. Bagi mereka, mendengarkan pelajaran tidak terlalu penting. Menghadiri kelas saja seperti ogah-ogahan. Amar acap kali merasa dirinya tidak dianggap meski berdiri dihadapan kelas menerangkan materi pelajaran.

Harga dirinya sebagai seorang guru benar-benar tidak ada apanya.

Namun muridnya yg satu ini membuat dirinya merasa lain. Dia mendengarkan, menyimak, memperhatikan setiap apa yg Amar katakan. Dan itu membuat Amar senang dengan kehadirannya di sekolah ini.

"Siapa nama kamu ?" tanya Amar penasaran. Ia tentu ingin tahu siapa gadis yg sudah membuatnya merasa dihargai sebagai seorang guru.

"Vanya, pak"

Suara itu membuat Vanya mengatupkan mulutnya kembali. Mengurungkan niat untuk menyebutkan namanya saat seseorang menjawab nya dengan cepat. Vanya menolehkan kepalanya.

"Pacar saya itu pak. Awas jangan di gangguin !"

Sontak saja perkataan Ken barusan membuat kelas seketika jadi riuh. Sementara Vanya melotot ke arahnya. Ken menyeringai pada Vanya.

Benar-benar, Vanya merutuk dalam hati. Kehadiran teman sekelasnya itu membuat hari-hari Vanya di sekolah menjadi panas. Tidak hanya dirinya yg kemarin di olok-olok karena pernyataan cinta Nathan di grup class. Kini ia juga harus menahan malu karena tingkah Ken yg menggoda nya di kelas.

Tidak ada tempat yg membuatnya tenang.

#

Kelas telah usai. Kini semua murid PKBM Trisurya membubarkan diri. Bersama ketiga temannya, Vanya berjalan kaki bersama menuju tempat pulang mereka yg kebetulan searah.

Layaknya murid lainnya, keempat cewek itu juga larut dalam obrolan dan tawa canda mereka sepanjang jalan.

Deru suara motor mendekat membuat keempat gadis itu menyingkir memberi jalan. Namun sang pengendara malah menghentikan motornya di samping mereka.

"Va, gue anterin ayo !"

Vanya menatapnya tanpa minat. Beda dengan semua temannya yg semakin menyoraki mereka berdua.

"Gercep nih, Ken"

"Gitu donk Ken, gentle. Jangan kayak si Nathan, yg berani nya virtual"

Tak menanggapi setiap ocehan teman Vanya. Ken masih menatap Vanya menunggu jawabannya.
"Ayo, Va !"

Vanya menggeleng, "Gak ah, aku jalan kaki aja"

Ken lupa jika Vanya ini tidak pernah menggunakan kata gue-elo. Satu dari karakter nya yg membuat dirinya terlihat mencolok dari yg lain.

"Capek jalan kaki, Va. Ada cowok ganteng nawarin bonceng, harusnya lo gak boleh nolak"

Teman-teman Vanya kembali menyoraki.

"Apaan sih lo, Ken. Narsis lo Narsis !"

"Lagian kenapa juga Vanya doank yg di tawarin. Kita nggak ?!"

Ken menghela nafas kasar. Melihat Vanya tak bergeming. Sepertinya sulit membujuk gadis itu untuk ikut bersamanya.

"Ya udah, gue anterin kalian satu per satu" ucap Ken final

Sontak ketiga teman Vanya bersorak. Tapi tidak dengan Vanya. Ia mencebik kesal, Ken mengganggu waktunya bersama ketiga temannya. Harusnya Ken tidak perlu repot-repot mengantarkan mereka, apalagi sampai bolak balik. Dia hanya merepotkan dirinya sendiri.

Ken melakukan apa yg dia ucapkan. Setelah mengantar Resti lebih dulu. Dia kembali secepat mungkin ke sekolah.

"Buruan naik, Va !" seru Ken pada Vanya

Namun Vanya hanya diam. Ia tak berniat menerima ajakan Ken sama sekali.

"Udah gue aja" Tiara naik ke atas motor Ken tanpa diminta. Ken menggerutu dalam hati.

"Turun, Ra ! Vanya dulu, dia rumahnya paling jauh" titah Ken

Namun tak diidahkan oleh Tiara. Ia malah menepuk pundak Ken cukup keras. "Cepet anterin gue, atau lo gak jadi nganterin Vanya entar"

Ken berdecak sebal. Ia menuruti kemauan Tiara dengan terpaksa. Sampai rumah cewek itu. Ken tak menunggu apa-apa lagi, ia langsung putar balik arah kembali ke tempat semula.

Dilihatnya Ana dan Vanya sudah mulai berjalan kaki. Mereka sudah cukup jauh dari sekolah. Ken berhenti di depan mereka.

"Kenapa gak nungguin gue ? Lo capek ntar" protes Ken pada Vanya

Vanya menukik alisnya. Memang sejak kapan dia setuju untuk di antar Ken ?

"Giliran gue Ken !" seru Ana heboh. Dia hendak naik ke atas motor Ken. Namun Ken menghadangnya. Ia sudah cukup kesal dengan kedua teman Vanya sebelumnya yg asal menyerobot. Cewek yg ia tawari bonceng adalah Vanya. Tapi bahkan cewek itu masih belum mau naik ke atas motor Ken untuk ia antar selamat sampai rumah.

"Vanya dulu !" ucap Ken tegas

Ana memberenggut. Ia tahu Ken sudah mulai kesal. Tapi Ana juga takut jika Ken mengantar Vanya lebih dulu. Dia tidak kembali untuk mengantarnya. Karena Ana tahu jelas, cowok itu hanya berniat mengantar Vanya dari awal.

"Ayo Va !" ajak Ken kembali

"Ana aja duluan !" sahut Vanya. Ia tak enak melihat wajah Ana yg sudah menekuk.

Ken lagi-lagi harus menahan sabar saat mendapat jawaban Vanya yg tidak memuaskan. Gerakan dibelakang nya membuat Ken tahu jika Ana sudah mulai naik ke atas motornya.

Ana menepuki pundak Ken, "Jalan Ken!"

Ken menatap Vanya, "Lo tunggu disini ! Pokoknya jangan kemana-mana"

Setelah mengatakan itu, Ken melajukan motornya kembali. Mengantar teman Vanya yg menyebalkan semua.

Tepat setelah Ken sudah pergi. Vanya cepat-cepat berlari dari tempatnya. Ia melangkah terburu-buru, ingin segera pergi dari tempatnya saat ini.

Vanya bukan niat menghobongi Ken. Tapi sejak awal Vanya memang tidak pernah setuju untuk diantar cowok itu.

Dalam hati Vanya meminta maaf, semoga Ken tidak tersinggung.

Ken menyapu pandangan sepanjang jalan. Dari tempat terakhir ia melihat Vanya sampai sekolah mereka. Ken tak manemukan Vanya sama sekali.

Mengusap rambut belakangnya kasar. Ken mati-matian menahan rasa geram di dadanya, saat sadar Vanya sengaja menghindarinya.

Jika tahu cewek itu tidak akan mau menerima ajakannya. Ken tidak akan mau repot-repot mengantar tiga teman Vanya.

"Kambing !" umpatnya kesal

Aku (tak) BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang