“Perkenalkan, wanita ini bernama Sarra, teman ibu. Ia adalah peri musik.”
Thea menunduk di balik rambut merahnya, wajah Sarra meski terlihat cantik dan ramah, tidak membuat ia merasa tenang. Jantung Thea berdetak lebih cepat saat wanita itu menatap kearahnya. Aura pekat terasa menyesakkan dada, sehingga bibirnya terasa kelu untuk berbicara.Sedangkan, Cal mencoba agar Sarra tak mendekati Thea. Tubuh gadis itu gemetar menahan takut. Cal hanya tersenyum tipis saat wanita itu mengusap kepalanya. “Bu, Cal dan Thea istirahat dulu. Permisi.” Ia pun segera menarik lengan Thea menuju kamar.
Sesampainya di kamar, Thea melamun. Meski tak melihat seluruh wajah wanita itu, ia tetap merasa ketakutan seolah akan dibunuh. Sekilas, ia menghirup aroma kematian di sana. Tidak tahu dari mana asalnya, tetapi begitu menyeramkan.
Thea beruntung memiliki Cal, lelaki itu menyodorkan air putih. Kemudian memeluknya untuk memberi ketenangan. Rasa takut terlalu mendominasi, sehingga Thea tak mampu berpikir apalagi berbicara dengan baik. Semua itu karena kehadiran Sarra. Ia berharap jika Elwanda berhenti menjadi teman Sarra, wanita itu seperti bermain drama.
Cal menatap Thea, gadis itu hampir terlelap. Benar saja dugaannya, tiga puluh menit berlalu mata itu terlelap mengarungi alam mimpi. Sebelum beranjak, ia mengusap rambut Thea sembari berkata, “jangan takut, Thea. Kau tidak sendiri.”
Setelah itu, ia menghampiri jendela jamur. Pandangannya terarah pada pemukiman peri. Keberadaan wanita itu seolah mendatangkan bencana, bahkan saat ini lebih parah dari dugannya. Elwanda pun berteman dengan Sarra, sungguh mengejutkan.
Merasa bosan, Cal pun berinisiatif menuju perkebunan di dekat rumah lamanya. Sebelum itu ia menciptakan perisai air untuk melindungi Thea. Cal menutup mata, kemudian membayangkan Water Shield berupa lingkaran membungkus tubuh gadis itu. Setelahnya, ia memperkuat perisai menggunakan pelindung yang sudah diajari di Academy. Cal berucap selarik mantra. “Protect.”
Cal memastikan Water Shield miliknya sudah kuat, sebuah pisau lipat ia hunuskan menuju pelindung. Senyum setipis kertas terukir saat perisai airnya cukup kuat ketika dihancurkan. Dirasa cukup, ia pun berbalik, kemudian menumbuhkan sayap peri.
Jarang sekali Cal menggunakan sayapnya jika tak ada hal mendadak atau genting. Ia lebih suka SkyWings untuk berjalan-jalan. Kedatangan Sarra membuat Cal tak bisa mengambil alat terbang miliknya karena harus melewati ruang tamu lebih dulu. Ia sungguh menghindari bercakap dengan wanita itu.
Tak lama, ia sampai di perkebunan. Pakaiannya berganti menjadi baju khusus bekerja, Cal pun terbang menuju kebun apel. Ia mengambil keranjang khusus, lalu mulai memetik buah manis itu. Terkadang melakukan hal sederhana di tempat tenang semacam ini membuat jiwanya seolah tenang tanpa beban. Jika saja keluarga Talavir tak pindah, maka Cal akan melarikan diri ke tempat ini tanpa berusah payah terbang.
“Cal!”
Remaja itu menoleh. Seorang peri berumur lebih datang menyapa. “Paman Ci!”
“Kau sedang bersantai atau bekerja?” canda pria itu. “Oh, di mana kembaranmu?”
Cal dan Thea sering datang ke sini, sehingga tak canggung saat bertemu para peri pekerja. Bahkan, terang-terangan menganggap kembar Talavir anak karena tak tega tiap pagi harus melakukan pekerjaan orang dewasa, yaitu memanen buah. Tidak ada atasan atau majikan, di sini seperti keluarga.
Pertanyaan terakhir membuat Cal bingung harus menjawab apa. Masalah yang dihadapi keluarga Talavir tidak diketahui orang luar. Tuan Drake memiliki alasan kuat alasan kepindahan mereka, sehingga peri lain percaya. Cal mencari tahu penghuni baru rumah lamanya, ia cukup terkejut saat penghuni tersebut tidak mengatakan apapun mengenai bau amis darah atau teror lainnya.
Menanggapi pertanyaan Paman Ci, ia hanya tersenyum tipis. “Bersantai, Paman. Thea baik-baik saja. “ keranjang pertama sudah penuh, dibantu pria itu dirinya mulai mengisi keranjang kedua. “Kau sendiri bagaimana, Paman?”
“Yah, saat kepindahan keluarga Talavir … cukup menyedihkan. Kalian memang tak pergi jauh. Hanya saja ada sesuatu seperti kehilangan.” Ia menunduk, sekilas memori mengenai seseorang mulai berputar. “Semoga kalian selalu sehat, lanjutkan pekerjaanmu, Cal! Sampai jumpa!”
Remaja berkulit putih itu menatap Paman Ci dalam. Hanya sebagian saja yang mengetahui jika pria itu memiliki anak, tetapi sudah pergi ke alam lain. Cal dan Thea dianggap sebagai anak, sehingga saat mereka pindah, Paman Ci begitu sedih. Hari ini cukup berat melihat banyak emosi dari sejumlah peri. Cal mengembuskan napas, kemudian melanjutkan pekerjaan.
Tak terasa sudah delapan keranjang terisi penuh, Cal bergegas mengganti pakaian. Ia juga membawa apel sebagai oleh-oleh untuk keluarganya. Harapan sederhana ketika sampai di rumah adalah Sarra sudah pergi. Setelah itu Cal pulang melintasi pusat kota, cukup ramai saat matahari mulai tenggelam, menyisakan warna indah di langit.
Sesampainya di pintu rumah, Cal berhenti. Perasaan aneh sudah menghilang, ia yakin jika Sarra sudah pergi. Benar saja, wanita itu sudah pergi menyisakan Elwanda di dapur tengah menyiapkan makan malam.
“Oh, kau sudah kembali?” Elwanda mengambil buah hasil panen anaknya, kemudian dicuci sampai bersih. Cal terlihat lebih diam dari biasanya, Elwanda merasa aneh. “Kau kenapa?”
Cal melirik ibunya, tak ada yang aneh pada wanita itu meski kedatangan Sarra seperti ancaman. “Bu, apa Sarra melakukan hal mencurigakan?” Ia tak bisa berbasa-basi. “Katakan sejujurnya, Bu.”
Elwana duduk sembari mengingat percakapannya bersama Sarra. Wanita itu baik, meski ada nada aneh dari ucapannya. Ia tak mempermasalahkan hal itu. Sikap menyenangkan tanpa canggung seolah bertemu teman lama. ia pun menatap Cal bingung. “Memang ada apa?”
Sebuah jawaban tak memuaskan. Cal memotong kulit buah, sehingga bisa langsung dimakan. Walau ia tidak tahu hal apa yang menyebabkan perasaannya takut tiap kali bertemu dengan Sarra. Wanita itu seperti inang dari suatu penyakit, begitu sulit dibasmi.
“Tidak ada hal aneh.”
Elwanda mengangguk sekilas berusaha percaya, meski kenyataannya tidak sama sekali. “Jika ada sesuatu yang mengganjal, kau bisa mengatakannya.”
Cal tersenyum. Tak lama suara sepatu bertemu lantai jamur dengan beberapa batu giok terdengar. Seorang gadis muncul dari tangga setelah tidur selama lima jam. Ia melihat Ibu dan kembarannya tengah berbicang sesuatu. Tak lama ia ingat sesuatu yang ingin ditanyakan.
“Bu, apakah Sarra bertingkah aneh atau melakukan sesuatu?” tanya Thea penasaran.
Elwanda bingung pada dua anaknya, mereka bertanya mengenai peri musik tersebut. ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan. Namun, Elwanda percaya pada anak-anaknya dibanding ucapan lain. Keluarga kaya seperti mereka banyak sekali musuh tak terduga, sehingga harus berhati-hati. "Ada apa dengan kalian?"
Cal dan Thea saling melirik, mereka pun menjawab, “tidak ada, Bu. Hanya sedikit bertanya saja.”
Tidak semua hal berjalan baik, ada saatnya roda kehidupan berjalan di bawah.
☠☠☠
KAMU SEDANG MEMBACA
[Journey to Escape Death] - [Fairland] [TAMAT]
FantasyCerita ini diikutsertakan dalam Arena Homebattle Anfight. ☠☠☠ Kematian menjadi garis akhir kehidupan. Warna-warni indah seketika menjadi hitam pekat, menyisakan ruang tanpa ujung. Berlari maupun berjalan, tak akan pernah sampai. Ketika dua manusia...