22. That's My Girl

2.5K 341 137
                                    

Satu minggu kemudian. Draco masih merasa patah hati karena diputuskan sepihak. Ia juga tak mengerti dengan jalan pikiran Hermione? Putus karena perbedaan status darah? Bukankah Ia juga sudah tahu dari awal kalau mereka berbeda? Kenapa baru sekarang memikirkan hal itu? Lagipula kemana sifat Gryffindor-nya? Kenapa dia takut dengan mudah?

Draco mengacak-acak rambutnya frustasi. Blaise bingung melihat perubahan sifat Draco yang menjadi aneh. Temannya itu seperti sedang mood swing. Kadang galau, kadang marah, kadang juga seperti orang gila. Dia bahkan pernah tiba-tiba berteriak 'Aku pasti bisa move on!' padahal kan dia single. Move on dari siapa coba? Pikirnya.

Sedangkan Theo hanya meliriknya malas. Dia sudah tahu tentang kabar putusnya Draco dan Hermione. Setelah berakhirnya hubungan mereka, Draco benar-benar berubah menjadi manusia paling menyebalkan. Berubah? Tidak, dia memang sudah menyebalkan dari awal.

"Kau ini kenapa, Draco? Aku lihat akhir-akhir ini kau terlihat sangat stres?"

Draco hendak menjawab Blaise, namun atensinya langsung menatap tajam ke arah perempuan keriting keras kepala yang sedang berjalan bersama dua dayangnya. Ia pun langsung menghampiri mereka.

"Eh, ada mantan." katanya sambil tersenyum miring dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dagunya terangkat seakan derajat orang-orang di depannya ini tak lebih tinggi dari dirinya. Sifat 'sengak'nya kembali dalam mode aktif.

"Loh, kapan jadiannya? Kok sudah jadi mantan saja?" Bisik Blaise pada Theo ketika mereka sudah berada di dekat Draco dan trio golden Gryffindor.

"Menyingkir, Malfoy. Kami sedang buru-buru." ucap Harry. Namun Draco tak mendengarkan. Ia hanya fokus pada Hermione yang terlihat tak ada ekspresi? Draco jadi miris sendiri. Apa benar gadis itu sudah melupakannya? Padahal baru satu minggu. Apa Hermione sudah tidak menyukainya lagi? Sudah tidak memikirkannya lagi? Padahal tiada hari bagi Draco untuk tidak memikirkan gadis itu. Bahkan tiap detik hanya Hermione yang ada di dalam kepalanya.

Tapi kalau dilihat-lihat, wajah Hermione pucat sekali. Seperti orang kurang tidur. Apa jangan-jangan gadis itu juga memikirkan dirinya sampai tidak tidur berhari-hari?

Hah, jangan kepedean Draco. Gadis itu pasti belajar terus menerus demi nilai. Hanya demi ni-lai. Batinnya kesal.

"Ku lihat wajahmu makin jelek setiap harinya. Ha, kau menyesal kan sudah memutuskanku?" Ledeknya dengan senyum menyebalkan seperti Draco yang dulu.

Padahal dalam hati Draco meringis. Maksud sebenarnya dari ucapannya itu adalah 'Ada apa? Kau sakit? Ada masalah apa? Kau baik-baik saja?' tapi dia terlalu gengsi untuk mengucapkan itu.

"Harry, bilang pada orang itu jangan banyak omong. Aku malas mendengar suaranya." ucap Hermione. Harry dan Ron hanya saling tatap.

Draco menyipit, "Potter, bilang pada Miss-know-it-all itu kalau aku juga malas dengannya."

"Harry, katakan padanya kalau wajahnya memuakkan. Suruh dia cepat menyingkir."

"Potter, bilang padanya kalau dia yang memuakkan. Aku risih melihat rambut megarnya itu."

"Harry, bilang pada musang ubanan itu kalau aku tidak mau bicara padanya."

"Potter, bilang padanya kalau aku tidak bicara pada berang-berang dan—"

"Woah Woah, calm down guys!" Ron menengahi. Sedangkan Harry hanya memutar bola mata. 'Aku lagi, aku lagi' batinnya. "Kalian ini kenapa, sih? Dan kau juga, Malfoy. Ikhlas saja lah kalau kau sudah ditinggalkan. Katanya banyak perempuan yang mengejar-ngejarmu, yasudah lupakan saja Hermione. Dia sudah tidak mau lagi denganmu. Jadi berhenti cari perhatian."

Young Parents [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang