10. Tertangkap Kamera

21 5 11
                                    

Bima melirik jam tangannya saat sebuah bola menggelinding ke arahnya. Dengan kaki kirinya, ia menahan bola agar tidak keluar area parkiran. Pandangannya beredar ke sekeliling, menemukan pemilik benda bulat itu.

"Kak, itu punyaku," Reon, anak kecil dengan kaos kuning menyapa Bima. Telunjuknya tertuju pada benda di pelukan Bima.

"Oh, here you go. Lain kali mainnya di lapangan, ya."

Tangan Reon sudah bersiap menerima bola saat Viona, guru piket, merangkul pundaknya.

"Reon, kamu di sini rupanya. Kita ke lobi, yuk. Eh, ini siapa?"

"Miss, Kakak ini yang nahan bolaku tadi. Miss ngapain nyari aku?"balas Reon.

Viona memperhatikan Bima dengan lengan kemeja hitam yang tergulung hingga bagian siku. Dua kancing atasnya dibiarkan terbuka hingga dadanya yang bidang sedikit terlihat. Viona menelan ludahnya sebelum pandangannya jatuh pada wajah Bima yang putih. Sepasang mata lelaki itu seperti menghipnotis Viona yang kini mencengkeram lengan Reon dengan kuat.

"Miss, duh, sakit."

Viona terkesiap sebelum menunduk dan menatap wajah anak kelas dua SD itu. "Maaf ya, Reon. Mamamu sudah menunggu di lobi. Tadi Mama ketemu Miss Mia dulu."

Reon menurut dan segera berbalik.

Viona merapikan rambutnya yang tertiup angin. "Hmm, Bapak mau jemput siapa, ya? Biar saya panggilkan anaknya."

Bima tertawa pelan. "Ah, saya nunggu Miss Nala. Sebentar lagi dia juga datang."

"Oh, maaf. Saya pikir orang tua murid. Okay, saya ke dalam lagi," ujarnya dengan sedikit penyesalan karena waktunya memandangi makhluk rupawan itu sudah habis.
**

Nala mengembuskan napas seiring dengan kedua jemarinya yang memijat pelipis. Ia baru saja menyelesaikan laporan tentang performa para guru dan kejadian yang perlu mendapat perhatian khusus di hari terakhir masa orientasi. Hampir semua guru melapor kalau anak-anak sangat antusias untuk memulai pelajaran.

"Miss, Miss," Viona menepuk pundak Nala sambil mengedipkan matanya. "Kenapa kamu nggak pernah cerita kalau punya pacar setampan pangeran negeri dongeng?"

Nala mengernyitkan kening. "Maksudmu?"

Viona menarik kursi di dekatnya dan menceritakan apa yang baru ia lihat.

"Kamu beruntung bisa pacaran sama cowok itu. Aku akan lakukan apa saja biar dia nggak berpaling ke wanita lain."

Nala hanya menjawab dengan senyuman simpul sebelum menutup laptop.

Andai kamu tahu yang kurasa, Vi.
**

Mobil itu meluncur membelah jalan Raya Kalimalang, meninggalkan debu yang segera bergabung dengan zat emisi kendaraan lain.

"Kita mau ke mana, Bim?"

Lelaki itu menoleh pada kekasihnya.  Seharian ini ia sudah berkutat dengan rapat bersama klien tanpa menyerahkan sisa pekerjaannya pada Lukas. Bima pikir, ini saat yang tepat untuk membicarakan hal yang mengganjal di hatinya. Tadi siang ia juga sempat membaca artikel tentang bagaimana menaikkan mood seseorang.

"Ke tempat yang kamu pasti suka."

Nala mengalihkan pandang keluar, tepat saat Bima mengarahkan kendaraan ke salah satu kedai yang ada di dekat taman kota. Kedai dengan dua gerobak kecil yang di dipasang stiker es krim dengan warna cerah.

"Mbak, pesan dua cokelat es krim, ya."

Nala mengernyitkan kening. "Tumben, ada apa?"

Sebelah tangan Bima mengelus pipi kekasihnya, lembut. "Katanya, cokelat bisa buat perasaan jadi lebih bahagia dan tenang. Cokelat punya kemampuan memproduksi hormon serotonin," balas Bima tenang.

My Way Home is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang