Snowflake 31

873 141 42
                                    

Kegilaan yang menelan diri Wu Xie menemukan korban segera setelah energi jahat menyeberangi aliran pikiran jernihnya, dan segera setelah ia melihat pria gendut yang merupakan sahabatnya sendiri, muncul hasrat dan kebencian yang mendalam untuk meng...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kegilaan yang menelan diri Wu Xie menemukan korban segera setelah energi jahat menyeberangi aliran pikiran jernihnya, dan segera setelah ia melihat pria gendut yang merupakan sahabatnya sendiri, muncul hasrat dan kebencian yang mendalam untuk menghajar dan menghabisinya, dan semua itu ingin ia lakukan sendiri.

Wanita itu mendorong bahu kurus Wu Xie, tidak kuat namun cukup untuk membuat pemuda itu mundur.

"Atasi si gendut itu," nyonya Wang mendesis di telinganya, agak bosan.

"Dia berisik sekali," menyeringai, wanita itu mundur dan berbalik ke arah altar. Dia akan melanjutkan tindakan kutukan yang sudah setengah jalan. Belajar dari kegagalan sebelumnya, kini si dukun wanita lebih berkonsentrasi dan melafalkan mantera sihir dalam bahasa yang aneh, dengan sangat keras dan cepat. Mendengar rapal mantera itu membuat darah mengalir deras ke kepala Wu Xie. Pemuda itu sesaat tidak bisa melihat apa-apa selain gelap. Kemudian dia merasakan dorongan yang lebih kuat lagi untuk menyerang Pangzhi.

"Naif, ini aku!"

Teriakan panik Pangzhi justru  memancing energi gelap keluar dari diri Wu Xie. Biasanya, saat Pangzhi menggodanya, membuatnya marah, dan kemudian menghiburnya lagi, Wu Xie tidak pernah merasa benci. Kali ini, bahkan satu bentakan saja dari Pangzhi membuatnya ingin bertindak kejam. Membayangkan ia menghajar dan mencekik pria itu terasa lebih menyenangkan.  Dan ketika semangat membunuh itu datang, itu memiliki intensitas yang membuat Pangzhi menghabiskan semua energinya untuk ketakutan.

Wu Xie menggeram. Meraih benda apapun di sekitar ruangan luas dan pengap itu. Pertama dia meraih satu tongkat kayu panjang dari salah satu sudut. Mengayunkannya sekuat tenaga ke kepala Pangzhi.

"Astaga, naif! Kau sungguhan!" Pangzhi melempar tubuhnya menghindari serangan kalap yang dilakukan sahabatnya tanpa sadar. Tongkat kayu itu menghantam lantai dan retak bagian ujungnya. Pangzhi terkesiap, bergidik membayangkan bagaimana jika hantaman tongkat itu mengenai kepalanya yang berharga. Bisa dipastikan otaknya pasti akan berceceran di lantai. Bagaimana Wu Xie bisa memiliki tenaga sebesar itu?

Satu serangan lagi menderu ke arah leher, Pangzhi kini melompat ke arah samping, bergulingan menjauhi Wu Xie.  Ketika menghantam dinding, tongkat di tangan Wu Xie berderak patah.

"Wu Xie! Hentikan dirimu! Ayo, kau bisa melawan energi jahat itu!" Pangzhi berteriak-teriak sementara mereka saling serang dan sesekali melompat, berlari di sekitar ruangan.

Dukun wanita itu masih melanjutkan rapalan manteranya. Tetapi sorot matanya sesekali melirik pergulatan dua sahabat di hadapannya. Dia menyukainya.  Dia menyaksikan semuanya seolah-olah dia bisa meningkatkan kekuatan saat dia mengutuk. Tangannya meraih mangkuk kuningan berisi cairan darah, mencelupkan dua jarinya dan mencipratkan cairan pekat itu ke atas sebuah dupa yang mengepulkan asap di mana foto Wu Sangxing bersama Wu Xie terletak di bawahnya.

Kegilaan berkumpul lagi dengan kekuatan yang lebih dari sebelumnya, memeluk dan mencengkeram jiwa Wu Xie, dan ia merasakan panas. Darah panas membanjiri otak dan ia hanya bergerak membabi buta untuk melukai Pangzhi.

𝐒𝐍𝐎𝐖 𝐕𝐀𝐋𝐋𝐄𝐘 (𝐏𝐈𝐍𝐆𝐗𝐈𝐄) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang