Cal menatap cuaca mendung di balik jendela besar di ruang ramuan. Saat ini ia berada di Academy, setelah kelas selesai Cal langsung membuat beberapa campuran dari tanaman unik. Namun, kejadian satu minggu lalu membuat otaknya tak mampu berpikir dengan tenang. Bayangan saat Thea tak sadarkan diri begitu membekas di ingatan.
Aroma tanah basah menguar memenuhi indra penciuman. Rintik hujan terdengar seperti lagu pengantar tidur, sepasang iris biru mulai memejamkan mata. Memori di otaknya berusaha ia reset menjadi kosong tanpa ingatan. Tak perlu mengingat kejadian menyedihkan bila merusak satu hari dalam 365 hari. Cal masih merenung tanpa tahu harus bagaimana.
“Jika ramalan itu benar, siswa seperti kami apa harus membunuh untuk bisa mencari kebahagiaan?” Emosi dalam dirinya meluap, jika saja hari itu ia tak datang pada Penyihir Zovela maka semua akan aman dan tak ada teror. Semua ini terasa membingungkan, Cal benci situasi seperti ini. “Lemah.”
Remaja tanggung itu mulai menggerus kembali tanaman berdaun hijau sampai halus, kemudian menggunakan kekuatannya saat mengambil air di dalam panci besar. Waktu seperti ini membuat Cal lebih tenang, emosinya seolah larut dalam ramuan uji nyoba. Setelah dibuat satu tabung reaksi, ia mencoba menuangkannya ke tanaman.
Terdengar pintu dibuka menghasilkan bunyi, sehingga mengganggu konsentrasi. Cal mengabaikan kedatangan orang tersebut, bahkan menoleh saja tidak. Reaksi ramuan buatannya berjalan cukup lambat sampai menghabiskan waktu lima menit lebih. Bangku kecil ia ambil, kemudian lanjut mengamati perubahan pada tanaman tersebut.
Setitik warna unggu muncul di permukaan daun, tak lama menyebar sampai keseluruhan. Setelah warna unggu tersebut bertahan selama tiga menit di tubuh tanaman, akhirnya berubah kembali menjadi hijau daun. Bahkan tanaman itu terlihat sehat dari sepuluh menit lalu. Cal segera menulis semua perubahan itu. Tidak tahu saja seseorang masih menunggu tanpa protes sedikit pun.
Selesai menulis, Cal baru menyadari kehadiran tak diundang ke dalam ruangan ini. “Ada apa?”
Gadis berambut merah dikepang memanjang tengah bersandar. Menatap lelaki beriris cerah, tetapi memiliki warna rambut yang sama dengannya. Sudah dua puluh menit ia memperhatikan pekerjaan kembarannya, tanpa berucap. Kepangnya ia mainkan karena bosan menunggu, jika waktu itu ia tak pingsan mungkin saja hal seperti ini tidak terjadi.
“Kau tak mau pulang?” tanya Thea, ada sesuatu tertahan dari ucapan tersebut. Hal yang ingin disampaikan, tetapi ragu untuk diutarakan.
Hujan di luar makin deras, aroma tanah basah terasa menyengat. Suara gadis itu tertelan oleh derasnya tangis langit. Meski jam pulang telah lewat sekitar tiga puluh menit lalu, ia tak mau beranjak. Suatu kalimat sederhana pernah ia dengar dari seseorang. Kini, Cal membuktikan ucapan tersebut. Seluruh aktivitas akan kacau, apabila hati tak baik-baik saja.Ketika pikirannya mampu berjalan baik, maka hati tak mampu dibodohi. Ia tetap akan melakukan sesuatu secara beruntut seperti biasa, tetapi hasilnya tidak sempurna. Hati memengaruhi aspek kehidupan, begitu juga Cal. Kini, mengendalikan emosi lebih baik daripada berucap sesuatu yang akan ia sesali nantinya.
“Kau bisa pergi lebih dulu, Thea.”
Thea menatap punggung Cal dengan emosi tak menentu. Merasa tak ada jawaban lain, ia segera meninggalkan ruang ramuan tanpa menoleh. Suara hewan membuatnya berhenti lantas mencari sumber suara. Di bawah guyuran hujan, dua ekor kucing saling melindungi satu sama lain. Mereka bersaudara terlihat dari bulu yang sama.Kedua hewan itu seolah mengingatkan Thea saat hujan bersama Cal. Gadis itu menunduk, meresapi semua hal yang ia lewati. Tanpa ragu ia berlari menuju ruang ramuan. Semua ini dimulai darinya, tak baik menghindari satu sama lain, apalagi mereka adalah saudara. Drake dan Elwanda selalu menasehati agar tetap akur dalam kondisi apapun.
Tatapan Thea mendung seperti hari ini. Ternyata kembarannya juga bersedih, mereka memiliki batin terikat seolah tak dapat diputus. Thea segera menghampiri Cal, kemudian memeluk lelaki itu. Ia bersyukur Cal tidak mendorong atau menyuruhnya pergi. Setelah perang dingin selama seminggu karena masalah Penyihir Zovela, akhirnya Thea bisa menyuarakan isi hati tanpa tatapan dingin lagi.
Suara tangis Thea memenuhi ruang. “Bisa tidak hentikan perang dingin ini? Kau senang sekali bersikap seperti air dingin dan mengacuhkanku!”
“Air tidak selamanya dingin. Kau mengatakan hal aneh, belajar dari mana?” canda Cal.
Gadis itu melepas pelukannya lantas memukul bahu Cal. Tak lelaki itu sudah ia sampirkan di bahu, Thea pun menyeret Cal keluar ruangan menuju Charger Room untuk mengambil SkyWings. Setelah mengaktifkan benda itu, mereka pulang. Selama perjalanan, tidak ada suara sahut menyahut antara keduanya.
Sebelum mencapai rumah di pinggir kota, Cal membelokkan SkyWings menuju penjual makanan manis. Setelah membuat kembarannya menangis, bahkan sering melamun, Cal ingin mengucapkan permintaan maaf secara tulus, yaitu memberikan gulali. Sedangkan, Thea hanya menurut saat mereka mendatangi penjual makanan manis di Arnstey.
“Untukmu.” Cal memberikan gulali.
Thea berkedip sebanyak dua kali. Tanda ia kebingungan serta heran pada sikap Cal. Namun, hati dan pikiran tak selalu sejalan. Tangannya pun menerima makanan manis berbentuk bunga tersebut, kemudian mencicipi. Manis.
Cal mencari sesuatu di Arnstey sembari menunggu Thea menghabiskan satu gulali besar. Elwanda sering mengingatkannya dan Thea untuk menghindari makanan manis berlebih, tetapi kali ini demi memperbaiki keadaan Cal pun melanggar peraturan. Ia juga mencari sesuatu, setelah memberikan empat keping perak pada penjual ia pun kembali menghampiri gadis itu.
“Kau sudah selesai?” tanya Cal memastikan.
Thea mengangguk sembari tersenyum. “Jangan bilang pada Ibu. Makanan manis memang terbaik!”
Mereka pun kembali ke rumah, melintasi jalan udara begitu menyegarkan saat angin menerbangkan rambut merah keduanya. Para peri sibuk melakukan tugas masing-masing sesekali berdebat tak lama berbaikan. Negeri ini dalam tanpa perang, tetapi masih memiliki pelindung sebagai persiapan jika terjadi sesuatu.
Sesampainya di pinggir kota, kembar Talavir bertemu banyak tetangga. Para peri di sini rata-rata menggunakan jamur atau batang pohon pendek sebagai rumah. Tidak seperti di pusat kota yang seluruh rumah terbuat dari pohon besar. Mereka pun menyapa peri pekerja saat melintas, tak lupa tersenyum.
Setelah memarkirkan SkyWings, keduanya memasuki rumah. Mereka masih tersenyum sesekali melempar tawa karena suatu hal. Thea bahkan tak sungkan mendorong Cal yang hampir terjatuh, sedangkan Cal akan mencuri ikat rambut kembarannya. Sehingga, rambut Thea berantakan.
Namun, memasuki ruang tengah semua tawa hilang. Thea terdiam melihat kedatangan wanita yang sama persis di festival Charvaley. Elwanda pun memperkenalkan wanita itu tanpa ragu pada anak-anaknya. Sedangkan, Cal khawatir pada Thea karena gadis itu hanya diam seperti ketakutan.
“Perkenalkan, wanita ini bernama Sarra, teman ibu. Ia adalah peri musik.”
☠☠☠
KAMU SEDANG MEMBACA
[Journey to Escape Death] - [Fairland] [TAMAT]
FantasyCerita ini diikutsertakan dalam Arena Homebattle Anfight. ☠☠☠ Kematian menjadi garis akhir kehidupan. Warna-warni indah seketika menjadi hitam pekat, menyisakan ruang tanpa ujung. Berlari maupun berjalan, tak akan pernah sampai. Ketika dua manusia...