26. Kue Mochi dan Kenangan Kita

30 2 7
                                    

Ayla itu kini merayap pelan menuju rumah minimalis bercat ungu muda.

"Sekali lagi aku minta maaf karena udah buat kamu takut. Biar gimana pun, aku khawatir Ken akan terus ganggu kamu."

Nala mengembuskan napas, teringat ia pernah hampir menyerah dengan hubungannya dan Bima. Tapi, setelah tadi menghadapi kekecewaan yang bercampur dengan cemburu buta, wanita bermata almon itu malah menemukan jalan buntu yang menyesakkan pikiran.

"Tapi, coba kamu pikirin lagi soal pindah kerja. Atau kalau perlu, kamu kerja di kantorku sementara waktu."

Nala tercekat dengan perkataan itu.
"Aku masih terikat kontrak, Bim. Lagipula selama aku masih bisa jaga diri kurasa aman."

"Kamu kenapa kesannya jadi berpihak sama Ken? Dia cuma masa lalumu, kan? Kenapa kamu kasih dia kesempatan buat bisa dekat lagi?"lanjut Bima, masih dengan nada sedikit tinggi.

Nala menggeleng kuat, tak mengerti dengan jalan pikiran kekasihnya itu.
"Aku udah bilang di antara aku dan Ken nggak ada hubungan. Aku juga udah menolak pemberiannya."

"Memang, tapi mungkin aja setelah ini dia bisa ngelakuin hal lain yang menjauhkanmu dariku."

Wanita itu tak tahan lagi saat Bima terus menebak apa yang akan terjadi. "Kamu kejauhan mikirnya, Bim. Udah lah, aku mau istirahat."

Bima hanya terpaku melihat kepergian Nala, tapi ia akhirnya memutuskan keluar saat Arum muncul dari balik pagar. Wanita itu meminta Bima untuk duduk di kursi rotan di teras.

"Bim, sebenarnya ada apa? Waktu terakhir kalian kemari, sepertinya ada masalah. Mau cerita?"

Arum tahu kalau Bima begitu mencintai anaknya dan ia pun berharap mereka akan menikah. Namun, setelah Nala mengaku pernah tidur dengan Ken, Arum jadi ragu untuk mendukung kedekatan Bima dan Nala. Bisa saja Bima kecewa pada anaknya dan berdampak buruk pada hubungan mereka.

"Nala deket lagi sama Ken, Ma. Aku lihat Ken kasih perhatian ke dia. Aku khawatir kalau Nala malah balikan."

Arum memijat pelipisnya, tapi tak lama ia tersenyum.
"Kamu jangan menilai sesuatu dari luarnya, Bim. Mereka belum terlalu dekat dan Mama yakin, pasti ada jalan terbaik buat kalian," balas Arum tenang, meski ia lalu merasa bersalah.

"Oh ya, Bim, waktu itu kamu bilang sudah siap melamar Nala. Terus, persiapannya udah sejauh apa?"

Arum pikir, tak ada salahnya untuk mengkonfirmasi hal serius itu agar ia bisa mengambil sikap pada Nala.

Bima menatap lurus ke depan. "Belum seratus persen, Ma, tapi aku udah ada cincinnya."

Arum membelalakan mata saat menyadari Bima sungguh serius dengan perkataannya.
"Apa kamu ada da rencana untuk mewujudkan itu?"

Bima mengangguk. "Ya, apalagi dengan keadaan yang seperti ini. Aku harap Nala mau menerimanya."

Arum tak tahu harus senang atau sebaliknya. Perbuatan Nala sudah terlampau jauh dan kalau Bima tahu, bisa saja ia malah larut dalam kekecewaan.

Selepas kepergian Bima, Arum segera menemui anaknya yang tengah duduk di taman belakang. Pelan, ia mengelus kepala anaknya.

"Ma, Bima udah pulang? Aku langsung masuk tadi karena kesal sama dia yang menuduhku dan Ken."

Arum mengiakan sambil mengelus rambut hitam sebahu putrinya. "Nal, Mama memang masih kecewa denganmu, tapi Mama yakin kamu bisa belajar dari kesalahan itu."

Nala mengangguk pelan."Aku ngerti, Ma. Makasih karena tetap ada di sisiku ya, Ma."

"Sudah sewajarnya karena kamu masih tanggung jawab kami. Nal, kamu harus menentukan pilihan. Mama nggak memaksamu buat lanjut sama Bima, tapi bukan berarti kamu langsung balikan sama Ken. Apalagi Bima barusan bilang kalau dia mau melamarmu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Way Home is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang