Biasanya ketika pikiranmu sedang penuh dengan satu hal, di saat itu pula masalah lainnya pun datang. Begitulah bagaimana Rulia yang mungkin hanya akan menghabiskan sisa mata kuliah hari itu dengan bengong saja, tiba-tiba di tepuk pundaknya oleh orang sebelah. Rulia refleks tersadar lalu kelabakan.
"Eh, iya, sorry. Kenapa? Dosen manggil gue?"
Noa menggeleng, "Di suruh salin ke binder catatan yang ada di papan."
Rulia memutar pandangannya ke arah depan. Kemudian ber-ooh ria. Kacau. Betapa tengsinnya kalau ketahuan sedang tidak fokus di tengah umum.
"Oke, thanks infonya ya, No." balas Rulia pula. Ia sudah membuka binder dan bersiap untuk menyatat, tapi lengannya di tahan pelan oleh Noa lagi.
"Tadi ada tugas kelompok juga. Kelompoknya tentuin sendiri. Satu kelompok isinya dua orang. Gimana kalau kita sekelompok?"
Rulia sampai harus mengurai satu per satu kalimat dari Noa dalam benak, karena lelaki itu menjabarkannya dalam satu tarikan napas dan ekspresi datar. Sebenarnya Rulia hanya punya jadwal satu mata kuliah yang sama dengan Noa, jadi dalam seminggu mereka bertemu sekali saja. Namun, tiap kali sekelas itu pula entah mengapa Noa kerap mengambil kursi bersebelahan dengannya. Karena itu mereka jadi cukup akrab.
Gagal menyatukan konklusi, Rulia ulang bertanya, "Gimana?"
Sayangnya belum sempat Noa menjelaskan kembali. Seorang gadis tiba-tiba mencoleknya dari belakang. Membuat lelaki itu menoleh.
"Noa udah ada kelompok belum? Sekelompok dengan aku, mau gak?" tanyanya malu-malu.
Masih dengan raut khasnya Noa pun membalas, "Sorry ya, tapi gue udah sekelompok sama Rulia."
"Emangnya gue bilang iya?" sela Rulia instan ikut membalikkan badannya.
Noa gantian melirik padanya, "Jadi lo mau bilang enggak?"
Hening. Rulia mengulum bibirnya, sekilas melirik pada gadis yang masih menunggu itu. Otak Rulia berpikir cepat, katakanlah jika ia menolak ajakan Noa, itu artinya Rulia harus mencari orang lain untuk sekelompok dengannya. Dan mengingat Rulia tidak punya teman di kelas ini. Rasanya itu hal yang sulit.
Jadi kesimpulannya adalah:
"Hm, iya deh. Maaf ya. Bener. Noa-nya udah sekelompok sama gue nih." sahut Rulia pada gadis itu.
"Oh oke."
Si gadis tampak kembali memundurkan badannya. Samar tapi cukup jelas, Rulia bisa mendengar bagaimana gadis itu dan temannya menggunjingkan sikap Rulia barusan.
"Liat gak sih cara dia ngomong tadi? Arogan banget. Matanya lagi idih pengen gue colok."
"Padahal denger-denger dia udah punya pacar kan, tapi kalau ada cowok ganteng di kelas masih aja ganjen. Ular banget deh. Pantesan gak ada cewek yang mau temenan sama dia."
Malas mendengar bisikan mereka lebih lanjut, Rulia memilih mengeluarkan airpods dan memakainya. Mencoba mengabaikan sembari fokus mencatat saja.
Sampai Noa lagi-lagi mengusik dengan menyodorkan ponselnya ke atas binder Rulia. Tak lupa secarik sticky note di sana.
'minta nomor hape lo. biar gampang mau komunikasi.'
Rulia tersenyum tipis. Lalu mengetik nomornya dalam ponsel Noa. Plus juga nama untuk dirinya. Setelah itu ponsel pun di kembalikan, juga sticky note balasannya:
'nama kontaknya gue simpenin lia ya. btw, tulisan tangan lo berantakan. gak cocok sama muka.'
"Kok tiba-tiba ngatain..."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Labyrinthine
Fiksi PenggemarSemesta Arjuna sudah cukup rumit dan tambah rumit lagi begitu dia mengenal Rulia. written on: March 1, 2021 - Jan 23, 2022. ©RoxyRough