22. Hari yang Dijanjikan

6 3 13
                                    

Pagi kembali merengkuh malam dan meminta setiap insan untuk kembali menekuni rutinitas. Begitu pula dengan wanita bermata almon yang menggerakkan tangan sambil sesekali memberi tanda centang pada kertas jawaban para murid. Seorang lelaki dengan rambut diikat satu ke belakang menghampirinya.

"Ada lagi yang perlu aku bantu, Sunny?" Ken meletakkan beberapa kertas yang sudah ia periksa di meja Nala.

Wanita berambut lurus itu mendongak dan menemui lagi sepasang mata cokelat Ken yang seakan menjadi bagian yang paling ia puja sekaligus hindari. Terutama saat perasaannya sedang condong pada lelaki masa lalunya itu.

"Iya. Hari ini kamu dapat tugas buat jagain anak-anak kelas 3B renang. Di hotel Lembayung. Kamu tahu, kan?"

"Sure. Kamu mau bareng?"

"Aku nanti nyusul sama Rina." Nala melirik jam tangannya. "Setengah jam lagi. Dan nanti tugasmu cuma memantau mereka dari pinggir."

"Mau berapa lama pun, aku siap nunggu kamu, Sunny."

"Ken, kamu bisa serius nggak, sih?" Nala sudah bersiap untuk melempar pulpen, tapi lelaki itu lebih dulu keluar sambil terkekeh.

Ya, ada kebiasaan bagi para murid di Sinar Harapan. Mereka akan mendapat pelajaran renang setelah ulangan tengah semester selesai sementara menunggu nilai dimasukkan ke raport. Pihak sekolah juga sudah bekerjasama dengan manajemen hotel untuk mendatangkan pelatih yang akan mengajari mereka beberapa teknik olahraga air itu.

Ken kini berdiri di tepi kolam, memerhatikan anak didiknya yang asyik berceloteh.

Bunyi peluit meminta mereka untuk melakukan pemanasan. Ken memilih untuk duduk di bangku dekat kolam sambil memandang ke sekeliling. Tak lama, para murid sudah mulai melakukan gaya bebas didampingi pelatih.

Kolam itu lumayan panjang dan dibagi dua area; satu untuk orang dewasa dan di ujung sana untuk anak. Dan, mereka adalah satu-satunya yang berada di kolam.

Ken pikir, kalau hubungannya dengan Nala sudah membaik ia bisa mengajak wanita penyuka sunset itu untuk makan malam di pinggir kolam dengan cahaya lilin. Seiring pikiran itu ia menaikkan sudut bibirnya, tapi tak lama karena pandangannya tertuju pada permukaan air di bagian kolam dewasa yang bergelembung. Sesekali tangan mungil itu muncul di udara.

"Ya Tuhan, siapa dia?"

Berlari cepat sambil melepas kaus polonya, Ken segera melompat ke dalam air dan meraih tubuh itu sebelum ia kehabisan napas. Ken merangkulnya dan membaringkan di tepian. Dia Reon. Sepertinya anak itu tidak sadar kalau sudah jauh berenang.

"Reon, bertahan, ya," ujar Ken, mengusap pipi anak itu sebelum memberi napas buatan. Tak lama, Reon terbatuk-batuk hingga air yang sempat tertelan akhirnya keluar. Ken menepuk pelan pundak anak itu, menenangkannya.

"Ya ampun, Reon. Kamu nggak papa?" ujar si pelatih, berlutut di dekat mereka. Anak-anak lain ikut mengerubungi hingga si pelatih meminta mereka agar menunggu di sisi kolam.

"Reon tenggelam, Pak. Tapi, dia udah sadar. Cuma masih lemas."

"Saya minta maaf atas kelalaian ini. Nanti anak lain biar teman saya yang handle. Ah, saya antar Reon pulang sekarang. Tentunya setelah dia berganti pakaian."

Ken mengelus kepala anak itu, tersenyum. "Reon, kamu istirahat, ya. Dan, jangan lagi berenang ke arah tadi."

Anak itu mengangguk. "Makasih. Mister hebat."

Seiring dengan kepergian keduanya, Ken meraih kausnya dan menyeka wajah. Ia harus memberitahu Nala tentang ini. Namun, sebelum ia menelpon, wanita yang dimaksud itu berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Ken yang merentangkan kedua tangannya.

My Way Home is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang