10. Potion

11 3 0
                                    

Sudah larut malam, Thea belum juga memejamkan mata lantaran kejadian siang tadi begitu aneh. Cal dan kedua orang tuanya seperti melamun saat Sarra berbicara, bahkan menyetujui permintaan wanita itu. Ketika Sarra ingin mengasuh kembar Talavir, Cal dan orang tuanya menyetujui saja. Hal itu membuat Thea seketika menepuk pundak kembarannya, padahal Cal juga tidak mau diasuh, tetapi anehnya remaja laki-laki itu malah menyetujui.

Thea pun membaca buku untuk bisa terlelap, namun satu jam berlalu ia tak kunjung tidur. Melihat buku panduan mengendalikan kekuatan, Thea pun berlatih. Selarik mantra ia ucapkan sesuai buku, awalnya cahaya hijau muncul di telapak tangan, tetapi kembali redul. Ia gagal. Tidak menyerah, Thea kembali melakukannya. Hingga, pendar cahaya muncul lebih terang, kemudian mengitari tubuh Thea.

Sulur tanaman muncul dari telapak tangannya lantas merambat ke dinding. Muncul kuncup, lama kelamaan mekar menjadi bunga bewarna biru gelap. Tak sampai di sana, sulur tanaman mulai menciptakan duri kecil. Saat disentuh cukup efektif untuk membuat lawan berdarah. “Wah, cukup unik, ya.”

Ikatan batin antara Kakak dan adik membuat Cal tiba-tiba masuk melalui pintu alternatif. Wajah remaja itu terlihat mengantuk, bahkan setengah terpejam. Sementara, Thea segera menutup buku dan menghilangkan kekuatannya. Cal bisa mengamuk jika ia tidak tidur sekarang.

“Kau belum tidur, Thea?” tanya Cal menahan kantuk.

Gadis itu meringis, “Maaf. Thea akan tidur, Cal bisa pergi ke kamar lagi. Selamat malam.” Ia menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Jujur saja Thea belum mengantuk, tetapi demi tidak dimarahi, apa boleh buat.

Cal masih berdiri di tempat, belum beranjak dari sana sampai sepuluh menit berlalu. Saat ia tidur, wajah Thea tengah menangis datang dalam mimpinya. Sontak ia terbangun meski mengantuk berat. Gadis itu meminta tolong karen a suatu hal, Cal tiak mendengar secara jelas apa yang Thea katakan.

“Katakan sesuatu, Thea.”

Thea mengembuskan napas.”Tidak ada, Cal. Pergilah tidur. Maaf mengganggumu.”

Cara terakhir, ia membuka telapak tangan. Muncul air mengambang di tengah, kemudian membentuk gelembung yang memenjarakan kembarannya. Sehingga, gadis itu berada dalam gelembung air dengan wajah tertunduk. “Masih mau berbohong?”

“Baiklah, tetapi lepaskan dulu gelembung ini.”

Cal menjentikkan jarinya, gelembung buatannya pecah, Thea pun kembali ke kasur. Ia menepuk sisi kasur yang kosong, memberi kode agar Cal duduk di sebelahnya. “Jangan menyelaku, apapun yang kau dengar."

“Ya, baiklah.”

“Saat kita mengunjungi Ibu, ada hal aneh. Kau, Ayah, dan Ibu seperti mematuhi ucapan Sarra tanpa membantah.”  Thea memainkan anak rambut, gugup. “Bahkan saat wanita itu menawarkan diri menjadi pengasuh kita.”

Cal mengangguk, mengerti. “Ketika itu apa yang kau lakukan?”

“Kau ingat saat kutepuk pundakmu?” tanya Thea serius.

Remaja itu mencoba mengingat kejadian beberapa jam lalu. “Ah, saat itu … lalu?”

“Kau melamun dengan tatapan kosong, begitu juga Ayah dan Ibu.”

Cal merenung, ia tahu saat Thea menyingkir dari hadapan Elwanda saat Sarra masuk. Demi menjaga keamanan agar orang tuanya tidak curiga kalau kembar Talavir tak menyukai kedatangan Sarra, akhirnya Cal tetap duduk di dekat Elwanda. Namun, saat wanita itu mengucapkan sesuatu, ia merasa ada suara aneh yang menyuruhnya mengikuti ucapan Sarra.

Pikiran Cal terasa kosong, saat ditepuk pundaknya barulah ia merasa kembali ke dunia. Bahkan, ia bingung melakukan apa sebelumnya, sehingga Thea pun menarik Cal menuju kamar dan memberinya segelas sari buah. 

“Apa yang wanita itu lakukan?” gumam Cal menerka.

Thea memandang Cal dalam, kemudian mengecek dahi, kaki, tangan, rambut, belakang telinga, dan punggung. Namun, tak ada tanda apapun. Jika suatu simbol tidak ada, mengapa kembaran dan orang tuanya bisa mengikuti ucapan wanita itu.

Cal melirik Thea kesal. Tubuhnya seperti habis menaiki permainan di Arnstey, diputar tanpa henti hingga menyisakan pusing. “Kau kenapa? Mencari apa?”

Gadis itu mencari buku pelajaran mengenai simbol di rak terbuat dari sulur di pojok kamar. Setelah mendapatkan benda tersebut, ia membukanya di halaman tertentu lantas menunjukkan sesuatu pada Cal.

Pemuda itu menatap bingung kembarannya karena menunjukkan gambar simbol. “Apa?”

“Menyebalkan! Kau itu pintar di sekolah, tetapi saat di rumah otak cemerlangmu seketika menghilang!” sindir Thea. Ia pun menunjuk salah satu simbol bewarna hitam. “Guru pernah menjelaskan jika dikendalikan oleh seseorang akan muncul simbol sesuai warna. Namun, benda itu tidak muncul di seluruh tubuhmu.”

Cal mengerjap-ngerjap menyadari kelakuan Thea. Ia pun kembali ke kamar untuk mengecek tanda itu ada atau tidak. Sementara, Thea menutup mulut agar tidak tertawa. Wajah Cal lucu sekali saat memahami ucapannya. Ia pun kembali membaca simbol tertentu.

Selang dua menit berlalu, Cal kembali. “Tidak ada tanda apapun.”

“Aneh. Jadi, apa yang dilakukan Sarra, sehingga kau seperti dikendalikan?”

Tanpa Thea sadari, air muka Cal begitu keruh. Sarra, kau wanita licik.

☠☠☠

Cal mengembuskan napas. Hari ini ia senang sekali karena Sarra tidak datang, tetapi kembarannya belum juga kembali karena mengikuti pelajaran tambahan. Sementara, dirinya sudah memahami pelajaran tersebut. Drake pun belum kembali karena sibuk di perkebunan. Saat ini, Cal ingin membuatkan semangkuk sup untuk Elwanda, tetapi tidak tahu caranya memasak.

“Bodoh sekali kau, Cal!” gerutunya. “Belajar saja bisa, tetapi memasak sangat nol besar!”

Remaja itu terbang menuju kamar Thea, kemudian mencari buku berjudul ‘”Buku Masakan”. Setelah lima menit, Cal akhirnya menemukan buku tersebut. Ia pun kembali ke dapur, kemudian mengambil bahan-bahan sesuai anjuran buku. Setelah lengkap, Cal mencuci semua sayuran dan memotongnya.

Keringat menghiasi wajah Cal, semangkuk sup akhirnya dapat dihidangkan dengan susah payah. Setelah menata makanan di papan berbentuk persegi panjang, ia pun mengangkatnya menuju kamar Elwanda. Senyum Cal mengembang saat melihat ibunya tengah bersandar sembari membaca buku.

“Halo, Bu.”

Elwanda terkejut saat Cal datang membawa makanan. Ia tahu kalau anaknya tak pandai memasak, tetapi semangkuk sup tersebut membuat ia menerka, siapa yang memasak makanan ini?

“Kau memasak, Cal?” tanya Elwanda jenaka.

Cal mengalihkan pandangannya. Ia agak gugup dengan masakan pertama, apalagi saat ibunya yang mencicipi. Takut jika sup itu ternyata tidak enak. “Ya, begitulah, Bu. Semoga rasanya tidak hancur.”

“Tenang saja. Kau pandai dalam pelajaran, pasti masak seperti mudah bagimu, kan?”

Mudah, benar. Mudah menghancurkan dapur, Bu. Cal tersenyum tanpa memberi jawaban. Ia lupa membereskan dapur. Kalau wanita itu tahu tempat memasaknya berantakan seperti habis diserang angin topan, maka tamat sudah.

Elwanda mencicipi kuah sup. Seketika ia menoleh pada Cal.

“Bu, apa rasanya seburuk itu?”

Wanita itu terdiam. “Rasanya enak sekali!”

Cal tersenyum lega, ia pun membiarkan Elwanda menghabisi makanannya. Namun, sebelum membuka pintu kamar, ada botol aneh di dekat meja rias. Cal membuka penutupnya, ia terkejut saat bau cairan di dalamnya begitu pekat dan aneh. Sejak kapan Ibu mengoleksi cairan aneh seperti ini?

☠☠☠

[Journey to Escape Death] - [Fairland] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang