Ch 2

3.3K 213 0
                                    

Vanya cukup senang dengan sekolahnya sekarang. Meski di awal ia mendapat penolakan keras dari ayahnya yg menginginkan Vanya meneruskan ke Sekolah Umum, Vanya tetap bersikukuh dengan keputusannya.

Sampai perang dingin antara ayahnya terus berlangsung. Menjelang masuk ajaran baru pun ayahnya masih bersikap tak peduli pada sekolah Vanya.

Jika seperti itu terus, yang ada Vanya tidak bersekolah sama sekali.

Akhirnya, bermodal tekad, Vanya mendaftar seorang diri ke sekolah program kejar paket C. Yang baru Vanya ketahui nama sekolahnya setelah ia resmi menjadi salah satu murid di sana.

PKBM Trisurya

Dihari pertama, Vanya harus menahan sakit kala ayahnya menolak mengantarkannya ke sekolah. Alasannya ? Karena ia malu anaknya mengenyam pendidikan di sana.

Ayahnya mengatakan secara gamblang.

Vanya terpaksa berjalan kaki ke sekolah yg jaraknya lumayan jauh. Ia harus mati-matian menahan air matanya karena rasa sesak yg ayahnya buat.

Vanya bukannya ingin membuat ayahnya itu kecewa. Justru karena Vanya tahu bagaimana keadaan finansial ayahnya saat ini.

Ayahnya sudah dua bulan menganggur. Makan seadanya mengandalkan uang tabungan mereka yg semakin menipis. Ibu nya juga harus rela menjadi buruh cuci di rumah tetangga demi menyambung hidup mereka.

Sehari-hari, Vanya tidak mendapat uang saku. Hanya di saat sekolah seperti sekarang. Itu pun jumlahnya hanya bisa untuk membeli roti dan minuman kemasan. Cukup untuk mengganjal perutnya.

Vanya tidak mengeluh. Karena sebagai anak tertua di rumahnya, ia mengerti bagaimana keadaan keluarganya saat ini. Vanya juga tidak boleh egois, mengingat dua adiknya yg juga butuh biaya untuk sekolah mereka.

Satu adik Vanya duduk di bangku kelas 5 SD. Sedangkan yg paling kecil baru masuk PAUD. Kedua adik Vanya laki-laki.

"Vanya !"

Panggilan dari teman sekelasnya, membuat Vanya tersadar dari lamunannya. Ia mendongkak mendapati Naya berdiri di depannya.

"Pemungutan uang Kas mau di mulai kapan ?" tanya nya

Naya merupakan bendahara di kelas mereka. Dia dan Vanya yg memegang tanggung jawab besar kelas mereka. Karena Ketua kelas disana jarang mau ber-kolaborasi. Bu Tari jadi banyak mengandalkan Naya dan Vanya.

Vanya meringis kecil "Nanti aja ya ? Aku lagi gak bawa uang soalnya" ucap Vanya. Ia merasa tidak enak, karena dirinya menunda pemungutan Uang Kas karena alasan pribadi. Tapi Vanya memang jujur tentang hal itu.

Uang Kas memang tidak besar. Namun jika harus merelakan uang saku nya. Vanya harus mau menahan lapar hingga sore. Dan dia tidak yakin bisa melakukannya. Vanya sendiri memiliki maag, dimana jika ia telat mengisi perut, reaksi perut melilit akan kembali datang memberinya rasa nikmat.

"Oh, nanti ya. Minggu depan ?" tanya Naya memastikan

"Iya minggu depan aja. Gak papa kan ?"

Naya mengangguk, sambil tersenyum
"Iya gak papa"

Cewek itu pun pergi dari hadapan Vanya. Ia memang tidak terlalu dekat dengan Vanya. Yang selalu berada di dekat Vanya hanya Ana, dan sekarang cewek itu sedang ke kantin membeli makanan untuk mereka berdua.

"Eh, kamu !" Vanya menghentikan langkah seseorang yg kebetulan lewat di depannya.

Seseorang yg tengah bersama temannya. Dua orang itu berhenti dan menoleh bersamaan ke arah Vanya.

Vanya bangkit dari duduknya. Ia mendekat ke arah mereka.

Ia menatap pada orang yg di panggilnya, "Kamu Ken kan ?!"

Ken menyunggingkan senyum saat di tanyai seperti itu oleh Vanya.
"Kenapa ? Ngajak kenalan ?"

Seketika Yudist di sampingnya tertawa. Sedangkan Vanya langsung menekuk alisnya, wajahnya memberenggut.

Baru di samperin, cowok itu sudah ke-geer-an.

"Aku cuman mau tanya. Kenapa dua minggu sebelumnya kamu gak masuk kelas ? Dua minggu itu kamu full bolos kelas" cerocos Vanya

Ken tak bisa menahan rasa geli nya. Ekspresi Vanya terlihat menggemaskan di matanya. Tak ayal cewek itu banyak dibicarakan di sekolah.

Ya, sebelumnya Ken sudah banyak mendengar nama cewek itu di sebut-sebut. Terutama, kejadian dimana cewek itu di tembak di hari pertamanya oleh Nathan, teman sekelas mereka. Meski hanya lewat grup class.

Aksi yg entah bisa di sebut berani, karena ia mengatakannya secara gamblang di grub yg tentu nya bisa di lihat murid sekelas, tak terkecuali wali kelas mereka.

Atau malah cowok itu terlalu pengecut. Karena berani berkoar di grub class. Namun mingkem di kelasnya sendiri. Cowok itu hanya sesekali mencuri pandang dan melempar senyum ganjen pada Vanya.

Untungnya Vanya tidak menanggapi. Cewek itu malah terlihat ilfeel dengan sikap Nathan. Vanya juga tidak membalas pernyataan cinta Nathan di grub class.

"Gak nyangka, ternyata lo perhatian juga sama gue" Ken tersenyum usil

Yudist bersiul, "Enak ni Ken, di kelas ada yg merhatiin"

"Apaan sih ?!" ketus Vanya sebal. Ia bicara serius kenapa malah di candai seperti ini. Apa tidak ada laki-laki yg sedikit waras di kelasnya ?
"Aku cuman mau ngisi absensi. Kamu emang mau aku bolos-in ?!"

"Ya, apapun mau kamu. Aku nurutin aja asal kamu seneng"

Vanya memutar bola matanya jengah. Lagi-lagi jawaban melantur yg ia dengar. Rasanya sia-sia saja meminta penjelasan pada Ken perihal ketidak hadirannya.

"Tapi kalo kamu care sama aku. Ya udah, tulis aja aku sakit. Atau ijin, mungkin ?!"

Vanya mendelik, "Siapa juga yg care sama kamu ?! Aku tanya karena ini tanggung jawab aku"

"Kamu juga tanggung jawab aku"

Vanya menukik kedua alisnya, ia tidak mengerti ucapan Ken barusan.
"Tanggung jawab apa ?"

"Tanggung jawab sebagai pacar kamu"

Ken semakin menyeringai lebar. Sedangkan Yudist di sisinya tertawa. Dua cowok itu sepertinya senang sekali menggoda Vanya hingga kesal.

Vanya memutuskan pergi, kembali ke tempat duduknya. Ia membanting absensi di tangannya, sambil menyorot tajam Ken dan Yudist yg masih tersenyum usil padanya.

'Cowok gila !'

Aku (tak) BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang