🕸 Keep It Real

3.7K 884 101
                                    

"Finally..."

Lenguhan Rulia menguar bersama langkah kaki mereka yang menjauh dari gedung PB Djarum. Sudah di duga tak akan semudah itu mendapat kesempatan interview langsung ke narasumber. Jadi Rulia dan Noa berubah haluan hari itu dan hanya bertemu dengan manager salah satu atlet untuk menyusun jadwal interview.

"Seenggaknya udah dapet jadwal ya jadi aman." sambut Noa.

Rulia membenarkan. Langit masih cukup terik meski bukan tengah hari, karenanya Rulia harus mengangkat tinggi-tinggi rambutnya sambil mengipasi leher dengan sebelah tangan.

Melihat itu Noa tiba-tiba menyodorkan sebuah karet rambut dari dalam tasnya. Membuat Rulia mengernyit sedikit walau tetap menerimanya dengan senyum.

"Lo nyimpen ginian dalam tas?"

Noa mengangguk, "Rambut gue juga cukup panjang. Jadi kadang kalo panas, gue iket."

Rulia membulatkan bibir. Menyadari bahwa Noa memang memiliki rambut yang lebih panjang dari model rambut laki-laki biasanya, "Tapi biar gitu rambut lo bagus ya. Gue sebagai cewek jadi agak minder."

"Rambut lo juga bagus kok. Cantik."

Jika ingin tahu, Noa itu tipikal yang kalau ngomong pasti straight to the point. Dan Rulia selalu apresiasi manusia yang punya sifat seperti ini. Karena itu Rulia nyaman ngobrol sama Noa.

"Thank you ya." kata Rulia setelah beres mengikat rambutnya, "Eh, mau mampir ke sini dulu gak? Gue haus."

Telunjuk Rulia mengarah pada kaca sebuah mini market saat mereka kebetulan sedang melewatinya. Tanpa ragu Noa pun menyetujui saran sang gadis.

Namun begitu membuka pintu market, masing-masing netra mereka langsung di isi dengan pemandangan seorang kasir yang sedang di marahi habis-habisan oleh bosnya.

Merasa suasana tidak kondusif, Noa refleks menahan lengan Rulia di bibir pintu, "Kita cari toko lain aja."

Bukannya menurut, Rulia justru tetap berjalan masuk. Dengan sangat berani berhadapan tepat di depan mereka. Di detik yang sama ketika tangan si bos itu terangkat hendak memukul staffnya, Rulia lebih dulu melempar tas ke kepala pria itu.

"Anjing!" umpatnya murka.

"Berisik, Pak. Kalau mau ngamuk liat tempat dong. Trus mau mukul cewek? Anda tau gak ini di negara hukum? Mau saya lapor pihak berwajib?"

Pria itu terlihat menggertakkan gerahamnya kesal. Sebelum ia sempat bertindak impulsif, Rulia langsung menarik staff wanita itu ke balik badannya dan Noa bergerak cepat menahan lengan si bos yang kembali terangkat di udara.

"Gak usah ikut campur kalian!"

Ini tidak akan selesai dengan baik, maka Rulia beralih mengeluarkan ponselnya, mengetik di layar sekilas lalu mengambil pose bertelepon.

"Halo Pak Polisi, saya mau lapor—"

"Hei! Sebentar!" Panik. Pria itu spontan mengangkat kedua tangannya sebagai syarat menyerah.

Rulia menurunkan ponselnya. Masih dengan tatapan dingin. Si pria menunjukkan raut kesal, sembari menatap staffnya dan berganti melirik Noa dan Rulia. Tak lama ia memutuskan pergi dari sana tanpa kata.

"Kak, makasih ya. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya," vokal kasir itu terdengar bergetar.

"Gapapa, Kak." balas Rulia, merasa tak enak Rulia lantas memilih acak item yang ada di atas meja kasir, "Saya beli ini ya."

Usai bertransaksi keduanya pun keluar dari mini market itu. Rulia juga sempat berpesan sebelum benar-benar pergi, "Kak, kalau kejadian lagi yang kayak tadi jangan diem aja, lari. Kamu hidup bukan buat di pukul sama orang lain. Setinggi apapun status dia."

[✔️] LabyrinthineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang