04. Lake

158 108 178
                                    

Hangatnya matahari dan angin sejuk di taman ini mengembalikan semua ingatan menyenangkan bersamanya, kenangan itu tidak banyak tapi semua itu amat sangat berarti bagiku, semuanya membekas dan melekat dalam waktu yang begitu panjang.

Hari ini kami bertemu di tempat ini, memandang satu sama lain dengan lekat. Pandangan yang sulit diartikan, kami bertemu dengan kondisi masing-masing yang berbeda. Aku tak tahu harus memberikan respon seperti apa kepada orang yang berada di hadapanku ini, haruskah aku menyapanya? Atau bertanya tentang kabarnya? Tapi pada akhirnya aku hanya terdiam dengan senyum kaku.

"Hai usnisha! Lama gak ketemu," sapanya dengan hangat.

"...." Aku masih berdiri mematung, tak mengatakan sepatah katapun.

"Apa kabar?" tanyanya masih dengan senyum hangatnya.

"Hmmm, baik. Lo sendiri apa kabar?" jawabku masih dengan senyum kaku.

"Oh, syukurlah." ujarnya. "Gue baik!" katanya kemudian beranjak berdiri.

"Nish, ikut gue yuk!" ajaknya.

"Hah, kemana?" tanyaku bingung karena ajakannya yang tiba-tiba.

"Ada deh. Pokoknya ikut dulu"

"Hmm.."

"Ayolaah, masa lo gak kangen gue," pintanya sedikit memaksa.

"O-oke deh, tapi gue gak bisa lama-lama." jawabku ragu.

"Ok, gak lama kok," sahutnya mengangkat tangannya dengan jari yang melambangkan huruf 'OK'.

Bukannya tak mau, hanya saja aku tak punya waktu jika itu hanya hal sia-sia. Aku harus bekerja di restoran sore nanti, jadi aku tak punya banyak waktu hanya untuk bermain-main, dipikirpun apa manfaatnya?

Cuma ngabisin waktu dan duit doang kalo sekedar main-main. Unfaedahkan?

°°°°

Aku mendudukkan bokongku diatas jok motor, tepat dibelakang punggungnya. Tak banyak percakapan diantara kami dan hanya menyisakan kecanggungan yang mengambang di antara kami.

Aku memperhatikan laki-laki dihadapan ku, yang kusadari telah banyak yang berubah. Laki-laki menggemaskan yang duduk di bangku SMP itu juga berubah, bahu mungil itu kini telah sedikit melebar, dia telah menjadi laki-laki yang tak ku kenal. Tapi aku selalu mengingatnya yang bersedia menjadi temanku, dia yang menembus tembok pertahanan ku kemudian membebaskan ku dari kastil gelap dengan pertahanan kuatnya. Tapi satu yang kusadari tak berubah sejak dulu, yaitu senyumnya.

Yaa... aku selalu suka senyumannya.

Tanpa kusadari aku mengembangkan senyum memikirkannya, Radith menatapku yang tengah tersenyum sendiri dari pantulan kaca spion.

"Kenapa senyum-senyum Nish?" tanyanya sedikit terkekeh.

"Eh, gak papa," jawabku salah tingkah.

"Btw kita mau kemana sih?" Aku kembali mempertanyakan pertanyaan yang masih belum dijawabnya.

"Bentar lagi juga nyampe kok!" jawabnya sedikit menoleh kebelakang.

Aku tak menjawab, memilih mengangguk kemudian melihat bangunan sekitar.

Motor matic yang kami naiki berhenti di depan suatu rumah megah dan besar dengan halaman luas dan asri, begitupun pagarnya yang menjulang. Lokasi rumah ini tak terlalu jauh dari sekolah hanya sekitar 10 menit dengan kendaraan bermotor yang baru saja kami naiki.

ORDINARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang