Kabut dingin turun dari puncak gunung menyelimuti pepohonan. Wu Xie sempat tertukar apakah lapisan itu kabut atau asap yang naik dari cerobong rumah penduduk. Dia merapatkan mantel tebal berbulu hingga menutupi lehernya saat ia berdiri dekat jendela menatap ke hamparan rumput berwarna hijau pucat.
"Nampaknya akan turun salju malam ini," ketika ia bicara, uap menghembus keluar dari mulutnya dan Wu Xie terkejut memikirkan cuaca ekstrim yang mungkin akan mereka hadapi di desa ini.
"Selimut kita sudah cukup bukan?" Wu Xie menoleh karena tidak ada tanggapan dari Zhang Qiling. Kamar itu diterangi lampu kecil yang seringkali berkedip-kedip karena tegangan yang tidak stabil. Dia melihat Zhang Qiling duduk di kursi pojok ruangan, memiringkan kepala dengan mata terpejam.
"Tidak perlu khawatir," ia membuka mata, melempar senyum tipis pada Wu Xie.
"Aku akan menghangatkanmu."
Tambahan kalimat di akhir membuat Wu Xie memeluk dadanya sendiri yang merinding seketika. Dia melirik tempat tidur, menyeringai sekilas.
"Ranjangnya dari kayu. Menurutmu apa benda itu cukup kuat?"
Zhang Qiling tersenyum lagi, sesaat membuka mulut untuk bicara namun pintu kamar lebih dahulu terbuka dan mulut Pangzhi lebih cepat dari miliknya.
"Bibi Mei menyuruh kita untuk turun. Makan malam sudah siap," wajah gemuknya menyembul dan lapar.
"Hmm..." Wu Xie mengangguk samar.
"Xiao ge, kau ikut bukan?" Pangzhi menoleh ke pojok kamar di mana pria tampan berhoodie itu duduk santai.
"Jika kau tidak turun, aku yakin pemuda bernama Zi Suan itu akan menyelinap ke dalam kamar untuk mencarimu," ia menyeringai.
"Ha! Apa? Tidak! Aku tidak mengizinkan," protes Wu Xie.
Pangzhi sudah menduga akan reaksi penolakan dari keduanya, lagipula itu hanya dugaan kasar dan sembrono untuk menguatkan dugaan si pemuda desa memang menaruh perhatian pada Zhang Qiling. Saat pertama tiba di pusat desa, Pangzhi memang jarang menemukan wajah cantik diantara para penduduk, warga di sini mayoritas para pria dan wanita separuh baya yang putus asa. Mungkin Zi Suan mengalami sedikit masalah dengan perkara bersama wanita sehingga beralih menyukai pria. Mungkin. Dan itu tidak penting, setidaknya tidak lebih penting dari perutnya yang sekarang dilanda lapar.
"Jadi, lekas turun dan bergabung dengan mereka. Sup mie panjang umurnya akan segera dingin."
Baru kali ini Wu Xie mendengar nama hidangan seunik itu. Dia menatap bingung, setengah melongo.
"Sup mie panjang umur??"
Pangzhi mengangkat bahu, "Bibi Mei bilang begitu. Baguslah. Itu satu berkat darinya bahwa kita pasti bisa keluar dari desa ini hidup-hidup."
Wu Xie mendengus. "Ada-ada saja."
"Hal baiknya lagi, jika kau panjang umur, kau bisa tidur bersama Xiao ge selama seratus tahun."
Pangzhi mundur dari pintu, gema tawanya memantul di lantai dan dinding kayu. Mendengar ucapan vulgar dan tidak senonoh itu, Wu Xie melirik Zhang Qiling dengan malu.
"Gendut gila," ia tersenyum canggung.
Zhang Qiling menatapnya dan balas tersenyum.
❄️❄️❄️
Aromanya sangat menggiurkan. Apa yang disebut mie panjang umur itu adalah semangkok sup mie dengan kaki sapi dan sayuran. Mereka duduk berlima melingkari meja makan di bawah pencahayaan lampu remang-remang.
Wu Xie dan Zhang Qiling makan dalam diam. Sementara Pangzhi terlihat siap jika diajak bicara. Sayangnya, dua orang tuan rumah tidak berminat bicara padanya. Yang membuka pembicaraan pertama kali adalah pemuda bernama Zi Suan dan entah karena alasan apa, terus menerus bicara pada Zhang Qiling.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐍𝐎𝐖 𝐕𝐀𝐋𝐋𝐄𝐘 (𝐏𝐈𝐍𝐆𝐗𝐈𝐄)
FanfictionMelintasi jalan yang tersembunyi, Zhang Qiling, Wu Xie dan Pangzhi mencapai sebuah desa terpencil di lembah pegunungan Lushan. Mereka menjalankan misi untuk menolong Wu Sangxing yang dihantui oleh mahluk aneh setelah melakukan penelitian arkeologi y...