10. Deal

76 41 137
                                    


Tidak!

Bukan maksudku untuk senang dengan sepi
Aku hanya terbiasa.

°°°°

"Oh, shit!" Mata kami tak sengaja saling menangkap satu sama lain. Ia terlihat terkejut seakan melihat sesosok hantu, begitupun denganku yang refleks bersembunyi karena terkejut juga. Aku terlalu ceroboh dengan mengira tak akan ada yang datang ke sekolah sepagi ini, tetapi memang hari-hari sebelumnya pada jam ini sekolah masih sepi terutama perpustakaan.

"Usnisha?" panggilnya dari kejauhan.

Ia bangkit dari duduk kemudian berjalan mendekat untuk memastikan bahwa sesuatu yang ia lihat adalah benar-benar manusia. Aku mencoba bersikap biasa saja walaupun pada nyatanya jantungku seakan lompat dari tempatnya saking terkejutnya. Aku berpura-pura berjalan untuk memilih buku yang akan di baca di depan rak buku sejarah kuno.

"Nish?"

"Ya!" tanyaku dengan senyum yang menunjukkan deretan gigi yang rapi, berusaha sebaik mungkin menutupi rasa panik.

"Ngapain lo di sini?"

"Yaa, mau baca buku lah!" ujarku sambil mendongak kearah bagian atas rak yang memperlihatkan deretan buku yang dominan berwarna coklat.

"Lo aneh banget, dan lagi lo kesekolah pake baju kayak gitu?" tanyanya dengan tatapan menyelidik dan mimik muka tak habis pikir, lalu ia mengangkat telunjuk menunjuk pakaian yang kukenakan.

Secara otomatis mataku bergerak mengikuti telunjuknya yang menujukkan kaos tipis yang semula berwarna putih tapi kini telah berubah warna menjadi kekuningan, di bagian depan terdapat logo partai dengan tulisan 'ayo coblos no.1', dan celana sport berwarna abu dengan dua garis putih di sampingnya.

Ah... , aku terdiam membeku dan merapatkan bibir tak lagi dapat mengatakan apapun.

Bego bego, kok gue bisa lupa masih pake baju ini... jika batinku bisa terdengar itu akan terdengar bising sekali dengan teriakan, 'akkkhhhh anjir anjir bego bego, anjir gue bego banget...'

Sambil merutuki kebodohan diri sendiri sesekali aku mengetuk kepalaku menyesali kecerobohan ini.

"R-rumah gue deket dari sini!" ujarku tergagap mengatakan alasan bodoh.

Ia menautkan kedua alisnya dan menatapku dengan pandangan aneh. "Tetep aja aneh, gimana caranya lo bisa masuk? Padahal gerbang baru di buka waktu gue masuk," katanya kemudian memilih buku tebal berwarna coklat tua dengan debu yang membuatnya terlihat usang.

Kedua netranya menangkap sesuatu yang menarik atensinya. Kemudian ia berjalan menuju pintu tersebut dengan memutari rak untuk melihatnya lebih dekat.

"Arrgh, sial sial sial!" rutukku pelan. Aku benar-benar sadar aku akan mendapat masalah lebih besar lagi.

"Gue baru tau ada pintu di sini," ujarnya.

"Eh tunggu Ja," ujarku kemudian dengan cepat memegang lengannya dengan tangan berbanjir keringat dingin, mencoba mencegahnya untuk membuka pintu gudang. "Lo gak takut sama hantu penunggu perpustakaan yang suka maenin piano?"

"Gue gak percaya hantu, minggir!" ujarnya kemudian melepas genggaman tanganku.

"T-tunggu," ujarku lagi-lagi menahan tangannya untuk membuka pintu. "Gak usah di buka palingan isinya gudang." Aku berusaha membujuknya sebisa mungkin agar ia tak membuka pintu ruangan yang telah banyak menyimpan segala hal yang telah lama berusaha kututupi.

ORDINARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang