Snowflake 27

803 121 19
                                    

Angin bertiup dalam gelombang kekerasan, menabrak apa saja, dan keempat orang yang baru saja lolos dari gerbang kediaman Wang menjadi korban terbaru hempasan angin dan udara beku yang mendekap erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Angin bertiup dalam gelombang kekerasan, menabrak apa saja, dan keempat orang yang baru saja lolos dari gerbang kediaman Wang menjadi korban terbaru hempasan angin dan udara beku yang mendekap erat. Mereka terus bergegas, tanah bercampur butiran salju cair berceceran di atas rerumputan, sebagian besar menempel pada telapak sepatu mereka. Wu Xie menoleh sekilas, khawatir dengan situasi yang masih dicekam kepanikan.

"Xiao ge, apakah menurutmu kita langsung menuju hutan?" Mengeraskan suara, Wu Xie bertanya pada Zhang Qiling dimaksudkan untuk didengar oleh semuanya.

"Apa yang kau pikirkan? Kau akan membuang waktu kita yang sedikit?" Pangzhi lebih dulu memprotes, lirikannya tajam dan tidak setuju.

Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran Wu Xie, ia yakin itu cukup penting untuk dilakukan terlebih dulu pada saat genting ini. Firasat kadang sulit berbohong, dan Wu Xie mempelajarinya dengan cara yang sulit dan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Menjaga suaranya agar tetap tenang, Wu Xie menyadari mereka semakin jauh dari kediaman Wang dan cahaya akan segera menghilang.

"Berhenti sebentar, aku ingin mengatakan sesuatu," Wu Xie meminta meski pun nadanya justru tegas.

Ketiga rekannya berhenti dengan tatapan menghujam yang sama, seandainya mereka cukup santai untuk bersuara, mereka akan mengajukan pertanyaan jengkel yang sama 'Apa maumu?'
Untungnya mereka semua cukup tegang hingga membuat suara masing-masing seolah tertahan.

"Xiao ge, firasatku buruk," ia lebih dulu meminta pengertian Zhang Qiling sebelum Pangzhi mengomel seperti nenek tua.

"Ada yang mengganggumu?"

"Seseorang yang mendatangi Er Jing untuk transaksi, aku yakin dia datang dari kota sebagai utusan dari seseorang yang mendendam pada paman ketiga. Aku khawatir, setelah kau berhasil menghancurkan totem-totem itu sekaligus menggagalkan kutukannya, orang itu kembali kemari untuk mengambil totem yang lain kemudian mengincar paman ketiga selama kita tak ada di dekatnya."

Zhang Qiling menatap Wu Xie dalam hening di bawah cahaya yang semakin meredup. Dia tidak mengatakan sanggahan, kemungkinan besar ia akan setuju apapun yang dikatakan Wu Xie. Bahkan jika kecurigaan itu hanya datang dari kekhawatiran yang berlebihan.

"Begitu niat untuk mencelakai paman ketiga, kau yakin ada musuh sekeras kepala itu di sekitarnya?"

"Aku tidak tahu," Wu Xie menoleh pada Pangzhi, ketakutan di matanya mencegah si gendut itu untuk mengomel, mencela Wu Xie atas ketakutan yang absurd.

"Ada si buta dan dr. Xie menemani sekaligus menjaganya," Pangzhi mencoba menenangkan.
"Kau tidak perlu khawatir."

Wu Xie menggeleng. Sebuah urgensi mendominasi pikirannya hingga ia memikirkan satu gagasan lain yang kemungkinan besar diprotes Pangzhi.

"Aku-- aku ingin menghubungi Xiazi untuk memperingatkan," jantungnya berdebar-debar kencang tanpa lelah, mondar mandir seperti pikirannya yang cemas.

"Astaga," Pangzhi mendesis, suaranya tidak menyenangkan.
"Kau membuang waktu, kita bisa saja gagal dan jika dugaanmu benar, bukankah yang terpenting kita mematahkan altar itu, jadi siapapun dia atau sekeras apapun mencoba menanam totem sihir, itu tidak akan bekerja."

𝐒𝐍𝐎𝐖 𝐕𝐀𝐋𝐋𝐄𝐘 (𝐏𝐈𝐍𝐆𝐗𝐈𝐄) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang