Wu Xie menyulut sebatang rokok dengan pemantik, mengibaskan tangan untuk mengusir kepulan asap yang ia hembuskan sendiri dari mulut dan hidungnya. Polusi di pagi hari, dia menyeringai samar sambil berdiri bersandar di pilar teras rumah kediaman Wu.
Pangzhi sibuk mengemas pakaian dalam satu koper serta membantu mengemas miliknya juga. Pemuda gendut itu bersikap seolah-olah mereka akan pindah rumah selamanya.
Kicau burung di pucuk wisteria mengisi suasana pagi hari dengan musik alam yang indah. Kelopak-kelopaknya yang berwarna ungu dan merah muda melayang-layang melintasi pagar rumah.
"Kau yakin akan pindah ke rumah paman kedua?" Zhang Qiling tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.
Wu Xie terkesiap, tersenyum tipis.
"Tidak ada tempat lain bagiku. Dan ya, memang agak meresahkan tinggal di sana dengan banyak pelayan dan penjaga. Tapi aku akan menemukan alasan untuk betah di sana, mungkin saja entitas itu tidak akan menempel terus padaku hingga terbawa ke rumah paman kedua," Wu Xie menjeda, menghisap rokoknya beberapa saat.
"Kau ikut bersamaku, kan?" Dia melirik Zhang Qiling.
"Hmm."
Bibir tipis Zhang Qiling terkatup rapat, matanya mengawasi sekeliling halaman, menatap pada pohon-pohon bunga yang merunduk menyisakan Titik-titik hujan semalam.
"Kita harus mengunjungi paman ketiga untuk menjelaskan tentang keanehan semalam bukan?" Wu Xie meniup asap lagi, dan ketika dilihatnya Zhang Qiling nampak terganggu, ia menjatuhkan sisa rokok dan menginjaknya.
"Kau juga harus menemui dokter. Lukamu harus segera mendapat penanganan yang tepat." Zhang Qiling mengulurkan tangan, menyentuh dada Wu Xie dengan ujung jemarinya.
"Bagaimana sekarang perasaanmu?"
"Masih terasa sakit. Tidak heran, luka ini ditimbulkan oleh mahluk gila." Wu Xie tertawa gugup, membiarkan tangan Zhang Qiling naik ke bahunya kemudian menepuk lembut sebelum menarik kembali tangan penuh perhatian itu.
Mereka berpandangan untuk beberapa lama di bawah udara pagi dan siraman matahari yang mulai naik.
"Aku bahkan belum bertanya bagaimana kabarmu," menampilkan ekspresi canggung sekaligus sedikit malu, raut wajah Wu Xie tiba-tiba berubah seketika menjadi kekanak-kanakan.
Zhang Qiling tersenyum tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan.
"Jangan khawatirkan aku."
"Ah ya, aku lupa. Kau bukan orang sembarangan, kau hebat." Wu Xie mengangguk-angguk.
"Karena itu aku di sini. Aku akan selalu mengikuti dan melindungimu."
"Kau mengatakan hal yang sama tahun lalu, tapi akhirnya kau tetap pergi. Pembohong," Wu Xie menggumam disertai cibiran tipis.
Zhang Qiling mengulum senyum. Dia sangat menyukai sikap merajuk Wu Xie yang semakin memperlihatkan bahwa pemuda itu membutuhkan dirinya. Arus hangat mengalir dalam dada Zhang Qiling. Wu Xie adalah satu-satunya alasan dia untuk hidup dan menikmati sinar matahari pagi, alih-alih mengisolasi diri di padang es pegunungan yang dingin dan sepi.
"Oii..! Xiao ge, Wu Xie! Semua sudah selesai, ayo kita berangkat!" Pangzhi melambai dari samping mobil setelah menutup bagasi belakang dengan satu hentakan keras.
Mobil itu sebuah Suv Chevrolet hitam yang merupakan milik paman ketiganya. Wu Xie mengacungkan jempol, bergegas menuju pintu utama dan menguncinya dari luar. Sepintas ia melirik ruang tengah dan penampakan sosok hitam yang menyerangnya kembali berkelebat. Dia menggigil dan segera berlari kecil menuju mobil di mana Zhang Qiling dan Pangzhi sudah lebih dulu masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐍𝐎𝐖 𝐕𝐀𝐋𝐋𝐄𝐘 (𝐏𝐈𝐍𝐆𝐗𝐈𝐄)
FanfictionMelintasi jalan yang tersembunyi, Zhang Qiling, Wu Xie dan Pangzhi mencapai sebuah desa terpencil di lembah pegunungan Lushan. Mereka menjalankan misi untuk menolong Wu Sangxing yang dihantui oleh mahluk aneh setelah melakukan penelitian arkeologi y...