20. My Sunny 2

5 2 6
                                    

Ken menaikkan sudut bibirnya pada wanita berkulit putih bagai pualam yang kini tengah merapikan rambutnya. Lidia sudah pergi setelah mengatakan agar Ken meminjam mobil sekolah.

"Nanti kamu antar sampai depan pagar aja," ujar Nala, bersiap keluar dari ruangan itu.

Lelaki dengan rambut sebahu itu menyilangkan kedua lengan di dada. "No, aku harus pastikan kamu aman."

Tanpa menunggu persetujuan wanita itu, Ken segera menggamit lengan Nala yang masih lemas karena belum sepenuhnya pulih.

"Ken, aku bisa jalan sendiri," tepisnya.

Lelaki gondrong itu mendesah. "Kamu masih lemas, Sunny. Tadi cuma minum teh manis. Kalau pingsan gimana? Mau aku gendong lagi?" Cengiran khas itu tercipta, membuat pipi wanita bermata almon itu memerah karena dihadapkan pada kenyataan kalau Ken kembali menyentuhnya. Walau itu untuk menolongnya, entah kenapa sebagian hatinya belum bisa menerima perhatian dari mantan kekasihnya itu.

"Kenapa blushing gitu, Sunny? Pasti nyesel ya, karena nggak bisa menikmati perlakuan manisku?"

Kalau saja keadaannya sedang bugar, ia ingin membalas perkataan Ken. Nala akhirnya membiarkan lelaki masa lalunya itu menuntunnya menuruni tangga menuju ruang administrasi.

Setelah Viona, guru piket, memberikan kunci mobil, Ken menoleh pada Nala. "Sunny, kita pulang, ya."

Viona mengerutkan kening karena panggilan itu.

Nala bukannya udah punya pacar? Tapi, kenapa guru baru ini kesannya deket banget? Ah, coba besok kutanya.

**

Mobil merah itu sudah terparkir tepat di depan pagar rumah minimalis itu. Menggandeng tangan Nala, langkah Ken mantap menyusuri jalan setapak yang menghubungkan pekarangan dengan teras. 

Lelaki berambut gondrong itu kini mengetuk pintu sambil bersiul seakan hendak bertemu dengan petinggi negara. Nala hanya melengos kesal melihatnya.

Langkah kaki yang tergesa dan teriakan agar mereka menanti terdengar dari dalam. Tak lama, wajah Arum menyembul dari balik pintu seiring dengan teriakan paniknya. "Ya Tuhan, Nala. Kamu kenapa?" Arum memapah anaknya sebelum matanya berpindah pada lelaki yang mengulas senyum padanya.

"Nal, kenapa Ken bisa sama kamu?"

"Tante, aku bisa jelasin."

"Nggak perlu. Kamu lebih baik pulang dan jangan pernah datang kemari lagi."

Ken mengerucutkan bibirnya seiring kedua bahunya yang turun. "Yah, Tan. Kalau aku kangen Nala gimana? Dia pasti lagi perlu dukunganku."

Arum membelalak tak percaya. "Anak nggak tahu diri. Nala, ayo kita masuk. Kamu harusnya nelpon Mama atau Bima. Kenapa harus sama Ken?"

"Ma, Nala pingsan di sekolah dan-"

Arum berbalik, mendapati Ken yang masih berdiri di tempatnya. Ibu Nala menatap lelaki itu dengan mata penuh kebencian.

"Mama bicara sama Nala. Pergi sekarang atau saya panggil satpam buat usir kamu."

Arum menutup pintu dengan sekali sentak hingga berdebam kencang di telinga Ken, tapi ia tidak kaget. Arum tadi menyebut satu nama.

Bima. Siapa dia? Pacar my Sunny?

Ken menggelengkan kepala seraya menepuk-nepuk pagar rumah Nala sambil berdoa dalam hati. Walau Arum belum memberi lampu hijau, ia sangat yakin wanita itu akan memberi izin untuk kembali menjalin hubungan dengan anaknya.

Di dalam, Arum mendesah lega karena mobil merah tadi sudah meluncur pergi. Ia berpaling pada Nala yang kembali berbaring.

"Nal, kenapa Ken bisa nganterin kamu?"

My Way Home is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang