20. SEBUAH PUISI UNTUK RINDU

305 51 21
                                    

Waktu terus berjalan.

Musim berganti.

Detak jarum jam terus berputar pada porosnya.

Detik dan menit yang berlalu seakan menjadi penghitung mundur sisa kehidupan.

Sebab itulah, manusia berlomba mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat.

Hal-hal yang membahagiakan.

Sama seperti apa yang kini sedang diusahakan oleh Albani dan Rindu yang harus membangun kembali tembok kepercayaan di antara mereka. Mengukuhkannya dengan benteng terkuat agar tidak lagi goyah apalagi lapuk termakan waktu.

Jika kesetiaan itu modal utama bagi utuhnya bahtera rumah tangga, maka kepercayaan adalah pasangannya. Tanpa rasa saling percaya, niscaya sekokoh apa pun dinding yang dibangun dalam membina biduk rumah tangga, pasti akan hancur sewaktu-waktu.

Setelah berusaha meyakinkan hati dan berdamai dengan keadaan, akhirnya Albani mampu memberikan kembali rasa kepercayaannya pada sang istri yang sempat hancur. Albani sadar dirinya tidak berarti apa-apa tanpa Rindu. Itulah sebabnya Albani memilih untuk memaafkan Rindu dan melupakan semua hal yang telah terjadi sebelumnya di antara mereka.

Dengan catatan, Rindu tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Malam ini, Albani mengajak Rindu berjalan-jalan keliling kota Jakarta dengan motor matic baru yang mereka beli dengan cicilan.

Meski sudah tidak bekerja, di kontrakan Rindu tidak diam.

Rindu yang memang sejak dulu memiliki hobi menulis memilih untuk menyalurkan bakat terpendamnya itu di dunia maya.

Berbekal laptop yang dibelikan Albani padanya, Rindu kini sudah menjalani profesinya sebagai penulis online di beberapa platform menulis di Indonesia.

Penghasilan yang dia dapat dari menulis bisa dikatakan lebih dari cukup dalam membantu Albani melunasi segala jenis hutang piutang yang sebelumnya membelit mereka.

Perlahan tapi pasti, kehidupan perekonomian mereka pun membaik.

"Kamu mau makan apa, Ndu? Biar sekalian aku pesenin," kata Albani menawarkan. Setelah puas berkeliling kota Jakarta seharian, di tengah perjalanan mereka mampir ke sebuah warung angkringan pinggir jalan.

"Nasi kucingnya satu yang isinya ikan teri sama bakwan aja Mas," sahut Rindu setelah mendapat lokasi tempat duduk yang strategis.

"Satu doang? Emang kenyang?" tanya Albani heran. "Biasanya juga makan banyak kalo di rumah," godanya dengan senyuman mengejek.

Rindu jadi cemberut. Sejak berat badannya naik drastis selama berdiam diri di rumah, Albani memang sering sekali menggodanya.

Meski laki-laki itu sering bilang, kalau semakin gemuk, Rindu justru semakin seksi.

"Aku lagi nggak nafsu makan," jawab Rindu dengan bibirnya yang mengerucut.

Albani mencubit gemas pipi bakpau sang istri. "Nggak usah pake diet-diet, semakin kamu gemuk, aku justru semakin cinta,"

"Masss... Malu ihk!" keluh Rindu yang reflek mencubit pinggang Albani. Suara Albani yang keras memancing perhatian.

Sambil cengengesan Albani pun beranjak untuk memesan makanan.

Saat itu Rindu sibuk mengecek gawainya. Hanya sekedar melihat apa ada notif baru dari para pembaca yang mengomentari tulisannya.

Hampir dua tahun berlalu sejak dirinya resign dari perusahaan Fahri, Rindu mulai menggeluti dunia kepenulisan.

Dia mengirim tulisan-tulisan karyanya ke beberapa platform menulis yang berbeda. Pendapatannya sebagai seorang penulis online mulai memperlihatkan hasil setelah dirinya delapan bulan berkecimpung di dunia literasi.

SAUDADE (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang