18. Ms. Sunny dan Mr. Moon 2

9 3 13
                                    

Bias mentari mengenai wajah dengan rahang tegas milik Ken. Ia mengerang pelan sekaligus menyalahkan dirinya karena semalam terlalu asyik menatap bulan hingga lupa menutup tirai. Cepat, lelaki itu menarik selimut hingga menutupi wajah, tapi tak lama ia menyingkap kain tebal itu dan bangun. Matanya mengerjap melihat jarum jam di dinding.

"Oh gosh, telat gue. Ini kan, hari pertama ngajar sama my Sunny."

Ken segera berderap ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berangkat. Jarak dari rumahnya menuju sekolah itu hanya tiga kilometer, tapi pagi hari adalah jam sibuk maka ia memilih untuk mengendarai motor matic nya.
Ia bisa menyelip di antara kendaraan lain, jadi bisa tiba lebih cepat. 

Setelah melewati kemacetan dan lampu merah, akhirnya lelaki itu tiba di gedung bertingkat empat yang tampak menjulang dari vihara di depannya.

Beberapa anak sedang bermain sepak bola di lapangan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir. Sisanya sibuk bercengkerama di koridor kelas. Namun, seorang wanita yang sedang duduk di dekat kolam ikan menarik perhatiannya.

Nala mendapat tugas piket untuk memantau anak yang bermain sebelum jam masuk pelajaran tiba. Hari itu, ia mengenakan blazer hitam dan rok selutut. Pulasan make up nya tidak menonjolkan bagian dari wajahnya, tapi Ken selalu menyukainya.

"Ngelihat penampilan Sunny jadi kayak deja vu," ujar Ken sambil memarkir motornya.

Masih dengan senyuman lebar, Ken berjalan mendekati Nala. "Hey, morning, Sunny. Udah lama nungguin aku?"

Nala mendongak, mendapati lelaki yang mengikat rambut sebahunya itu. Ken belum mendapat seragam, jadi ia mengenakan kemeja biru muda yang ia padu dengan celana panjang hitam berbahan katun. Sepatu kets yang senada dengan warna bajunya menambah sempurna tampilannya. Nala menelan ludahnya saat manik hitamnya tertuju pada wajah Ken yang sepertinya habis bercukur.  Wanita itu ingat saat ia hanya berjarak dua sentimeter dengan Ken. Ia bebas menghidu aroma yang menjadi candu baginya.
Rasa nyaman itu datang lagi, tapi Nala menepisnya.

"Jangan kepedean. Aku lagi piket. Kamu mendingan sekarang ke ruang guru dan siapin diri," jawab Nala.

Wanita itu sudah menyiapkan jadwal agar Ken lebih banyak memegang kelas satu hingga tiga. Anak-anak itu suka mengobrol atau berlarian dan sering membuat guru yang tidak sabar akan kewalahan. Ken pasti menyerah dan ia akan mengundurkan diri. Dengan pikiran itu, Nala bisa lebih tenang sedikit.

"Aku udah siapin dari semalam," ujar Ken. Maniknya memandang pohon cherry yang menaungi kolam. Airnya cukup jernih hingga Ken bisa melihat ikan koi yang tengah berenang.

"Lima belas menit lagi kita masuk dan kamu harus udah stay di ruang kelas 3A. Tolong bantuin Miss Rina buat mengawasi anak-anak." Perkataan Nala membuat lelaki itu melirik jam tangannya.

"Iya, tapi nunggu di sini lebih seru. Aku bisa menghirup udara segar dan yang pasti ada kamu, Sunny." Ken tersenyum lebar hingga lekukan di ujung pipinya muncul.

Nala berdecak sebelum menggeser posisi duduknya. "Kamu bisa ikutin apa kataku, nggak?" ujarnya ketus, menghalau detak jantungnya yang tak bersahabat dan serbuan kupu kupu di perutnya.

Kenapa harus sesulit ini buat menjaga jarak denganmu, Ken?

"Bisa, tapi kayaknya kamu melewatkan satu hal. Sunny, kamu belum menjelaskan karakter anak di kelas. Maksudku, kalau aku lebih mengenal mereka, proses belajar jadi lebih mudah. Kamu langsung pergi gitu aja kemarin. Apa kamu mau menghindariku, hmm?"

Nala menatap sepasang mata cokelat itu yang kini memandangnya lekat.

"Kamu pasti masih menyimpan luka atas apa yang sudah kulakukan," lanjut Ken dengan tegas.

My Way Home is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang