20. In Another Life

2.7K 339 219
                                    

Semua orang berdiri cemas di depan ruang rawat St.Mungo's. Draco sedari tadi harus ditenangkan berkali-kali karena mencoba menerobos masuk. Narcissa kini memegangi anaknya itu.

Para profesor dan beberapa Auror juga sudah berjaga-jaga agar tidak ada media atau apapun itu yang meliput kejadian ini. Thomas dan Helga Granger saling berpelukan menunggu kabar mengenai kondisi anak mereka.

Suasana seakan diliputi awan hitam. Harry dan Ron yang memaksa ikut para profesor pun shock berat setelah mengetahui kalau Hermione terluka akibat tertusuk benda tajam. Mereka berdua benar-benar merasa sangat bersalah karena tidak bisa menjaga sahabat perempuannya itu. Mereka juga marah pada Draco karena sudah menyebabkan hal ini terjadi. Tapi melihat kondisi Draco yang bahkan terlihat sangat mengenaskan membuat rasa marah itu berubah menjadi iba. Mereka merasa prihatin dengan apa yang dialami Draco dan Hermione saat ini. Usia masih muda, memiliki anak, terhalang restu, dan sekarang salah satu dari mereka sedang mempertaruhkan nyawa.

Thomas Granger yang sedari tadi memendam kemarahan, akhirnya tidak bisa menahannya lagi. Ia menghampiri Draco yang berada di dalam pelukan ibunya, lalu menarik baju anak laki-laki itu dengan kasar sampai Draco terjatuh ke lantai dengan bunyi bedebam. Semua orang teriak histeris.

"Kau! Apa masih kurang kau menghancurkan hidup anakku?! Sekarang kau mau membunuhnya juga?! IYA?!"

Para Auror berusaha menghalangi Thomas untuk menyerang Draco. Lucius berdiri di depan anaknya itu dengan tatapan datarnya. Ia tidak bicara apapun.

"Apa?! Kau mau membela anakmu? Dia bersalah! Dia menghamili anakku dan membawanya kabur! Sekarang kau lihat keadaan Hermione-ku seperti apa?! Kalau dia kenapa-kenapa, kau bisa tanggungjawab?!" Kini Thomas meraih jubah Lucius dan menarik-nariknya. Namun pria itu tetap diam.

Draco yang masih bersimpuh di lantai menatap ayahnya dan ayah Hermione bergantian. Matanya sudah memerah. Laki-laki itu pun mendekat dan bersimpuh di samping kedua orang tua itu, "Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak punya niat sedikitpun untuk menyakiti Hermione. Aku menyayanginya. Aku akan lakukan apapun untuknya."

Mata Thomas kembali mengarah pada Draco. Ia menahan tangis dengan luar biasa kerasnya. Membuat deru napasnya sangat cepat, "Minta maaf katamu? Kau pikir dengan maafmu akan mengembalikan semuanya kembali ke semula?! Kau pikir dengan maafmu hidup anakku akan baik-baik saja?!"

Draco menunduk dengan tangan yang mengepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih.

"Dia anakku satu-satunya. Aku merasa gagal menjadi ayah." Kini Thomas terduduk di lantai akibat emosi yang sudah tidak dapat dibendung lagi. Kesedihan sudah tidak bisa Ia tahan. Pria itu menangis di samping istrinya. "Kalau terjadi sesuatu pada Hermione-ku, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri. Maafkan ayah, Mione. Ayah gagal menjagamu." disampingnya Helga Granger juga menangis seraya memeluk suaminya.

Draco menggigit bibirnya sampai berdarah. Air mata terjatuh membasahi lantai akibat dia yang tak bisa mengangkat kepalanya. Ia terus menunduk menatap lantai marmer yang dingin. Ingin rasanya Ia membenturkan kepalanya sendiri sampai remuk.

Di tengah kesedihan itu, tiba-tiba pintu ruang rawat terbuka. Seorang healer keluar dan langsung diserbu pertanyaan oleh orang-orang di sana.

"Bagaimana keadaan anakku?" Thomas bicara lebih awal. Matanya memancarkan pengharapan luar biasa.

"Nona Hermione baik-baik saja. Pendarahannya tidak parah. Jadi bisa cepat ditangani. Untungnya pisau yang menancap juga tidak dalam."

Semuanya langsung menghembuskan napas lega. Draco langsung mengusap wajahnya, bersyukur.

Helga ikut mendekat, "Lalu bagaimana dengan kandungannya?"

Semuanya terdiam. Menyimak perkataan sang healer selanjutnya. Namun laki-laki berseragam itu malah menatap mereka dengan bingung, "Kandungan?"

"I-iya, anakku sedang mengandung sekarang."

Healer itu menatap semuanya bergantian, "Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Nona Hermione sedang tidak mengandung."

...

Hermione tersenyum cerah ketika pertama kali membuka mata yang Ia lihat adalah kedua orang tuanya. Ia juga melihat Draco yang berdiri kaku dekat pintu bersama kedua orang tuanya. Gadis itu merasa lega luar biasa. Pikirnya, semua orang pasti sudah menerima hubungan Draco dan dirinya beserta anak mereka, Mico.

"Mom, aku berjanji tidak akan melakukannya lagi. Tapi aku mohon, terima Draco ya? Dan anakku juga." katanya seraya mengelus perut ratanya itu.

Semua orang seakan menahan napas. Helga mendekati anaknya dan mengelus dahi Hermione dengan sayang, "Maafkan Mom ya, Hermione? Kau harus mengalami ini semua."

Hermione mengusap wajah ibunya, "Mom, ini bukan salahmu. Aku janji tidak akan menyusahkan mu lagi. Aku akan jadi ibu yang kuat seperti dirimu." katanya dengan senyum lebar. Tak menyadari raut wajah semua orang di sana yang tidak tersenyum sama sekali.

"Profesor, bisa aku minta tolong?" tanya Hermione. Profesor Dumbledore dan Mcgonagall langsung mendekati gadis itu. "Apa aku masih bisa bersekolah? Aku tidak mau putus sekolah. Aku masih bisa melanjutkan sekolah setelah melahirkan 'kan? Aku mohon." ibanya seraya mengusap-usap perutnya lagi.

Draco tidak tahan melihat itu semua. Ia langsung meninggalkan ruangan tanpa berkata apa-apa. Membuat Hermione bingung dan resah.

"Draco kenapa?"

"Aku.. aku akan menyusul Draco." ucap Narcissa. Wanita itu pun ikut keluar ruangan bersama Lucius.

Hermione menatap kedua orangtuanya, "Mom, Dad, apa ada yang salah? Kenapa wajah Draco terlihat sedih sekali?"

Thomas dan Helga menunduk. Tidak tega melihat wajah anaknya itu.

Hermione mulai menyadari keanehan yang ada di ruangan itu, "Sebenarnya ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

Helga menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Ia duduk di samping ranjang Hermione dan mengusap lembut rambut anaknya itu, "Hermione.."

Gadis itu menyimak dengan waspada, "Apa, Mom?"

"Hermione.. Mico.. Mico tidak ada."

Hening. Hermione menatap ke dalam mata ibunya, "Tidak ada bagaimana maksudnya? Maksud Mom apa?"

Helga meraih tangan Hermione dan menggenggamnya erat, "Mione salah paham. Mione tidak hamil, Nak. Mico tidak ada selama ini."

Hermione merasa dunianya berdengung, "Tidak. Tidak mungkin. Mico.. Mico ada! Mico ada di sini." Katanya seraya menunjuk perutnya. "Aku tidak percaya! Mico anakku pasti masih ada. Iya kan Mom? Kau berbohong kan?"

Helga menatap anaknya prihatin. Ia menggeleng lirih lalu memeluk anaknya itu.

Hermione menatap kosong ke depan. Tubuhnya melemas seakan nyawanya melayang pergi. Perlahan air mata membanjiri wajahnya. Awalnya isakan, lama-kelamaan menjadi raungan.

Di luar ruangan, Draco bersandar pada tembok sambil terus mendengar tangis Hermione. Ia menumpukan dahinya pada lututnya lalu menjambak rambutnya kuat-kuat.

Hatinya patah. Ia merasa kehilangan sebagian jiwanya. Semuanya seakan hancur berkeping-keping.

Mico yang selama ini Ia sayangi ternyata tidak ada. Bagaimana Ia bisa merasa sehancurnya ini karena sesuatu yang ternyata tidak pernah menjadi miliknya?

Narcissa bersimpuh di samping anaknya itu lalu memeluknya, "Menangislah, Draco. Aku tahu hatimu terluka."

Mendengar perkataan ibunya, bahu Draco langsung gemetar. Ia memeluk lututnya erat dan menyembunyikan wajahnya yang sekarang penuh oleh air mata.

"Aku sudah terlanjur menyayanginya, ibu. Sakit sekali rasanya." katanya seraya menekan kuat dadanya.

Narcissa semakin mempererat pelukannya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia seakan ikut merasakan kepedihan Draco. Ia membayangkan kalau dirinya kehilangan Draco, pasti sangat menyakitkan. Bahkan tidak bisa tergambarkan rasanya.

Mereka yang kehilangan istri atau suami, disebut janda atau duda. Mereka yang kehilangan orang tua disebut yatim piatu. Tapi tidak ada sebutan untuk orang tua yang kehilangan anaknya. Karena tidak ada yang bisa menggambarkan rasa sakitnya.

[To be Continued]

Kejutan!!! Hehehe

Young Parents [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang