2. Destiny

19 6 21
                                    

"Cal, awas!"

Remaja itu segera membelokkan kemudi, hampir saja ia menabrak segerombolan Cassowary. Hewan sejenis burung dengan bulu indah berwarna biru di tengah serta kehijauan. Mereka tidak ganas, apalagi melukai. Hanya suka terbang cepat membuat pengguna jalan harus berhati-hati.

Gerbang Fair Academy sudah nampak di depan mata. Bangunan menjulang tinggi berwarna biru pada atap berbentuk kubah, serta dinding gedung bercorak putih susu dan ukiran rumit. Fair Academy memiliki bangunan utama sebagai tempat penerimaan siswa baru, aula, dan ruang guru.

Sedangkan, struktur lainnya terdapat arena battle, ruang belajar, laboratorium, tempat penyimpanan SkyWings, ruang makan, dan lainnya. Masih ada beberapa tempat. Fair Academy memiliki ukuran kecil karena letaknya berada di Fairland S.

Cal langsung pergi menuju tempat penyimpanan SkyWings, yaitu Charger Room. Ruangan tersebut khusus untuk mengisi daya alat transportasi siswa maupun guru. Cukup banyak, sehingga harus dinamakan masing-masing SkyWings agar tidak tertukar.

"Nah, sudah. Cal berjalan ke luar ruangan. "Ayo."

Thea berjalan di belakang Cal. Tidak banyak orang mengenalnya, kecuali sebagai adik Ascal. Melewati lorong panjang di luar ruangan, di sekitar sana tumbuh bunga serta air mancur di tengah. Biasanya tempat itu digunakan untuk siswa bersantai atau makan siang.

Menuju kelas utama membutuhkan waktu sekitar lima menit dari Charger Room. Saat melewati perpustakaan, Thea mengingat sesuatu, ada sebuah buku yang ingin ia pinjam. Thea pun menepuk pundak Cal agar berhenti.

"Ada apa?" tanya Cal heran.

"Kau duluan saja. Ada buku yang inginku pinjam."

Cal mengangguk, sebelum pergi ia mengusap puncak kepala adiknya. Sementara, Thea bergegas menuju perpustakan meminjam buku. Keningnya berkerut saat guru penjaga belum datang. Tak mau pusing mengurusi guru tersebut, Thea menaiki lantai dua.

Di lantai satu berjajar buku di tiap rak juga beberapa tempat duduk, sebuah patung peri dibangun di antara dua tangga spiral di pojok ruangan, dan meja penjaga untuk mendata buku yang dipinjam. Fair Academy menjunjung tinggi ilmu. Jika buku dirusak maka bersiap saja menuju tempat tergelap di sekolah.

Sedangkan lantai dua hanya jajaran rak melingkar menyisakan pagar pembatas untuk melihat ke lantai satu. Tidak banyak tempat duduk di lantai dua, tetapi memiliki jendela besar sebagai penerang. Thea menyusuri tiap rak, ia lupa meletakkan buku yang ingin dipinjam.

"Astaga, bodoh sekali kau Thea!"

Tinggal lima menit sebelum bel berbunyi dan kelas dimulai. Jika Thea belum menemukan buku tersebut, ia takut akan ada yang meminjam. Jumlah murid di Fair Academy memang tak begitu banyak, tetapi beberapa murid selalu meminjam buku tiga sampai lima. Khawatir jika salah satunya adalah buku incarannya.

"Hei, kau mencari buku apa?"

Seorang Senior berambut abu-abu menatap Thea bingung. Sejak tadi gadis itu seperti kesulitan mencari buku, tetapi tak bertanya pada penjaga perpustakaan. Guru penjaga memang belum datang. Namun, ada dirinya yang bisa ditanya.

"Ah, Senior. Kau tahu di mana buku berwarna hijau dengan sulur mengelilingi?" tanya Thea.

Senior itu seperti mengingat sesuatu, tak sampai semenis ia berjalan mengitari rak di sisi lain. Jarinya menyentuh beberapa buku sampai berhenti di satu tempat. Buku hijau dengan sulur tumbuhan, ia menemukan benda yang dicari gadis itu. "Ini. benar, kan?"

"Wah, bagaimana kau menemukannya?" Thea kegirangan saat buku itu sudah berada di tangannya. Tanpa Book Plant mungkin ia akan terlihat seperti gadis bodoh karena tak mampu mengendalikan kekuatan.

Remaja laki-laki itu menunjuk rak tadi. "Karena sudah ketemu, sebaiknya kau pergi ke kelas. Bel masuk akan berdering sebentar lagi."

"Baik. Terima kasih ...."

"Panggil saja Raynard."

Belum sempat Thea mengucapkan terima kasih kedua kali, Raynard telah pergi lebih dulu. Ia sempat melihat ban yang terpasang di lengan kiri, tanda penjaga perpustakaan. Pantas saja laki-laki itu mengetahui Book Plant meski hanya menyebutkan ciri-ciri saja.

"Ya. Terima kasih, Raynard."

☠☠☠

Sepulang sekolah, kembar Talavir tak langsung menuju ke rumah. Mereka pergi ke Arnstey, sebuah taman hiburan. Semalam Cal sudah meminta izin pada Elwanda selaku ibu negera. Beberapa keping uang diberikan, meski kembar masih menyimpan beberapa keping.

Thea bilang menginginkan makanan manis dan menaiki beberapa permainan. Keduanya terhitung baru dua kali mengunjungi tempat ini. Saat sedang ingin saja, itu pun atas keinginan Thea. Cal hanya ikut saja saat adiknya meminta, lagi pula ia juga menikmati beberapa makanan lezat buatan para peri.

Setelah menukar dua keping emas, Cal dan Thea mendapat sepuluh lembar kertas berisi tiket mengunjungi Arnstey. Mereka pun mendapat bonus berupa satu tiket di toko roti terbaik di sana, masing-masing memegang lima lembar tiket.

Menjelang matahari terbenam, tersisa satu lembar. Thea melihat sebuah tempat unik di antara lainnya. Bahkan, ia baru sadar ada tempat seperti itu. "Bagaimana jika kita mengunjungi tenda terakhir di sana?"

"Baiklah."

Awalnya Cal agak bingung saat Thea mengajaknya menuju tempat ramalan. Jujur saja ia tak percaya pada hal semacam itu, Fairland memiliki banyak hal ajaib. Namun, untuk satu ini Cal tak mau peduli apapun ramalannya.

"Permisi." Thea melihat tenda itu begitu sepi pegunjung. Ia berinisiatif mengunjungi, walau agak menyeramkan saat masuk. Seorang wanita berpakaian aneh duduk sambil memegang kartu. Terdapat bola ramalan di tengah meja.

Wanita itu mendongak saat ada pelanggan masuk. Ia mengocok kartu sampai tiga kali baru mempersilakan dua remaja itu duduk. Bola ramalan bercahaya, muncul warna pelangi di sana. Akan terlihat satu warna setelah mengambil kartu. "Silakan salah satu kartu."

Kembar Talavir saling melirik. Tidak tahu apa yang akan didapatkan karena semua kartu terbalik. Tak menampakkan gambar, ikatan batin membuat mereka memilih satu kartu secara bersamaan. Beberapa saat, wajah wanita itu seperti terkejut luar biasa. Perasaan keduanya makin tak karuan saat bola ramalan menunjukkan warna hitam pekat.

Wanita itu kembalimengocok kartu untuk kedua kali lantas meletakkannya di meja. "Pilih kartu secara bersamaan. Gunakan insting kalian agar tidak salah memilih."

"Baik!"

Kedua jemari Cal dan Thea kembali memilih salah satu kartu. Namun, ekspresi wanita itu seperti mendapat kabar paling buruk. Bola ramalan kembali bereaksi. Jantung Cal dan Thea seolah berdetak kencang saat warna bola itu berubah-ubah. Sampai akhirnya menunjukkan satu warna, yaitu hitam pekat.

Ketiganya terkejut saat bola ramalan pecah setelah warna hitam pekat. Wanita itu menatap dalam kembar Talavir. Terdapat ekspresi tak terbaca yang membuat keduanya terasa dihunus pedang. Sampai ia berkata, "garis kehidupan tak akan pernah salah memilih. Ia akan datang cepat atau lambat, persiapkan dirimu sebelum malaikat mau datang."

☠☠☠

[Journey to Escape Death] - [Fairland] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang