21. I Love You But I'm Letting Go

2.5K 339 170
                                    

Hermione termangu seraya menatap rintikan air hujan yang memenuhi setiap sisi jendela kamarnya. Ini sudah satu minggu semenjak Ia kehilangan Mico.

Kehilangan? Bahkan Ia tidak pernah memilikinya. Menyakitkan sekali bukan? Ketika kau kehilangan seseorang yang bahkan tidak sempat kau miliki.

Bodoh. Hermione merasa menjadi manusia paling bodoh. Bagaimana Ia bisa menyatakan dirinya hamil hanya karena tes asal-asalannya menggunakan testpack yang sialnya kadaluarsa. Saat itu profesor Slughorn sampai dipanggil karena memang ini semua berawal dari dirinya yang memaksa kedua muridnya menjadi kelinci percobaan.

Profesor Slughorn menjelaskan kalau efek dari ramuan itu memang akan seperti orang yang sedang mabuk. Dan dia juga yakin kalau Hermione dan Draco sampai tidak ingat apapun, berarti memang mereka tidak melakukan apapun. Alias hanya tidur.

Diulangi, hanya tidur.

Karena pada nyatanya, ramuan itu tidak akan mengambil alih pikiran seseorang. Namun karena memang dasarnya Hermione dan Draco masih belum cukup dewasa, mereka sudah berpikir macam-macam hanya karena menemukan diri masing-masing sedang dalam keadaan tertidur sambil berpelukan. Padahal malam itu tidak terjadi apapun.

Hermione menjatuhkan kepalanya ke meja. Ia belum siap untuk menerima ini semua. Ia sudah menyiapkan mental untuk menjadi seorang ibu yang baik. Ia bahkan sudah membaca buku-buku tentang parenting demi mendidik anaknya. Tapi ternyata semua sia-sia.

Gadis itu melirik sebuah buku cerita anak-anak yang dibeli Draco sekitar satu minggu yang lalu. Ia teringat bagaimana laki-laki itu selalu mendatangi asramanya hanya untuk membacakan buku cerita sebelum Hermione tidur.

Mereka.. sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin. Tapi apa sekarang?

Semuanya sirna.

...

Draco berdiri seraya menopangkan tubuhnya pada pagar pembatas menara astronomi. Ia menghela napasnya berkali-kali. Sudah satu minggu Hermione tidak masuk sekolah. Selain untuk memulihkan dirinya yang tertusuk pisau, Ia juga perlu menstabilkan mentalnya juga. Gadis itu benar-benar terguncang.

Draco pun sama. Ini baru hari ketiga Ia masuk sekolah. Ia meliburkan diri selama 4 hari dan selama itu Ia hanya mengurung diri di kamar manornya. Untungnya kedua orangtuanya mengerti akan keadaannya. Mereka mengizinkan Draco untuk 'berkabung' sebentar.

"Mate, tidak ikut makan malam?" tanya Theo yang kini ikut berdiri di samping Draco.

Laki-laki pucat itu hanya menggeleng.

"Aku tahu kau berduka karena Mico. Tapi kau tidak bisa begini terus." ceramahnya.

Draco mengerling sinis, "Tahu apa kau? Kau tidak pernah kan merasakan bagaimana rasanya kehilangan anak?!"

Theo memutar bola mata, "Ck, gaya bicaramu seperti bapak-bapak 40 tahunan. Lagipula kau kan memang tidak benar-benar punya anak."

Perkataan Theo yang tidak disaring itu membuat Draco makin emosi. Ia memiringkan tubuhnya agar bisa menatap temannya yang sialnya malah santai-santai saja. "Sialan, Theo. Kau tidak mengerti perasaanku!"

"Terserah kau saja lah, mate. Dari pada kau pusing-pusing begini, lebih baik kau buat lagi saja Mico-nya. Buat saja yang banyak sekalian. Begitu saja susah."

Draco langsung menggetok kepala Theo dengan tongkatnya, "Kau benar-benar tidak punya otak." Desisnya.

Theo menyilangkan kedua tangannya setelah mengelus kepalanya sendiri, "Sesuatu yang memang bukan untukmu, pasti akan pergi. Begitu juga sebaliknya. Daripada kau menangisi sesuatu yang sudah pergi, lebih baik kau jaga yang masih ada."

Young Parents [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang